Sebuah mobil SUV putih meluncur dengan kecepatan tinggi. Menyusuri jalanan yang dipenuhi oleh pohon-pohon rimbun yang kemungkinan telah berusia ratusan tahun. Alec yang berada di dalam mobil gelisah bukan kepalang. Ia tahu ia akan segera bertemu dengan Mary, namun hatinya tetap tidak tenang. Bagaimana bila Mary tidak ada di kampusnya? Alec sungguh pusing memikirkannya.
"Alec, kita sudah sampai."
Tapi Alec yang sedang sibuk melamun tidak mendengar apa yang diucapkan Sylvia.
"ALEC! Kita sudah sampai!"ucap Sylvia dengan intonasi yang lebih tinggi.
Alec tersadar dan melihat kearah Sylvia yang tengah menatapnya.
"Um... terima kasih, Syl."
"Kutunggu ya?"
"Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri kok. Terima kasih dan maaf sampai harus merepotkanmu."
Sylvia tersenyum dan memutar balik arah mobilnya, lalu melambaikan tangannya keluar kaca mobil.
Alec berbalik dan berlari memasuki universitas tempat Mary menuntut ilmu.
Baru sampai persimpangan jalan, Sylvia kembali menuju universitas. Sylvia ingin tahu siapa Mary yang sering kali Alec ceritakan.
Alec berlari menuju kelas Mary, namun tidak ada Mary disana. Alec bertanya pada teman-teman Mary, mereka mengatakan kalau Mary pergi ke perpustakaan sejak lebih kurang sepuluh menit yang lalu. Seperti biasanya, Alec berterima kasih dengan kilat dan langsung berlari.
Sylvia memarkirkan mobilnya. Sylvia berjalan memasuki kawasan universitas. Sebenarnya Sylvia tidak tahu harus kemana, ia tidak tahu kelas Mary, juga tidak tahu Alec ada dimana saat ini. Universitas ini juga terlalu besar untuk mencari seorang Alec. Akhirnya Sylvia hanya melihat-lihat sekitar universitas saja. Melewati perpustakaan, Sylvia melirik ke dalamnya melihat Alec yang tengah kesana kemari berlarian tak tentu arah. Sylvia yakin ia pasti sedang mencari seorang gadis bernama Mary itu. Dengan cepat Sylvia sembunyi, agar Alec tidak mengira kalau Sylvia ikut campur.
Alec keluar dari perpustakaan tanpa hasil. Ia tidak melihat Mary sama sekali. Saat Alec ingin meneruskan berlari mencari Mary, ia menangkap sosok yang dirindukannya sedang berjalan dengan langkah gontai ke arahnya.
"Mary..."
Alec memandang pujaan hatinya. Mary terus berjalan hingga melewati Alec tanpa melihat keberadaan Alec disana. Tatapan kosong di dalam mata Mary membuat Alec mengerti kini ia sedang dalam sulit. Entah apa itu, tapi pastinya ia sedang tidak baik.
"Mary..." panggil Alec lembut.
Namun sepertinya Mary tidak mendengarnya.
"Mary." panggil Alec kedua kalinya.
Mary tersadar dari lamunannya dan berbalik melihat Alec yang berdiri dibelakangnya. Tatapan penuh arti yang dipancarkan mata Alec sudah cukup membuat Sylvia yang bersembunyi di balik dinding mengerti seberapa perasaan Alec untuk Mary lebih dari sekedar teman atau sahabat.
"Alec?"
"Mary, kenapa kamu tidak angkat telepon dariku?"
"..."
"Melihat kemarin kamu bertindak seperti itu, aku yakin kamu ada masalah berat yang kamu pendam sendiri."
"Aku tidak apa-apa."
"Jangan bohongi aku, bukankah aku sudah pernah bilang bila ada sesuatu aku siap membantumu? Masa iya kamu sudah melupakannya? Aku tidak percaya."
Mata Mary mulai memerah dan berkaca-kaca. Ekspresi Mary berubah. Suasana hati Mary sedang benar-benar buruk saat ini. Mary mengerenyitkan kedua alisnya dan menggigit bibirnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness For 10,000 Years [√]
Romance{SELESAI} Setiap manusia memiliki cintanya masing-masing. Tak terkecuali Alec, seorang pria polos dan sederhana. hidupnya baik-baik saja hingga dia menyadari bahwa wanita yang dicintanya ternyata memiliki perasaan kepada pria lain yang tak lain adal...