Innocent- Aomine Daiki

4.3K 327 2
                                    

"Ne Daiki-kun, apa enaknya tidur di atap? Bukankah sinar matahari siang bisa membuatmu terkena kanker kulit?" tanya F/N sambil mengubur wajahnya lebih dalam di dada Aomine yang sedang merebahkan dirinya di atas atap seperti biasa.

"Tidur membuatku berhenti berpikir untuk sementara F/N. Sekarang tutup matamu," ucap Aomine dengan nada malas. Ia membuka sebelah matanya untuk menatap F/N yang sudah lebih dulu memejamkan mata. Tidur juga membuatku berhenti memikirkanmu dan perasaanku walau hanya untuk beberapa saat.

Gadis yang berada dalam pelukan Aomine memang kekasihnya. Banyak yang tidak percaya kalau gadis semanis dan sepolos F/N bisa jatuh dalam pelukan laki-laki pemalas dan mesum seperti Aomine. Kenyataan memang sangat pahit kan? Aomine tidak mengindahkan gosip yang beredar tentang hubungannya dan F/N, tapi bukan berarti masalahnya berhenti sampai di situ. F/N dan kepolosannya membuat Aomine gila! Gadis itu bisa melakukan sesuatu yang sangat sugestif tanpa sadar atau melakukan sesuatu yang membuat Aomine cemburu tanpa menyadarinya.

Bayangkan saja, F/N bisa memeluk Sakurai di depannya saat latihan dan tidak menyadari kalau Aomine marah? Walaupun pada akhirnya kepolosan F/N membuat amarahnya padam, tapi ia tidak akan bisa terus-menerus seperti ini. Terkadang ia meragukan perasaan F/N. Apakah gadis itu benar-benar mencintainya atau hanya bersikap baik dan tidak ingin menyakiti perasaannya?

"Belum pernah aku merasa seperti ini pada seseorang sebelumnya," bisik Aomine pelan. Sangat pelan sampai suaranya terbawa angin. "Kau benar-benar membuatku gila F/N."
***
"Wakamatsu-kun, kau tidak akan bisa membujuk Daiki-kun untuk latihan kalau ia tidak ingin," ucap F/N sambil menggelengkan kepala dan menepuk bahu Wakamatsu yang jauh lebih tinggi darinya.

"Kau yang harus membujuknya, F/N-chan. Monster itu hanya akan mendengarkanmu. Aku tidak mengerti bagaimana kau bisa melakukannya," ucap Wakamatsu sambil mengacak rambut F/N, membuat gadis itu tertawa kecil. "Kalau ia melakukan sesuatu yang buruk atau kasar padamu, bilang padaku dan aku akan menghajarnya untukmu."

Aomine mendengus kasar mendengar ucapan Wakamatsu. Ayolah... terakhir kali mereka hampir bertengkar hebat, Wakamatsu kalah darinya hanya dengan satu serangan di perut. Mana mungkin orang itu bisa mengalahkannya? Sudah pasti ucapan itu hanya untuk cari muka di depan F/N dan apa-apaan dengan gestur sok akrab itu?

"Tenang saja, Daiki-kun tidak pernah melakukan sesuatu yang kau sebutkan itu. Daiki-kun sangat lembut padaku, aku sendiri juga tidak bisa membayangkan bagaimana bisa Daiki-kun selalu bersikap baik dan lembut padaku," ucap F/N. Ia menyembunyikan wajahnya di balik rambut panjangnya.

Mendengar ucapan F/N, anggota tim basket mulai mengerubungi F/N dan bertanya tentang 'Aomine yang sangat lembut' padanya. Sepertinya bukan hanya F/N yang tidak percaya, seluruh orang mungkin juga tidak akan percaya kalau Aomine bisa bersikap layaknya seorang pria.

Aomine mengusap wajahnya sambil menggelengkan kepalanya menyadari F/N jauh lebih polos cenderung bodoh daripada yang ia pikirkan. Haruskah ia menceritakan sikap Aomine padanya? Walaupun jujur saja, Aomine tidak akan mungkin bersikap kasar pada F/N. Tidak dengan sifat F/N yang mampu membuatnya luluh hanya dengan menatapnya.

"Maafkan aku karena mengganggu kalian, tapi sejak tadi Aomine-san sedang mendengarkan kita di depan gimnasium. Maafkan aku," ucap Sakurai sambil membungkukkan badannya.

Sebagian dari mereka langsung memisahkan diri dan kembali sibuk dengan bola basket, sementara yang satu tim dengan Aomine hanya terkekeh pelan dan mencari sosok tinggi yang menyeramkan itu. Aomine menghela nafas kesal, kenapa Sakurai harus mengatakan semuanya? Sekarang, mau tidak mau ia harus menampakkan diri dan itulah yang ia lakukan sekarang.

"Jadi, Aomine kau sangat lembut dengan F/N ya? Kenapa tidak bisa seperti itu juga dengan kami?" tanya Imayoshi seraya mengangkat kedua alisnya dengan gaya menggoda.

Aomine mendelik ke arah Imayoshi dan Wakamatsu yang terkekeh pelan di samping F/N. "Kalau kau tidak berhenti melakukan itu, aku juga akan merasa kesal padamu."

"Daiki-kun, kau tidak boleh bersikap seperti itu pada mereka," omel F/N pelan. Ia mengusap punggung Aomine, mencoba untuk menenangkan kekasihnya.

Aomine mendengus lalu menarik tangan F/N dan meninggalkan gimnasium tanpa mengucapkan apapun lagi. Sebaliknya, F/N melambaikan tangannya yang tidak berada dalam genggaman Aomine sambil mengucapkan selamat tinggal yang dibalas dengan lambaian tangan juga. Menyadari hal itu, Aomine menarik tangan F/N dengan lebih keras, ia tidak melepaskan genggamannya walaupun F/N sudah berteriak sakit.

Langkah kaki mereka baru berhenti saat memasuki lapangan basket dekat dengan sekolah. Aomine langsung mendudukkan dirinya di atas lantai semen dan menundukkan kepalanya. F/N memiringkan kepala, menatap kekasihnya dengan pandangan tidak mengerti. Ada apa dengan Aomine sebenarnya?

"Kau baik-baik saja, Daiki-kun?" tanya F/N. Ia berjongkok di depan Aomine seraya menyentuh lengannya.

Aomine mengangkat kepalanya. "Tidak. Aku tidak baik-baik saja. Aku mulai menjadi gila."

"Apa!? Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan kalau kau menjadi gila? Daiki-kun, tolong katakan padaku kalau kau tidak benar-benar gila," gumam F/N panik. Ia bangkit dan berjalan mondar-mandir, kebiasaannya saat panik. Aomine terkekeh melihat sikap F/N, apakah masih ada di luar sana gadis yang seperti F/N?

"Tidak, bodoh. Aku tidak benar-benar menjadi gila. Aku hanya bingung dengan semua hal tentangmu," Aomine menarik tangan F/N lagi, tapi kali ini jauh lebih lembut dari sebelumnya. Ia menarik F/N untuk duduk di pangkuannya, melingkarkan lengannya ke pinggang F/N, menjaga gadisnya.

"Bingung tentangku? Memangnya ada apa denganku? Oh, Daiki-kun jangan bilang kalau aku tertular dengan 'kegilaan'mu," ucap F/N. Saat mendongak, matanya beradu dengan mata Aomine yang penuh dengan sorot geli.

"Tidak. Kau tidak akan tertular apapun dariku," bisik Aomine lalu mencium pelipis F/N. "Aku... astaga kenapa menanyakannya begitu sulit?"

Wajahnya di tenggelamkan dalam helaian rambut F/N, pelukannya mengerat dan Aomine menghirup dalam-dalam aroma F/N, aroma yang mampu menenangkannya bahkan saat ia tidak bisa menenangkan dirinya sendiri.

"Kau... apa kau mencintaiku? Maksudku kau tidak menjadi kekasihku karena kasihan atau apapun, kan?" tanya Aomine dengan suara cepat layaknya kereta shinkansen. Sebagian dirinya berharap kalau F/N tidak mendengar pertanyaan bodoh dan tidak percaya dirinya, tapi sebagian yang lainnya ingin agar perasaan ragunya cepat menghilang dan ia tidak harus merasa tidak percaya diri dengan perasaan F/N padanya.

F/N tertawa mendengar pertanyaan Aomine. "Daiki-kun, pertanyaanmu itu sangat bodoh. Tentu saja aku mencintaimu, apa yang membuatmu berpikir sebaliknya?"

F/N mengubah posisi duduknya di pangkuan Aomine, ingin melihat wajah kekasihnya tanpa terhalang oleh rambutnya. Kedua tangannya menangkup wajah kekasihnya dan tersenyum tulus.

"Aku tidak tahu kenapa aku berpikir seperti itu. Kau terlalu baik, terlalu polos untukku. Kau selalu baik pada semua orang sampai aku berpikir kau sedang melakukan hal yang sama padaku, membuatku meragukan perasaanmu. Argh! Aku merasa seperti orang bodoh sekarang!" Aomine mengacak rambutnya frustasi. Ia tidak percaya kalau ia baru saja membeberkan semua pikirannya pada F/N.

"Daiki-kun, lihat aku," suruh F/N tegas. "Aku mungkin tidak mengerti apa-apa, mungkin aku memang polos, tapi aku mengerti perasaanku. Aku mencintai Daiki-kun dan aku tidak akan pernah meninggalkan laki-laki yang kucintai."

"Kau serius?"

F/N langsung memeluk Aomine dan mencium pipinya. "Apa itu sudah menjawab pertanyaanmu?"

Maaf ya izuki_kitakore karena requestmu kelamaan... Semoga sesuai dengan keinginanmu..

Kuroko no Basuke DrabblesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang