Chapter 4

1K 79 39
                                    

Hola! Its such a special chapter for my beloved friend @jeagustin_
Yang ulang tahun tgl 24 august. :* :)
***

Song for this chapter :
Keane-Somewhere only we know
***

Diana's POV

Menerobos hiruk pikuk malam di Kota Madrid yang tak akan pernah ada matinya. Gemerlap lampu di sudut-sudut jalanan kota, bak kunang-kunang memutar menyentrong penglihatanku.

Ku rasakan kepalaku mulai pening. Namun aku teruskan berjalan. Melewati jalan setapak, hingga datangi pusat kota Madrid.

Perasaan menyesal sesekali muncul. Marc! Seharusnya aku sudah tiba di Hotel Emperador, tempat Marc, dan memulai pelajaran pertama. Tapi yang terjadi, aku nyaris hilang di kota sebesar Madrid ini.

Nyaris. Entahlah bisa dikatakan demikian atau tidak. Yang ku pikiran hanyalah entah kini aku berada dimana. Apa nama tempat ini? Apakah tempatku berdiri ini masih Madrid? Semoga saja.

Dingin, mulai menyusup tulang. Hanya bertahan dengan jaket tipis yang masih timbulkan dingin luar biasa disekitaran pergelangan tangan.

Kendati demikian, tanganku tak henti-hentinya menyodorkan secarcik kertas bertulis alamat, pada setiap orang yang berlalu lalang di jalan yang entah dimana ini. Aku hilang di kota sebesar Madrid.

"Jupri, where have you gone?" rintihku dalam hati.

Memutar tumitku, memandangi wajah-wajah itu. Para madrileños. Semua terasa asing. Postur tubuh mereka sama jangkungnya. Dalam dinginnya malam ini, aku merasa semakin tenggelam.

Jupri. Aku berharap ia menemukanku sebelum aku benar-benar membeku disudut jalan Madrid.

Baiklah, kakiku benar-benar tidak dapat diajak berkompromi, untuk terus melangkah. Mendapati sebuah kursi di Halte sedang dalam keadaan sepi. Aku langsung berlarian kecil kesana dan berniat beristirahat beberapa menit.

Hanya ada aku duduk sendirian di Halte ini sebelum seorang laki-laki berjalan mendekat dan duduk di bangku panjang ini. Dari balik bulu matanya aku dapati gurat pandangan anehnya terhadapku. Entah apa arti pandangan itu. Jadi sontak saja, aku membalas tatapannya. Dan detik itu pula ia membuang tatapannya dariku.

Tahu bagaimana rasanya? Dan mengapa pemuda itu bertingkah demikian? Aku rasa, ia tidak nyaman dengan keberadaanku di sekitarnya. Mungkin lantaran kain panjang yang membungkus kepalaku ini.

Harus bagaimana lagi? Aku hanya dapat pasrah jika inilah alasan ia memberi tatapan aneh terhadapku.

"Em.. Hola! Did you know this address?" tanyaku padanya sembari melangkah mendekat.

Tapi yang ku dapati ia malah beranjak dari duduknya dan langsung berlarian kecil menaiki bus yang kebetulan berhenti di depan kami beberapa detik yang lalu.

Oh, tidak adakah seorangpun yang perduli denganku? Dengan alamat ini? Aku benar-benar kesulitan mencari alamat ini seorang diri?! Ya, Allah. Apa yang harus ku lakukan?

"Diana?"

Tak lama setelah itu, sebuah mobil mewah berhenti di depanku. Seseorang didalam sana, tampak tengah membuka kaca hitam mobilnya dan langsung memanggil namaku dengan nada setengah berteriak.

Marc? Setengah tidak percaya bahwa kini Marc menatapku penuh iba dari dalam mobilnya.

"Masuklah!" perintahnya. Tanpa mengatakan apapun, aku langsung menurut. Membuka pintu mobil bagian belakang dan merangkak masuk. "Ee... kita langsung pulang, okay?"

"Tidak, Marc! Aku tidak mau pulang."

"Eh. What?" tanya Marc seraya menengok kebelakang untuk melihatku.

IGNITE. (Marc Marquez)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang