Quality Time- Mayuzumi Chihiro

3.6K 304 7
                                    

"Hiro-kun?"

Mayuzumi mengangkat kepalanya saat mendengar suara sang Istri memanggil nama panggilan yang hanya boleh diucapkan olehnya. Ia memperhatikan sosok istrinya. F/N berdiri di depan ruang kerjanya dengan memakai baju kasual dan kumpulan kertas partitur di tangannya. Tas tersampir di bahunya dan tergantung kunci mobil di salah satu jemarinya.

"Hm?"

Merasa sudah diberi izin, F/N memasuki ruang kerja Mayuzumi. "Aku harus berangkat sekarang atau akan terlambat. Yamato masih tertidur sekarang, tapi aku sudah menyiapkan sebotol susu kalau ia merengek bangun. Bisa kutinggalkan Yamato padamu?"

Mayuzumi mengangguk lalu meraih tangan F/N yang tidak memegang kertas partitur. "Tentu."

"Kalau begitu aku pergi dulu," F/N menundukkan wajah lalu mencium pipi Mayuzumi cepat. Hal terakhir yang F/N katakan sebelum pergi adalah. "Sampai nanti. Aku mencintaimu."

Mayuzumi menghela nafas saat mendengar suara pintu utama tertutup dan deru mesin mobil samar. Ia kembali memfokuskan diri pada tulisan yang ada di depan laptop. Entah bagaimana, melihat F/N mampu membuat begitu banyak kalimat berseliweran di kepalanya. Kelihatannya cukup dengan melihat F/N bisa mengeluarkan Mayuzumi dari situasi 'buntu ide'.

Sudah menjadi rahasia umum jika Mayuzumi Chihiro adalah novelis terkenal. Namun, tidak seperti novelis kebanyakan, ia lebih suka jika identitasnya tersamarkan. Sifatnya yang tidak suka keramaian atau orang lain sudah mendarah daging bahkan sampai ia menginjak kepala tiga. Teman-teman seperguruannya tidak ada yang heran, termasuk F/N, mengingat sedari dulu Mayuzumi sangat suka membaca light novel.

Berbanding terbalik dengan Mayuzumi yang memilih identitasnya disembunyikan, F/N adalah salah satu pianis ternama di Jepang. Namun, semenjak mengiyakan lamaran Mayuzumi dan resmi menjadi seorang Mayuzumi F/N, ia lebih memilih mundur dari dunia musik dan membuka tempat kursus piano yang letaknya memang agak jauh dari rumah. F/N berprinsip lebih suka menjadi Ibu rumah tangga dan mengurus anaknya daripada namanya mendunia tetapi keluarga terlantarkan.

"Ayah?" panggil suara familiar. "Aku tidak bisa tidur."

Mayuzumi melirik jam dinding. Belum ada satu jam sejak F/N pergi dan Yamato sudah terbangun. Ia menghela nafas, menyadari tidak akan bisa melanjutkan tulisannya selama Yamato masih terbangun. Mayuzumi menyimpan berkas tulisannya lalu menghampiri Yamato dan menggendongnya ke dapur.

"Kenapa tidak bisa tidur?" tanya Mayuzumi dengan nada lembut yang sangat jarang ia gunakan pada oranglain selain F/N dan putranya.

"Aku ingin bersama Ayah," jawab Yamato sambil menyandarkan kepalanya di bahu Mayuzumi. Matanya masih setengah terpejam seakan berusaha untuk tetap terjaga agar Mayuzumi tidak merebahkannya di kasur.

Yamato adalah putra Mayuzumi dan F/N. Tidak seperti kebanyakan bocah berumur empat tahun, Yamato cukup pendiam. Ia lebih suka mengamati sekelilingnya, mencoba menyentuh apa yang membuatnya penasaran dan jika masih belum bisa mengetahuinya, Yamato akan bertanya pada Ayah atau Ibunya. Bisa dibilang, Yamato adalah fotokopi Mayuzumi.

"Kalau begitu, apa yang ingin kau lakukan?" Mayuzumi memberikan sebotol susu yang sudah dihangatkan pada putranya, membiarkan Yamato memegang botol susunya sendiri.

Yamato terlihat berpikir sebentar. "Aku ingin Ayah mengajariku membaca. Mama bilang aku akan menjadi orang hebat kalau suka membaca. Tapi, sekarang aku ingin Ayah membacakan cerita untukku."

Entah bagaimana, Yamato bisa melunakkan hati Mayuzumi. Lihat saja, ekspresi datarnya sudah hilang tergantikan oleh raut wajah yang lembut dan penuh kasih sayang. Sampai sekarang Mayuzumi masih belum percaya kalau ada dua orang yang mampu melembutkan dirinya.

"Baiklah. Kalau begitu kau yang pilih bukunya," ucap Mayuzumi. Ia mengarahkan kakinya ke rak buku yang memisahkan ruang tengah dan ruang makan.

Lagi-lagi Yamato terdiam. Beberapa menit kemudian, tangan mungilnya menunjuk salah satu buku di rak paling atas, pertanda kalau buku itu adalah favorit F/N atau Mayuzumi. Ia tidak menyangka kalau Yamato akan memilih novel yang ia tulis untuk F/N.

"Kenapa yang itu?"

"Mama bilang itu favorit Mama karena Ayah yang menulisnya," ucap Yamato sambil meminum susunya.

Mayuzumi mendengus pelan. Ia sudah tahu kalau setiap malam sebelum tidur, F/N selalu membacakan buku untuknya. Namun, ia tidak tahu kalau buku yang dibacakan oleh F/N adalah novel yang ia tulis. Dasar F/N. Di saat orangtua lain membacakan dongeng pada anaknya sebelum tidur, F/N malah membacakan novel yang tebalnya hampir tiga ratus halaman.

"Baiklah kalau begitu," ucap Mayuzumi. Ia mendudukkan Yamato di sofa ruang tengah lalu memasang instrumen piano ciptaan F/N.

Setelah dentingan piano mengalun lembut di ruang tengah, Mayuzumi memposisikan Yamato di pangkuannya. Tangan menahan tubuh putranya agar tidak terjatuh dan yang lainnya menggenggam novel. Yamato menyandarkan dirinya pada dada sang Ayah, bersiap untuk mendengarkan lanjutan cerita yang tidak tuntas semalam.

"Aku tidak menyangka gadis seperti dirinya yang membuatku terpesona," baca Mayuzumi setelah tanda yang diberikan oleh F/N. "Saat pikiranku mendambakan sosok lemah lembut nan pendiam, mengapa malah gadis berisik yang tidak mengenal privasi yang terus terngiang di pikiran."

"Ayah," potong Yamato. "Apa artinya terpesona?"

"Hm ... terpesona itu seperti kagum dengan orang lain karena sikap atau sesuatu yang dilakukannya," jawab Mayuzumi agak kikuk. "Contohnya, Ayah terpesona pada Mama saat Mama bermain piano. Artinya, Ayah sangat kagum pada Mama saat Mama memainkan piano."

Yamato bungkam. Pengetahuannya yang masih minim mencoba untuk mencerna penjelasan dari sang Ayah. Saat merasa mengerti dengan maksud Ayahnya, Yamato tersenyum lebar seakan baru menerima penghargaan Nobel.

"Kalau begitu aku juga terpesona pada Tetsuna? Aku juga suka saat melihat Tetsuna bermain ayunan," ucap Yamato. Mayuzumi memandangi putranya sebentar, mencoba mengingat siapa itu Tetsuna dan kenapa namanya tidak asing di telinga.

"Siapa Tetsuna?"

"Putrinya Kuroko-sensei," jawab Yamato cepat.

Tatapan Mayuzumi menajam mendengar nama rivalnya semasa sekolah dulu disebut. Namun, tatapannya kembali melembut mengingat kejadian itu sudah lama sekali untuk disimpan. Ia mengusap kepala Yamato sambil tersenyum tipis.

"Mungkin saja."

"Aku juga ingin membuat buku untuk Tetsuna saat sudah besar nanti," kata Yamato. "Aku juga bisa membuat buku kan Ayah?"

"Tentu saja, kenapa tidak?" Mayuzumi mencium puncak kepala Yamato. "Sekarang kau mau Ayah melanjutkan ceritanya atau tidak?"

Yamato mengangguk penuh semangat.

***

"Aku pulang," bisik F/N saat membuka pintu rumahnya. Ia melepas sandal dengan hati-hati, takut mengganggu suami dan putranya.

F/N berjalan menuju ruang tengah dengan langkah perlahan. Ia pulang terlalu malam karena salah satu anak didiknya ingin mengikuti kompetisi piano dalam waktu beberapa minggu. Hal terakhir yang bisa dilakukannya untuk mendukung anak didiknya adalah meluangkan sedikit waktu untuk melatihnya lebih lama.

"Astaga ... lucu sekali," gumam F/N.

Siapa yang tidak merasa senang saat pulang melihat suami dan putranya tertidur di sofa dengan raut wajah damai? Yang pasti bukan F/N. Ia merasa pemandangan di hadapannya ini sangat indah dan harus di abadikan. Dan itulah yang akan ia lakukan.

F/N mengambil ponselnya dan membuka aplikasi kamera lalu memotret keduanya. "Lockscreen."

Mayuzumi merebahkan kepalanya di sandaran sofa, tangannya masih memeluk tubuh Yamato. Sedangkan putranya menyandarakan kepala di dada Mayuzumi. Keduanya memiliki ekspresi damai dengan setengah mulut terbuka. Bayangkan apa yang akan terjadi kalau foto ini sampai diketahui oleh Reo-nee dan Kotarou.

F/N berniat untuk memotret mereka beberapa kali lagi. Namun, suara sang Suami membuat F/N membeku.

"Jangan berani memotretku lagi F/N."

"Kalau begitu akan kumasukkan ke akun media sosialku, Hiro-kun."

Maaf untuk requestnya yang kelamaan.. Aku aja sampe lupa siapa yang request Mayuzumi.. Maaf ya..

Kuroko no Basuke DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang