Cuddle - Midorima Shintaro

3.1K 268 27
                                    


"Shin~" rengek F/N. "Shin-chan~ perhatikan aku."

F/N melipat kedua tangan di depan dada saat Midorima tidak memberikan reaksi yang berarti. Pria berkacamata itu hanya menghela nafas lalu kembali sibuk dengan buku pelajarannya. Hanya Midorimalah siswa yang belajar di tengah liburan musim dingin. Ia berkata, akan lebih baik jika memahami materinya lebih dulu, dengan begitu nilaiku tetap stabil, nanodayo. Menyebalkan sekali.

"Shin-chan! Kalau kau tetap belajar, aku akan pergi," ancam F/N. Ia sudah beranjak dari sofa, namun Midorima mencegahnya untuk pergi lebih jauh.

"Memangnya kau akan pergi ke mana, nanodayo? Di tengah badai salju seperti ini," tanya Midorima.

F/N mengikuti arah pandang Midorima yang mengarah ke jendela. Angin bertiup sangat kencang hingga ranting pohon beberapa kali mengetuk jendela. Langit di luar juga sudah gelap. Tanpa harus keluar pun F/N yakin salju sudah menutupi sebagian besar jalanan. Tidak ada orang waras yang keluar di cuaca seperti ini, kecuali jika memiliki urusan mendadak yang tidak bisa ditunda. Membayangkan bepergian di tengah badai salju sudah membuat F/N menggigil.

Gadis itu mencebik. Ia tidak suka terjebak bersama dengan Midorima di saat seperti ini. Saat ia dengan sengaja diabaikan oleh kekasihnya sendiri. Mau keluar, tidak bisa. Melakukan sesuatu, juga tidak ada yang bisa dilakukan selain menonton televisi, tapi Midorima melarangnya dengan alasan mengganggu konsentrasi. Ingin memasak pun percuma, mereka baru saja selesai makan malam.

"Menyebalkan!" teriak F/N. "Untuk apa kau menyuruhku ke sini kalau yang kaupedulikan hanya buku pelajaranmu. Lagipula, siapa yang belajar di liburan musim dingin?! Dasar perfeksionis."

"Berisik, nanodayo," Midorima mendorong kacamatanya tanpa mengalihkan pandangan dari buku. "Kau menganggu konsentrasiku."

"Mou, kalau begitu aku pulang saja," kata F/N meraih tasnya. "Di sini juga tidak melakukan apapun. Kupikir karena Shin-chan yang mengundangku, kita akan melakukan sesuatu yang romantis, tapi Shin-chan terlalu tsundere. Mana mungkin Shin-chan melakukan hal yang romantis padaku? Menggandeng tanganku saja enggan, memeluk pun jarang. Sepertinya aku salah pilih kekasih. Menjadi kekasih Takao-kun mungkin akan lebih menyenangkan."

"Diamlah, F/N," sahut Midorima. Telinganya sudah lelah mendengar gerutuan F/N yang tak berujung sejak tiga puluh menit yang lalu. "Pulang pun percuma, beberapa menit berada di luar kau akan langsung membeku, nodayo."

"Biar saja. Lebih baik membeku daripada bersama dengan manusia membosankan seperti dirimu," F/N menjulurkan lidahnya pada Midorima, mengejek kekasihnya.

Midorima menghela nafas lagi. Ia kembali menggenggam pergelangan tangan F/N, mencegah gadis itu mengikuti keinginannya untuk pulang. Midorima menyentak tangan F/N keras hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya.

"E-eh? Shin-chan?"

"Apa? Tadi kau meminta untuk diperhatikan kan?" Midorima mengalihkan wajahnya, menyembunyikan wajahnya yang merona dengan posisi mesra bersama dengan kekasihnya. "Aku melakukan ini agar kau tidak nekat untuk pulang, nanodayo. Kalau aku membiarkanmu membeku di luar sana, orangtuaku akan mengamuk. Ingat, aku melakukan ini bukan untukmu, nodayo."

F/N bungkam. Tidak berniat membalas pembelaan Midorima atas sikapnya. Ia merebahkan kepalanya di bahu Midorima, menempelkan pipi di dadanya mengabaikan Midorima yang kembali disibukkan dengan buku pelajaran. Dengan mata terpejam, bibirnya mengulas senyum mendengar detak jantung Midorima yang menghantam telinganya dengan sangat cepat. Setidaknya, bukan hanya ia yang merasakan perasaan bahagia saat berdekatan.

"Hey, Shin-chan," gumam F/N setelah beberapa menit diselimuti dengan keheningan. "Aku merepotkan ya?"

Suara goresan pensil terhenti. Midorima melirik F/N dari sudut matanya. "Kenapa bertanya seperti itu, nanodayo?"

"Tidak, aku hanya heran," F/N meraih kaus Midorima, meremas kencang. "Kau bukan tipe yang mau direpotkan oleh hal-hal remeh. Terlebih, aku juga bukan tipe wanitamu, kan? Kau suka dengan wanita yang lebih tua karena jauh lebih dewasa. Lagipula, aku yang mengungkapkan perasaanku lebih dulu. Bisa saja kau merasa kasihan atau terbebani jika menolakku."

"Jangan mengada-ada, nanodayo," desah Midorima. "Kau sudah terlalu lelah. Tidurlah lebih dulu, aku akan menyelesaikan catatanku sebentar lagi."

F/N mengangguk kecil. Berada dalam pelukan Midorima, terlepas dari alasan ia berada di sana, mampu menghangatkannya. Kotatsu dan sweater tebal yang ia kenakan terkalahkan oleh hangat tubuh kekasihnya. Andai saja Midorima lebih sering melakukan hal seperti ini, mungkin ia menjadi gadis paling bahagia di muka bumi.

Entah sudah berapa lama F/N terpejam, namun ia masih belum tertidur. Hanya suara jarum detik dan goresan pensil yang menyelimuti mereka, kadang kala ranting yang membentur jendela turut menemani keduanya. Tidak lama, suara buku tertutup menyapa telinga F/N, memberitahunya Midorima sudah selesai dengan catatannya.

F/N hanya diam saat rambutnya dibelai ringan seakan takut membangunkannya. Senyumnya terkulum saat ada sesuatu yang menyapu dahinya sejenak. Sudah pasti, Midorimalah pelakunya.

"Aku tidak pernah berpikir kalau kau merepotkan apalagi menerimamu karena kasihan, nodayo," bisik Midorima. Tangannya tidak berhenti memainkan rambut F/N. "Kautahu aku tidak pernah ahli jika berurusan dengan perasaan. Tentu saja aku menerimamu karena aku juga memiliki perasaan yang sama, nanodayo."

F/N ingin mengatakan sesuatu. Sangat ingin. Namun, ia harus mengurungkan niat saat terdengar dering ponsel.

"Moshi-moshi ... aku tidak sendiri, nodayo. F/N bersamaku ... iya, Ibu. Aku akan baik-baik saja ... aku akan makan apapun yang ada ... ti-tidak, aku tidak akan menyuruhnya memasak untukku, nanodayo ... baiklah ... Ibu juga jaga diri, jangan sampai kedinginan, nanodayo ... baiklah, sampai jumpa, nodayo."

Lagi-lagi F/N menahan senyum. Ia jarang mendengar atau melihat Midorima berinteraksi dengan keluarganya. Walaupun begitu, ia selalu kagum saat Midorima menunjukkan perhatiannya dengan hal kecil pada keluarganya.

F/N mendengar suara resleting terbuka lalu suara barang beradu. Hal selanjutnya yang terdengar adalah tombol ponsel ditekan.

"Ah, selamat malam Bibi, ini Midorima Shintaro ... F/N sedang tertidur, nanodayo. Aku menelpon untuk meminta izin agar F/N diperbolehkan menginap di rumahku ... ya, sekarang sedang badai salju, aku tidak bisa membiarkannya pulang di cuaca seperti ini, nodayo ... tentu saja ... aku akan menjaganya ... selamat malam, Bibi."

Ah ... manis sekali. Menelpon Ibunya hanya untuk meminta izin untuk menginap terlepas dari F/N yakin bahwa Ibunya akan menyuruhnya menginap. Untuk beberapa saat tidak ada yang terdengar, namun ia merasakan Midorima bergerak seakan meraih sesuatu. Saat pergerakannya berhenti, F/N merasakan sesuatu disampirkan di bahunya, menghangatkannya.

"Maaf kalau aku tidak seperti yang kauharapkan, nanodayo," bisik Midorima. Suaranya terdengar begitu jelas hingga F/N yakin Midorima berada dekat dengan telinganya. Kepalanya yang tiba-tiba terasa berat seakan menopang sesuatu menjadi buktinya. "Aku hanya bingung bagaimana cara mengungkapkan perasaanku. Kautahu aku tidak ahli dalam berkata, tindakan pun begitu, nanodayo."

Kalau mata F/N terbuka, ia yakin pandangannya sudah kabur oleh air mata. Ia terharu mendengar pengakuan tulus Midorima tentang perasaannya, walaupun tidak secara langsung.

"Aku bahagia bisa memelukmu seperti ini," nafas hangat Midorima membelai pipi F/N. "Aku berharap kau tidak akan muak dengan sikapku sekarang, nanodayo."

"Aku menyayangimu, F/N."

THE NEW SIDE OF MIDORIMA SHINTAROOOO!!!

What do you think guys??

Kuroko no Basuke DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang