Chapter 1 : A Few Years Ago... (Part 1)

99 13 27
                                    

Dedaunan basah di pagi hari, embun pun melekat. Membuat suasana terasa sejuk. Matahari pagi bersinar dengan terang, seakan memaksa agar pagi itu menjadi lebih bersemangat. Seorang pemuda berjalan dengan bersemangat di bawah teriknya sinar matahari. Dengan memanggul tas di punggungnya dan mengenakan seragam. Sudah membuktikan bahwa ia adalah seorang pelajar. Ia lalu memasuki area sekolah. Kebingungan mencari kelas yang sedang di carinya.

"Kemana lagi?"

Sudah hampir seluruh area sekolah ia lewati. Seseorang berpakaian rapi dengan membawa berkas di tangannya, melewatinya. Mungkinkah orang itu salah seorang guru disini? Karena kebingungan, pemuda itu bertanya kepada wanita yang baru saja melewatinya.

"Permisi Bu, Saya mau bertanya..."

Wanita itu berhenti dan berbalik.

"Ya?" sahut wanita itu.

"Saya kebingungan mencari kelas 1-4 A, Bu..." jelasnya.

Wanita itu tersenyum dan menunjukkan arah kelas yang di tujunya.

"Terima kasih, Bu."

Wanita itupun berlalu. Padahal koridor itu sudah dilaluinya dua kali, tapi ia tidak dapat melihatnya sama sekali.

"Ah benar!"

"Aku pasti melewatkannya tadi!"

Di dalam kelas sudah ada guru.

"Selamat pagi, Bu!" ia memberi salam.

Guru itu menoleh ke arahnya dan mempersilahkan dirinya masuk ke dalam kelas.

"Silahkan masuk!"

Pemuda itu lalu masuk ke dalam kelas dan hanya berdiri di depan kelas karena tidak tahu harus apa.

"Kamu murid baru, yang pindahan dari luar kota kan?"

Pemuda itu mengangguk dan menjawab...

"Betul, Bu." jawabnya dengan sopan.

Kemudian guru itu membaca berkas-berkas di mejanya.

"Kamu... Alec... Alec Xiao, benar?"

Pemuda bernama Alec itu kembali menganggukkan kepalanya.

"Kamu silahkan duduk di... di sebelah sana!" tunjuk sang guru.

Alec berjalan dan duduk di baris kedua sebelah kanan.

"Hai!" sapa gadis di sebelahnya.

"Ha... hai juga..." balas Alec yang malu-malu.

Gadis itu sangat kontras dengan sifat pemalu Alec. Gadis itu begitu bersemangat dan ceria.

"Aku Mary, Kamu?"

"A... A... Ale... c..."

Alec benar-benar gugup. Melihat ekspresi itu, Mary tertawa. Karena wajah Alec mulai berubah menjadi merah. Menurut Mary sikapnya yang malu-malu itu lucu dan menggemaskan. Mary menyukai sikapnya itu. Tetapi bagi Alec, sikap pemalu semacam ini adalah sikap terburuknya.

Seharian mereka menghabiskan waktu bersama di sekolah, saling mengenal satu sama lain. Kini jam sekolah telah berakhir. Sudah waktunya bagi seluruh murid pulang ke rumah mereka masing-masing. Mary dan Alec pulang ke arah yang berlainan.

"Ah..."

Mary membaringkan tubuhnya di atas ranjang empuk yang terdapat di dalam kamarnya. Ia merasa sangat segar setelah mandi.

"Alec..."

Mary merasa Alec itu unik dan menarik. Sepertinya Alec itu tipe teman yang bisa dijadikan sahabat. Seharian ini Mary merasa mengenal Alec lebih banyak, walau ini baru hari pertama bersamanya. Ia merasa Alec adalah orang yang terbuka, hingga mudah baginya untuk mengenal Alec.

"Fiuh..." Mary menghela napasnya.

"Aku ingin mengenal lebih dekat dengannya besok..."

"...Kira-kira, apa yang ada dipikirannya tentangku?"

...

Sekolah telah berakhir, hujan mengguyur dengan derasnya. Alec yang menunggu hujannya berhenti mulai merasa tidak sabar. Mary yang sedang mengobrol dengan murid lainnya yang bernasib sama dengan Alec, melihat Alec yang gelisah. Ia pun menghampirinya.

"Hei Alec!" panggil Mary.

Alec menoleh ke belakang dan melihat Mary yang berdiri sambil menatapnya.

"Tidak bisa pulang juga ya?" ledek Mary seraya terkekeh.

Alec menatap kesal karena digodai disaat seperti ini, ia merubah mimiknya menjadi cemberut.

"Wah! Gantungan kunci Kamu bagus, Lec!"

Alec kemudian melihat ke arah kunci di tangannya. Gantungan boneka harimau kecil yang imut terpasang di kuncinya.

"Kamu mau?"

Mary menggelengkan kepalanya, ia merasa tidak enak terhadap Alec. Kemudian Alec melepas gantungan itu dari kuncinya.

"Nih!" Alec menyerahkan gantungannya.

"Tidak! Tadi cuma bercanda kok!"

Alec mengerenyitkan dahinya.

"Ini! Seperti Kamu mengenalku sehari saja... sudah satu tahun tahu!"

Mary yang malu-malu meraih gantungan itu dan menyimpannya di dalam tasnya.

"Terima kasih, Alec."

"Tidak perlu sungkan begitu ah!"

Alec memang tidak pernah pelit dengan teman-temannya. Bila punya apa, temannya melihat dan menginginkannya, ia pasti memberikannya. Itu kenapa Alec memiliki banyak teman. Tapi sahabatnya cuma satu, yaitu Mary. Hujan mulai mereda dan berubah menjadi rintik-rintik gerimis. Alec langsung bergegas pulang. Perutnya sudah berbunyi sejak tadi, ia sangat kelaparan. Alec membayangkan apa yang akan di masak oleh Ibunya hari ini. Sebelum pulang, ia lalu terpikir untuk mengundang Mary ke rumahnya untuk makan siang bersama.

"Mary, bagaimana kalau hari ini Kamu berkunjung ke rumahku?"

"Kita makan siang bersama, bagaimana menurutmu?"

Mary gembira mendengarnya. Walau sebenarnya ini bukan yang pertama kali Mary berkunjung ke rumah Alec. Alec sudah sangat sering mengundang Mary ke rumahnya. Tapi Mary selalu antusias, sebab Ibu Alec memiliki sosok yang lembut dan penyayang. Dan Mary tidak memiliki seorang Ibu, Ibunya meninggal sesaat setelah melahirkannya. Ayahnya memutuskan untuk tidak mencari pengganti setelah kematian ibunya. Jadi sosok seorang Ibu tidak pernah dirasakannya. Maka dari itu, Mary dekat dengan Ibu Alec, bahkan menganggap Ibu sendiri. Alec dan Mary berlari kencang menyusuri jalan yang panjang dengan daun yang berguguran juga gerimis hujan.

Writer : Evelyn A Chandra

Happiness For 10,000 Years [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang