Chapter 12

772 70 20
                                    

Song of this Chapter :
Taylor Swift-Crazier
***

Diana's POV

Hari demi hari berlalu. Menunggu adalah hal yang paling menjenuhkan. Namun setidaknya kini aku dapat tesenyum lebar menyambut sabtu ini. Sungguh aku awam dengan hal apapun menyangkut negara Spanyol ini. Soal Ibiza, aku sama sekali tidak tahu apapun tentang tempat itu, yang ku tahu kini Jupri tinggal disana. Dan hari ini Marc dan aku tengah mempersiapkan kepergian kami kesana.

Setelah Marc merangkak memasuki mobil, akupun segera mengikutinya, membuka pintu belakang dan beranjak masuk. Tapi Marc secara tiba-tiba menghentikanku. Ia memintaku untuk menempati kursi depan, tepat disebelahnya. Keningnya mengerut memandangiku yang tak segera merespon permintaannya itu.

"A-aku dibelakang saja, Marc." Ucapku parau.

Jawaban terkonyol. Semua wanita ingin disisinya, tapi aku menolak. Terkadang aku juga bingung dan merasa bukan wanita normal jika terus saja berusaha untuk membuat jarak dengannya. Entahlah, aku hanya sedikit takut. Bukan dalam artian 'takut padanya'. Hanya saja, aku takut akan muncul perasaan yang tidak sewajarnya ada antara aku dan pria yang kelewat tampan itu.

"Sebaiknya kau didepan, karena Alex akan menempatinya."

"Ah, aku tidak apa-apa duduk dengan Alex. Ya... Aku bisa berbagi tempat duduk dengan Alex." Aku setengah mengotot, intinya aku hanya tak ingin berakhir duduk disebelah Marc dalam waktu yang lama, karena aku sungguh tidak dapat membayangkannya.

"Sudah ada Luca yang nantinya akan duduk disebelah Alex. Duduklah didepan, Diana." Pinta Marc untuk yang kesekian kalinya seraya membuka pintu mobilnya untukku. Oh, dia bersungguh-sungguh. Ku rasa aku harus minta izin duduk dibagasi mobilnya saja??

"Kau bilang Luca? Luca siapa?" tanyaku sambil merangkak masuk dengan pasrah menempati kursi disisi Marc.

"Luca. Luca Marini? Kau benar-benar tidak tahu ya?" tanya Marc, ku jawab dengan gelengan kepala. Memangnya siapa Luca Mak Rini itu?

"Rider, sama sepertiku. Adik tiri Valentino Rossi?"

"Ah, kalau Valentino Rossi aku tahu..."

"Ya, Luca itu adiknya." Marc bergumam, memberi jeda penjelasannya. "Dia teman dekatnya Alex." Mendengar itu mulutku hanya membentuk huruf 'O' lalu memalingkan wajahku yang mulai memanas, yang mungkin kini sudah tampak merah seperti tomat busuk.

Aku paling tidak bisa berdua dalam waktu yang lama dengan seorang Marc Marquez yang gantengnya MasaAllah ini!

.... Kau lihat, Diana! Tangan kirinya yang sedang memegang stir itu, disana ada sebuah arloji mewah melingkar. Kau tahu berapa harga sebuah arloji semacam itu? Tidak sembarangan! Kau hanya dapat menelan ludahmu sendiri ketika mendengar harganya. Ya, yang pasti harga arloginya lebih mahal dari harga dirimu. Kau bukan siapa-siapa. Kau adalah itik buruk rupa yang sedang bersanding dengan angsa putih. Jangan berani-berani bermimpi, Diana!!!

Oh, Ya Allah.. Ingin menangis rasanya, melihat perbedaan finansial antara Marc dan diriku.

Aku hanya berharap Alex dan temannya itu segera datang agar perjalanan bisa dimulai sekarang juga!

"Hola, Marc. Como estas?" (apa kabar?)

"Estoy muy bien. Come in!" (aku baik. Masuklah!)

Mengerjapkan mata kini aku mendengus nafas lega, melihat seseorang melintas dan mendekat kearah kami, dibelakangnya Alex berlarian kecil. Menatap Alex lama, ku rasa kini ada yang berbeda darinya. Dan ku rasa benar! Alex tampak tampan dengan kemeja putihnya yang rapi, ditambah dengan aroma parfum yang harumnya begitu menyengat. Sontak aku menutup hidungku dan melirik Alex sekejap dari kursiku.

IGNITE. (Marc Marquez)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang