A/N: Sebelumnya, terima kasih banyak untuk para pembaca yang sudah meluangkan waktu untuk baca dan vote chapters Dies Irae. Sungguh, seorang penulis tidak akan berarti apa-apa tanpa para pembaca yang menghargai dan mengevaluasi karya-karyanya.
Tinggal beberapa chapter tersisa untuk Dies Irae. Please pray with me that this story will pass fit for publishing ^_^.
Warning for this chapter: gory violence ahead.
Nara's POV
Tanganku masih bergelayut lemah pada bahu Jonathan setelah kami berhasil lolos dari resistensi kedua. Tornado api yang menjadi semacam portal telah menghilang. Tubuhku dalam keadaan lemah. Tidak cukup sebuah luka menganga di bahu akibat pedang Damocles, di resistensi kedua aku seperti mau mati rasanya merasakan pikiranku diinvasi imajinasi jahat. Merasa seperti orang gila yang pikirannya tidak stabil, aku mengandalkan Jonathan untuk menuntunku ke ruang-waktu resistensi ketiga.
Sebuah ruang gelap, kusam, berdebu, dengan penerangan seleret cahaya yang tampaknya dari lantai atas. Penjara bawah tanah? Jika itu benar...maka...tidak...tidak...tidak. Penglihatan yang kulihat di resistensi kedua adalah Jonathan di penjara bawah tanah Nameless, dicambuki sampai mati oleh para Nemesian bertopeng emas. Aku menelan ludah. Seketika tanganku berkeringat. Jonathan merasakan kegugupanku dan sepertinya dia dapat menebak ketakutanku. Yang dilakukannya cukup menenangkan. Ia mengusap punggungku beberapa kali sampai nafasku normal kembali.
"Jonathan, penjara bawah tanah..." ucapku.
"Tenanglah. Ini memang dimaksudkan untuk membuatmu panik. Jangan takut." Suaranya tidak terdengar jauh lebih meyakinkan daripada ketakutanku sendiri. Jauh di dasar hatinya, ia pasti cemas akan kemungkinan apa pun. Tadi aku sudah disiksa secara mental oleh penguasa resistensi kedua. Kuharap resistensi ketiga ini tidak...
"Nara!" pekik Jonathan mengejutkanku.
"Jonathan!" balasku. Serangan panik kembali melanda. Apa yang tampak di depan mataku adalah pemandangan yang mengerikan dan menyedihkan. Sedetik yang lalu, Jonathan masih di belakangku. Sekarang, ia terpancang di ruang antara dua tiang. Kedua tangan dan kakinya terentang dan terikat ke masing-masing tiang di kiri dan kanannya. Belenggu rantai menggagalkan setiap usahanya untuk bergerak. Wajahnya memucat parah akibat horor yang tahu-tahu menculiknya dari sisiku, menempatkannya dalam posisi sama seperti di Nameless saat itu.
Saat berikutnya jantungku mencelos dan aku mau pingsan saja di tempat, otakku menegur keras-keras kesadaranku bahwa Jonathan membutuhkan bantuan untuk lolos dari seluruh kesadisan ini. Walaupun belum ada suatu makhluk yang melintas, alam bawah sadarku dapat menduga apa yang terjadi. Sekuat tenaga aku mencoba menarik rantai-rantai yang mengikatnya, namun kami berdua tahu itu adalah ide yang sia-sia belaka. Tidak putus asa, aku mencoba berdialog dengan penguasa resistensi ketiga yang tidak tampak.
"Bebaskan Ketua Ahimpraya, dan biarkan kami lewat," perintahku.
"Nara, sshh, Nara," panggil Jonathan. Aku menoleh ke arahnya. Dia sedikit lebih tenang mengetahui tidak ada makhluk-makhluk bertopeng emas mengintai di belakang punggungnya. Aku mendekat dan menggenggam wajahnya.
"Lihat di samping kirimu," lanjut Jonathan.
Aku menurut. Sesuatu di sana pastilah telah terlewatkan dari mataku saat kami terlalu fokus pada apa yang menimpa Jonathan. Di sebelah kiriku, sebuah meja batu. Lilin-lilin di tempat lilin di atasnya mendadak menyala ketika aku mendekatinya. Tiga buah pasak kayu tertancap di meja batu itu. Di pasak paling kiri, tersusun empat buah cincin logam tebal yang diameternya berbeda-beda. Cincin logam dengan diameter terbesar terletak di dasar susunan. Cincin logam dengan diameter terkecil terletak di paling atas susunan. Begitulah, sehingga keempatnya membentuk semacam kerucut terbelah jika dilihat dari jauh.
YOU ARE READING
Dies Irae
Science Fiction"Aras free will, kehendak bebas. Bahwa alam Semesta kita terbentuk dari pilihan-pilihan yang kita ambil. Masa depanmu ada di tanganmu." - Jonathan "Kau memiliki semua yang kaubutuhkan dalam genggaman tanganmu untuk membuatnya terjadi." - Nara ...