Chapter 28. Ipsus Dixit

22 3 0
                                    



Assassin Koniva dan mata-mata Aira berada di belakangku. Mereka siap dengan barang bawaan masing-masing untuk masuk ke dimensi yang asing, dimensi baru bernama Serav. Aku, sebaliknya, merasa reuni yang sebentar lagi akan kualami itu adalah banjir sensasi nostalgia, luka dan dendam lama, sekaligus harapan baru. Aku akan menginjakkan kaki di Serav sebagai Seravian dan bukan sekadar duta Ahimpraya. Jubah kirmizi resmi Ahimpraya dan emblem mereka tidak kukenakan. Aku memilih gaun merah marun yang membungkus tubuh, jubah coklat muda, dan sepasang pedang – panjang dan pendek – di pinggangku. Sarung tangan kulit menjadi aksesori terakhir yang kupakai sebelum melangkahkan kaki ke portal yang dipersiapkan para assassin. Setelah kutolak usulan Ketua Ahimpraya untuk membawa assassin Pristine turut serta, aku memilih assassin yang aman, Koniva, dan tentu saja mata-mata yang setia, Aira.

Hanya ada Jonathan, aku, Koniva, dan Aira di balairung. Semua assassin yang lain berada di ruang rapat di sebelah ruangan ini, bersiap untuk sinkronisasi frekuensi Serav dan Nameless, agar Nameless memiliki rencana cadangan, sekaligus sebagai sarana komunikasi dengan kami bertiga selama di sana.

Assassin Koniva dan Aira membungkuk hormat kepada Jonathan, lalu melangkahkan kaki ke lingkaran cahaya putih yang melayang di udara serupa membran. Apa yang ada di baliknya, mereka tidak tahu. Namun aku memiliki firasat baik bahwa Serav akan kembali dengan segala kecantikan dan kejayaannya di hadapanku.

Aku mendengar seseorang di ruangan sebelah berteriak, "Mereka sudah masuk!" lalu ada bunyi gumaman, bunyi berkeresek, seseorang memerintahkan sesuatu, dan yang lain berjalan dengan langkah-langkah cepat. Para assassin itu sudah siap memantau kami.

Kemuliaan Serav akan terpampang di depan mataku dalam beberapa detik lagi, namun mendengar namaku dipanggil, aku menoleh sebelum meleburkan diri dengan portal.

Jonathan menyentuh lenganku lembut. Ekspresinya masih seperti biasa selama di Nameless, datar. Namun aku sempat melihat otot di pipinya berkedut. Mata kelabunya seperti ingin mengatakan sesuatu, namun sesuatu yang lain menghalanginya. Oh, cukup dengan hal-hal semacam ini. Aku lebih memilih di mana pun di dunia ini dibandingkan berdiri di depan portal yang siap membawaku pergi, namun lenganku ditahan oleh sentuhannya, yang kini menjadi cengkeraman.

"Katakanlah, Jonathan. Sebelum aku berubah pikiran selama di Serav." Aku membalas dengan dingin, agar ia tahu bahwa interupsinya tidak diterima dengan baik.

"Kau tidak akan," hanya itu balasannya.

"Memang tidak untuk The Collision. Tapi segala pikiranku tentangmu bisa jadi akan berubah, mengingat aku akan menghabiskan waktu terpisah darimu di dimensi lain, mungkin alam semesta yang lain – jika arah portal ini salah – dan realitas sudah dibuktikan dapat mengubah segalanya."

"Aku memilihmu. Dalam probabilitas yang tak-terhingga, dalam ribuan alam semesta yang mungkin tercipta, dalam realme fisik maupun maya, aku memilihmu. Biarpun ratusan percabangan pilihan dan konsekuensi, dalam keruwetan jalinan jodoh semesta, aku tahu aku akan kembali padamu."

Jonathan melepaskan genggamannya dari lenganku, lalu melangkah mundur. Ia memberikan kode agar aku segera masuk ke dalam portal.

Bagai beberapa detik yang hilang secara tidak jelas dari umurku, aku bangun dari lamunan. Apakah yang tadi kudengar adalah kenyataan? Karena kita hidup di situasi yang tidak jelas sekarang, segala sesuatu bisa jadi hanyalah proyeksi. Bisa jadi aku hanya mendengar apa yang alam bawah sadarku ingin mendengarnya.

Tidak, anti-Chronon mendengarkan dengan hati, tidak hanya telinga. Kata per kata yang diucapkan Jonathan tidak hanya tercatat dengan baik di otakku, namun hati, bahkan jiwaku.

Cukup itu yang dikatakannya. Mungkin berkaitan dengan apa yang dikatakan assassin Pristine kepadaku. Mungkin berkaitan dengan kecemasannya bahwa pikiranku akan berubah di Serav. Namun apa pun itu, Jonathan telah mengatakannya. Dan apa yang telah dikatakan, tidak dapat ditarik kembali.


Dies IraeWhere stories live. Discover now