"Supnya sudah siap!"
Alec tidak sabar lagi untuk menyantapnya. Hidangan yang sungguh mengundang selera. Harum dan tampilannya pun sangat membuat nafsu makan meningkat.
"Terima kasih mama!" ucap Alec
Dan.. cup..
Alec mengecup ibunya dengan manja dan penuh kasih sayang. Mary tertawa melihat Alec yang manja."Sudah-sudah... malu dong sama Mary." ibunya mendorong wajah Alec.
Alec tidak setuju. Menurutnya, itu wajar kalau seorang anak mengecup pipi ibunya, sekalipun itu pria. Artinya sayang. Jadi tidak perlu malu.
"Biarkan saja... masa aku tidak boleh mencium ibuku?" timpal Alec.
Ibunya hanya tersenyum dan geleng kepala dibuatnya. Sedangkan Mary terus tertawa melihat kemanjaan Alec pada ibunya.
...
Musim panas telah tiba, saatnya liburan. Artinya banyak waktu yang akan dilewati dengan bersenang-senang. Alec dan sahabatnya Mary, berlibur ke pantai yang indah. Dimana lautnya sangat biru. Pasirnya yang putih menghiasi pantainya. Dengan ombak yang menerpa karang-karang besar disana. Alec memiliki sebuah rumah disana, dipinggir pantai. Rumah peninggalan ayahnya. Ibunda Alec memutuskan untuk tidak menjualnya, dengan alasan 'kenangan'. Alec tidak begitu mengerti mengapa 'kenangan' yang dimaksud ibunya begitu berarti. Menurutnya, kenangan adalah masa lalu, dan beberapa masa lalu tidak begitu baik. Jadi tidak perlu disimpan dan dikenang.
"Kita sudah tiba!" Mary bersorak gembira.
Mereka turun dari mobil Mary. Menghirup udara segarnya sesaat dan berjalan menuju rumah Alec. Alec dan ibunya membuka kain putih yang menutupi funiture yang sejak lama tak terpakai. Mary dan Jesslyn adik Alec menelusuri rumah. Adik Alec tidak pernah kemari. Mereka pindah saat Jesslyn baru berumur satu tahun. Setelahnya mereka tidak pernah datang lagi kesini. Dan baru datang lagi kerumah itu hari ini. Mary lalu menghampiri Alec yang sedang membantu ibunya membersihkan debu.
"Alec."
Alec melihat kebelakang.
"Yuk kita jalan-jalan didepan Lec, dipantai." ajak Mary.
Alec melirik ke ibunya. Yang sedang membersihkan vas besar disana.
"Pergilah, mama bisa membersihkannya sendiri."
Alec kemudian menaruh kemoceng diatas rak kayu. Dan keluar rumah bersama Mary.
Mereka berjalan-jalan diatas pasir putih yang dingin tanpa menggunakan alas kaki. Menikmati pemandangan indah sambil memegang sepatu masing-masing.
"Alec... Kenapa pindah dari sini? Bukankah rumah ini terlalu indah?"
Alec menghela napasnya. Dan mulai bercerita tentang riwayat rumah ini dengan terus berjalan menyusuri pantainya.
"Rumah ini terlalu jauh dari kota, dan ayahku sudah tiada. Dulu dia bekerja disini jadi kami semua tinggal disini. Karena ibuku bilang akan susah mencari uang disini, jadi kami pindah kekota."
Mary menganggukan kepalanya.
"Selanjutnya ibuku menggantikan peran ayahku sebagai seorang kepala keluarga."
Alec kembali mengingat masa lalunya. Masa lalunya datang begitu saja. Alec tidak dapat menghindar dari ingatannya. Walau sebagaimana tidak Alec menyukainya, semua tetap jelas didalam ingatannya.
"Kenapa tidak dijual agar bisa beli rumah dikota dan tidak sewa seperti sekarang Alec?" tanya Mary.
"Ibuku pernah mengatakan sesuatu tentang 'kenangan'... dan kurasa itulah alasannya." tutur Alec.
Alec terlihat sedih seraya menceritakannya.
"Ibumu sepertinya sangat mencintai ayahmu... lalu, kamu pasti merindukan ayahmu saat kita datang kerumah ini sekarang?
"Betul, ibuku sangat mencintai ayahku... dan ya.. terkadang aku merindukannya, tapi... sudahlah."
Alec tidak ingin melanjutkan ceritanya. Mary juga tidak ingin bertanya lagi. Ia takut Alec semakin merasakan kesedihan. Angin terus berhembus. Menerpa mereka disana. Membuat rambut berterbangan. Dua insan berjalan dibawah sinar matahari pagi dipantai, sungguh pemandangan yang indah. Mary berhenti berjalan. Alec tidak sadar, dan terus berjalan.
"Alec tunggu sebentar..."
Alec berhenti dan menoleh kearah Mary yang sedang berjongkok.
"Aku sungguh lelah." gumam Mary.
Alec tersenyum, dan membungkuk. Menawarkan punggungnya. Mary digendong Alec berjalan menyusuri area pantai.
Setelah lelah berjalan, mereka kembali kerumah. Sesampainya di teras rumah Mary melepaskan diri dari Alec yang menggendongnya sedari tadi.
"Terima kasih Alec." ucap Mary.
Alec tersenyum dan menunduk malu. Tepat didepan kakinya, ia melihat keong dengan cangkang putih mutiara yang indah berjalan. Diangkatnya keong itu dan ditunjukan kepada Mary.
Ih!
Mary terkejut dan menepuk lengan Alec.
"Aduh!"
Tuk!
Keongnya terlepas dan jatuh.
"Jadi jatuh deh keongnya.."
Lalu Alec kembali mengangkat keong itu. Mary menjauhkan diri dari Alec, dan menatapnya dengan tatapan jijik. Timbulah ide jahil Alec. Saat Mary lengah, Alec menunjukan keongnya tepat didepan wajah Mary.
"Ahhhh!!!"
Mary berteriak dan lari ketakutan. Mary sangat terkejut. Alec mengejar Mary dengan membawa keong di tangan kanannya.
"Alec!! Letakkan keongnya!!"
Alec hanya tertawa dan terus mengejar. Sedangkan Mary terus marah-marah.
"Alec!!!"
Alec tertawa terbahak-bahak hingga perutnya sakit.
"Itu sangat tidak lucu!"
Mary semakin marah. Alec melihatnya dan perlahan menahan tawanya.
"Baiklah.. kulepaskan keongnya."
Alec melepaskan keongnya di pasir basah. Mary menghela napas. Ia merasa lega sekali. Lalu Mary kembali menghampiri Alec yang jauh tertinggal dibelakang. Saat Mary sudah semakin dekat, dengan jahil, Alec kembali mengagetkan Mary.
"Waaaaaaa!!!"
Mary bergidik. Alec berlari berusaha menangkap Mary. Namun kakinya tersandung batu, dan terjatuh. Mary ikut terjatuh, karena terdorong Alec. Alec jatuh diatas tubuh Mary.
"Aleeeeccc!!!"
Alec kesakitan karena kepalanya terantuk kepala Mary. Kemudian keduanya tersadar mereka sangat berdekatan. Hampir menyentuh hidung satu sama lain. Kontak mata terjadi diantara keduanya. Mereka saling berpandangan. Alec menatap mata Mary dengan dalam. Mary terbaring, dan melihat Alec yang tengah memperhatikannya. Seketika jantung Alec berdegup kencang. Alec terus memperhatikannya tanpa berkedip. Matahari telah senja. Sinarnya menyinari mereka. Angin bertiup, membelai wajah keduanya. Alec mendekatkan wajahnya ke wajah Mary. Alec yang gugup mengedipkan matanya beberapa kali dengan cepat dan jantungnya kini berdebar semakin kencang. Hidung Alec menyentuh hidung Mary. Mary memejamkan matanya dan terbaring pasrah.
"Apakah...."
"Ia sedang berusaha menciumku?"
Writer : Evelyn A Chandra
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness For 10,000 Years [√]
Romance{SELESAI} Setiap manusia memiliki cintanya masing-masing. Tak terkecuali Alec, seorang pria polos dan sederhana. hidupnya baik-baik saja hingga dia menyadari bahwa wanita yang dicintanya ternyata memiliki perasaan kepada pria lain yang tak lain adal...