"Lepaskan aku!!" Bentak Pandora saat Derek masih saja menarik tangannya dengan keras, "Derek, lepas!"
Akhirnya Derek menyentakkan Pandora ke depan, membuat Pandora sedikit terdorong, "apa ini? Kau meninggalkan Kevin dan Ophellia?"
"Dia yang minta. Lalu kalau kita terus meyakinkan mereka malah dapat masalah kan?" Derek melihat ke arah langit yang tengah hujan, "aku punya firasat buruk tentang mereka..."
"Aku yakin mereka..." Pandora berjalan memunggungi Derek, "tidak berhasil..."
"Tapi ini yang mereka minta, Pand. Kumohon jangan salahkan aku." Derek meminta maaf namun Pandora hanya tetap mencampakkannya."
"Pand..."
"Aku telah kehilangan banyak teman... Ziora diculik dan aku tak tahu apa ia masih hidup atau tidak, lalu Liss, kemudian Axyra. Sekarang Ophellia dan Pandora."
"Lalu mereka semua mati karena aaku begitu?" Tanya Derek yang sedikit kesal.
"Bukan, Der. Kau hanya tak mengerti..." air mata mulai mengalir, "dan aku hanya ingin kau mengerti."
Derek mendekati Pandora, tubuhnya yang tinggi menjulang memeluk Pandora dengan erat, "aku ingin mengerti dirimu, Pand. Buat aku mengerti."
"Tidak..." balas Pandora, ia menenggelamkan wajahnya di bahu Derek, "kau memang dari awal sudah mengerti diriku, aku saja yang tak menyadarinya."
"Waah waah waah. Lihat pasangan muda yang sedang bermesraan ini." Sebuah suara mengejutkan Pandora dan Derek, membuat mereka berhenti berpelukan.
"Kenapa berhenti? Ayo lanjutkan saja."
"Dimas?" Derek terkejut melihat pemandangan di depannya.
"Hai kawan, lama tak berjumpa." Ujar Dimas sambil nyengir.
"Gak lama juga sih," Derek berjalan mendekati Dimas, "kau baik baik saja?"
"Aku baik baik saja," Dimas mengulurkan tangannya, "ayo kemari, kawan."
Derek awalnya ragu, namun ia kemudian berjalan dan ingin menjabat tangan Dimas. Namun, saat mereka berjabat, Pandora segera menarik Derek menjauh.
"Pand?!" Derek sedikit memberontak.
"Dia bukan Dimas yang kita kenal!" Pandora menunjuk ke arah gelang yang berada di tangan Dimas, "dia... sudah menjadi Mindless."
"Apa maksudmu? Aku tak mengerti Pand." Ujar Dimas lagi.
"Tapi dia tidak seperti Mindless, mungkin kau hanya salah mengira saja, Pand." Derek menciba meyakinkan dirinya bahwa Pandora salah.
"Kau tidak lihat gelangnya? Apakah kau sudah lupa tentang gelang?" Seketika Derek membeku, perlahan lahan ia melirik ke tangan Dimas dan melihat memang benar gelang Dimas tak lagi berwarna biru.
Dimas tersenyum lebar ke arah Pandora, "kau memang sangat pandai, saya sangat takjub melihat ketelitianmu," lalu Dimas mengeluarkan pistol dan diarahkan ke arah Pandora, "tapi cukup sampai sini saja."
"Menyingkir!" Teriak Derek saat Dimas menarik pelatuk pistolnya, Pandora loncat ke kanan dan Derek ke kiri sehingga pelurunya melesat.
"Menarik juga! Kalian cukup gesit." Lalu Dimas mengarahkan pistol ke arah Derek dan mulai menembak. Namun Derek lebih dulu berlari zig zag agar mengaburkan fokus Dimas.
Pandora tahu bahwa Derek tak akan sempat mengeluarkan senjatanya, maka itu ia segera mengambil senjatanya dari tas, "mana senjataku... mana pistol kecilku..." tangan Pandora gemetar hebat dan berkeringat dingin.
"Wah ada yang mau menyerang rupanya." Dimas lalu mengarahkan pistolnya ke arah Pandora tepat saat Pandora menemukan senjatanya, Pandora segera mengarahkan pistolnya ke Dimas, "wah seri. Kita samaan, Pand. Sama sama mengarahkan senjata. Jangan jangan kita jodoh."
"Sadar Dimas, sadar!" Teriak Pandora.
"Gara gara kau, Derek sahabatku jadi berubah dan ia selalu saja bercerita tentangmu," aku Dimas, "dan, ia jadi sulit menghabiskan waktu untuk berfikir secara logika sejak ada kamu. Anggota kelompok kami mati karena Derek terus saja mengkhawatirkanmu."
"Hah?" Pandora melirik ke arah Derek. Derek sedang membawa senjata dan diam diam berjalan ke Dimas.
"Sekarang... kalau kau tiada... Derek akan seperti dahulu lagi."
"Bicara apa kau ini?" Teriak Pandora, sengaja mengulurkan waktu untuk kesempatan Derek menyerang Dimas, "aku tak melakukan apapun, Dim."
"Diam kau, brengsek!" Bentak Dimas membuat Pandora sedikit terhentak, "kau tahu saat kabut halusinasi? Aku sudah memerintah Derek agar kita berpindah tempat dan menjauhi kabut itu. Kau tahu apa kata Derek?"
"Apa?" Tanya Pandora juga penasaran.
"Ia ingin menghabiskan dulu waktu bersama mu, astaga. Romantis sekali," ujar Dimas sambil tertawa, "sekarang, sudah cukup. Kau harus musnah."
"Berhenti arahkan pistol ke Pandora," ujar Derek, pistol Derek telah ditempelkan tepat di bagian belakang kepala Dimas, "atau peluru nya akan tertanam di otakmu sekarang juga."
"Wah kau lebih memilih sahabatmu mati, ya? Apakah kau pernah menganggapku sahabatmu?"
"Diam kau. Baru kali ini aku lihat Mindless banyak omong, letakkan pistolmu sekarang juga, atau kutembak. Sekarang!"
"Baik baik," Dimas segera menjatuhkan pistolnya, "sekarang jauhkan pistolmu dariku."
Derek menarik pistolnya lalu berjalan ke arah Pandora, "ayo Pand. Kita lari."
"Tapi Dimas?"
"Biar saja, ia sudah tak waras." Ujar Derek sinis.
"Terima kasih pujiannya bung," balas Dimas. Derek segera mengarahkan pistolnya lagi ke arah Dimas.
"Diam kau, keparat. Ayo berdiri, Pand." Tepat saat mereka berdiri, Dimas mengayunkan belatinya ke wajah Pandora dengan tatapan paling sadis.
Satu detik kemudian Pandora menutup matanya, detik kemudian ia membuka mulutnya hendak berteriak, namun detik kemudian ia mendengar suara ringisan, detik kemudian ia tak merasakan sakit apapun.
Saat Pandora membuka matanya, ia terkejut melihat Derek tepat di depannya. Menghadangnya dari Dimas. Saat itu juga Derek terjatuh ke sampingnya.
Pandora berteriak histeris dan segera mengambil pistolnya. Ia menembak tepat ke arah kepala Dimas tanpa berfikir dua kali. Dimas menatap kosong ke arah langit lalu tumbang saat itu juga.
Pandora segera meraih Derek yang lemah. Ditaruh kepala Derek dipangkuannya, air matanya terus mengalir tanpa henti sama seperti darah yang mengalir di leher Derek.
"Derek... kumohon tetap bangun... huhu..." Pandora menangis dan meletakkan keningnya di kening Derek, "kumohon jangan pergi... setidaknya jangan pergi karena aku..."
Nafas Derek mulai tersendat sendat, dan membuat Pandora semakin menangis tersedu sedu, dadanya seperti berkecamuk oleh ribuan rasa bersalah. Lalu Pandora mengangkat kepalanya agar melihat mata Derek.
"Derek, kumohon jangan tutup matamu... lihat mataku, jangan kau tutup matamu..."
Lalu Derek sedikit membuka matanya dan menatap manik mata Pandora. Tangan Derek terangkat dan mengusap air mata Pandora, "tetaplah... hidup..." lirih Derek.
Saat itu juga tangan Derek lemas dan terjatuh ke tanah.
Mata yang selalu menatap Pandora dengan penuh ketulusan dan kasih sayang, tatapan yang penuh kehangatan dan perhatian...
Sekarang tertutup untuk selamanya.
----00000-----
KAMU SEDANG MEMBACA
The Controls
Science FictionPandora awalnya tak menyangka hal tersebut akan terjadi. Berawal dari ketidak seriusannya dalam test fisika, menimbulkan malapetaka baginya. Kejahatan dari para ilmuwan dalam meneliti otak para manusia ini tak dapat dihindari lagi. Bahkan sahabat ny...