Chapter 5 : Do You Still Care?

39 9 2
                                    

Pagi yang cerah dihari minggu, Alec terbangun dari tidurnya. Ia membuka gorden putih dikamarnya. Membiarkan cahaya masuk menyinari kamarnya. Alec merapikan rambutnya sesaat yang sedang acak-acakan.

"Alec cepat bangun! Sarapan sudah siap!" ibunya memanggil.

Alec keluar dari kamarnya dan ke ruang makan.

"Ini, sarapan dulu Alec."

Alec dengan wajah yang masih mengantuk berjalan kekamar mandi dan membasuh wajahnya. Ia merasa lebih segar setelahnya. Mereka bersama memakan hidangan yang disajikan.

"Belakangan ini... kenapa Mary jarang datang lagi kemari?"

Tiba-tiba ibunya menanyakan tentang Mary.

"Uh .. itu..."

Alec tidak tahu harus menjawab apa. Alec sendiri tidak tahu mengapa Mary terus menghindarinya.

"Kalian bertengkar?"

"Apa? Tidak, cuma sepertinya dia sedang sibuk."

Mungkin ada baiknya bila tanyakan bagaimana kabarnya, pikir Alec.

Tut.. tut.. tut..

Nada itu terus berdering. Mary tidak mengangkat teleponnya. Alec terus mencoba, tapi nada yang sama selalu berdering.

"Ayolah Mary... kumohon angkat teleponnya."

Ibu Alec yang sedang merapikan piring-piring di meja makan melihat Alec yang berusaha menghubungi seseorang.

"Siapa yang berusaha dihubungi kakakmu?" tanya ibunya kepada adik Alec.

"Sepertinya kak Mary deh, Ma." jawab adiknya dengan cuek.

Ibunya terus memperhatikan Alec di telepon rumah, terus berusaha. Mereka pasti ada masalah... batin ibunya berbicara.

"Halo? " jawaban dari seberang sana.

Alec melompat girang.

"Halo! Mary!"

Alec tidak dapat menahan rasa senangnya. Ia melompat kecil diatas sofa.

"Oh kamu Alec, ada apa? "

Kini Alec berubah menjadi gugup. Ia terus menghela napas tak teratur.

"Tidak sih... aku cuma ingin tahu saja, bagaimana kabarmu Mary?"

"Kabarku? Jadi kamu telepon hanya untuk mengetahui kabarku? Kabarku baik Alec."

Alec jadi serba salah. Ia menelepon salah, tidak telepon tapi rindu. Dan sebenarnya bukan hanya itu sebabnya ia menelepon.

"Hm... bukan hanya itu sih Mary... sebenarnya..." Alec ragu.

"Sebenarnya apa Alec? "

Alec ragu, haruskah ia ajak saja Mary berpergian hari ini? Atau sebaiknya tidak? Alec mengumpulkan segenap keberanian dan mengutarakan niatnya.

"Mary... hari ini aku cuti... jadi... um... maksudku... aku hanya berpikir, maukah kamu berpergian bersamaku?"

Mary terdiam. Terdengan samar-samar napas Mary yang tak teratur.

"Um..." Mary terdengar kebingungan.

"Sepertinya aku tidak bisa deh, Lec.. aku sudah ada janji dengan temanku hari ini."

"Oh begitu..." suara Alec mengecil.

"Alec, kamu tidak apa-apa kan? "

Alec diam, dan menghela napas.

"Oh tentu saja tidak apa-apa. Aku akan pergi dengan temanku yang lainnya." Alec memaksakan berbicara dengan nada ceria.

"Mm... mungkin... lain waktu? "

Alec terdiam kembali.

"Ya... mungkin lain waktu." jawab Alec.

"Baiklah, kalau begitu sudah dulu ya Lec, bye."

"Ya... bye Mary." balas Alec dengan nada mengambang.

Alec mengusap rambutnya. Telah kesekian kali Mary menolaknya. Apakah Mary tidak ingin lagi menjadi sahabatnya?

Mary merasa tidak enak. Ia belakangan ini selalu menolak untuk bertemu Alec. Ia menunggu seseorang di taman. Mary berkali melihat ke arah jam tangannya. Kenapa begitu telat? Sudah 1 jam Mary menunggu. Tapi tidak ada kabar apapun.

Tap..tap..

Seseorang melangkahkan kakinya di jalan penuh batu hias yang ada ditaman.

"Hei! Akhirnya kamu datang juga!"

Mary tersenyum ternyata orang yang ditunggunya telah datang dan berdiri dihadapannya.

...

Keesokan harinya, Alec yang telah bersiap untuk kuliah, ia terburu-buru keluar dari rumahnya dan mengunci pintunya. Hari itu Alec bangun kesiangan dan hanya punya waktu 15 menit untuk sampai di universitas. Sedangkan jarak antara rumah dan universitasnya cukup jauh. Ibu dan adiknya pergi ke pasar. Jadi rumah ia yang kunci, dan membawa kunci cadangannya. Ketika Alec berbalik, ia melihat Mary berdiri dibelakangnya, menangis.

"Mary? Kamu tidak kuliah?"

Mary langsung menghampiri Alec dan memeluknya. Alec membelai rambut Mary, dan menepuk punggungnya pelan.

"Alec!"

Mary menangis dalam pelukan Alec. Alec bingung. Mary tiba-tiba datang, menangis dan memeluknya.

"Kamu kenapa? Apa yang terjadi?"

Mary tidak menjawab dan terus menangis.

"Alec... kamu ada waktu sebentar tidak? Aku ingin berbicara sebentar saja." ujar Mary yang masih berada dalam pelukan Alec.

Alec melihat kearah jam tangannya. Ia pasti terlambat bila tidak berangkat sekarang. Tapi Mary? Ah tidak apa-apa... kuliah sehari tidak masuk juga tidak masalah. Pikir Alec.

"Baiklah, sebentar ya... aku rapatkan dulu gerbangnya."


Writer : Evelyn A Chandra

Happiness For 10,000 Years [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang