Chapter 7

857 67 31
                                        

Song of this chapter :
Andrea Calamaro-Hace Calor
(Spanyol song) my fav-song, by the way.
***

Marc’s POV

“Marc, kau telah berjanji tidak akan marah! Hey jangan diam saja, MARC! MARC!”

Itulah perkataan Alex yang kini samar-samar terdengar telingaku. Hening ditelingaku, kemudian dengung yang ku dengar. Aku kacau. Padahal kenyataannya kini Alex tengah memberontak, mendesakku untuk berhenti berdiam diri, karena itu menakutinya.

Alex takut aku marah. Aku ingin. Bahkan nafasku tersengal menahan amarahku yang tak lagi dapat diredakan. Sedangkan jemari tanganku telah mengepal entah sejak kapan. Tapi aku tidak bisa. Aku sungguh tidak bisa memarahinya.

Dia adikku. Adik kandungku. Aku menyayanginya seperti kakak pada adik sewajarnya, bukan lantaran kami memiliki nama marga yang sama. Lebih dari sekedar itu. Ia segalanya bagiku.

Selama ini, ketika ia terlanjur bersalah, aku akan mencoba untuk membuat tipu muslihat agar ia selalu terlihat benar. Membenarkan segala yang ia katakan. Ia kesayanganku. Namun baru saja ia mengaku bahwa dia adalah seorang gay.

Sulit untuk dipikirkan dengan pemikiran jernih. Aku hanya sedang tidak tahu apa yang harusku pikirkan.

Aku memandangnya lekat-lekat. Ku sembunyikan sejenak amarahku. Kendati terasa mustahil. Alex membalas pandangan mataku dengan matanya yang penuh akan sara. Ia mengerjap, dan memutuskan untuk membuang muka dariku. Ia takut membuatku kecewa, padahal ia sudah melakukannya.

I’M GAY!” ucapnya lagi.

 
Alex Gay? Sejak kapan? Mengapa bisa begitu? Apa yang ada di otaknya?

Dia punya banyak teman wanita. Mereka cantik dan berpenampilan menarik. Mengapa tidak suka saja dengan salah satu dari mereka? Lagi, jika Alex bosan dengan wanita spanyol, ia bisa dekati fans-nya. Aku jamin mereka dengan senang hati bersedia di dekati Alex. Maksudku, mengapa tidak mencoba mendekati para fans asal Indonesia, ku lihat mereka cantik-cantik.

Dan lagi, bagaimana jika publik tahu? Bagaimana caranya aku bisa menutupi ini seandainya nanti hal ini diketahui publik? I can’t take this anymore, OH LORD!

“MARC! Kau telah berjanji tidak akan marah, katakan sesuatu atau kau akan tetap cebol, MARC! MARC! MARC…!”

SHUT UP!” Bentakku keras.
Oh, tidak. Ini pertama kalinya dalam seumur hidupku. Aku telah membentaknya.

“Marc?” Alex menatapku dengan air mata berlinang. Membuatku terenyuh, tak tega melihatnya. Namun aku juga tidak mungkin mengatakan. 'Okay, kau gay ya? Well, lanjutkan!' itu gila.

I’m sorry, Lex. I didn’t mean to.”

“KA..KAU.. CEBOL!?!” teriak Alex sambil berjalan sempoyongan keluar kamarku.

“ALEX.. Wait!” panggilku sambil mengejarnya. Aku sungguh tidak perduli ia mengejekku cebol, kuntet atau apapun mengenai fisikku. Lagipula, para haters-ku sering mengatakannya di instagram. Jujur, aku sudah kebal.

Nyatanya Alex tak benar-benar berniat pergi. Langkahnya terhenti, dan ketika ia memutar tumitnya untuk menghadapku, ku dapati Diana telah berada didepannya.

Diana, gadis berkerudung itu tampak gelisah harus menaruh pandangannya kemana dan akhirnya ia menundukkan kepalanya.

Kenapa?

Sedetik kemudian ku sadari bahwa kami, Alex dan aku tengah bertelanjang dada. Aku kelabakan menutupi dadaku seperti orang bodoh. Sedangkan Alex berdiri angkuh diatas kakinya seraya melipat kedua lengan tangannya. Sedikit mengangkat dagunya, ia seolah mempertanyakan siapa gadis berkerudung itu padaku.

IGNITE. (Marc Marquez)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang