Chapter 9 : Sylvia

48 10 31
                                    

"Mary, kok kamu kemari tidak bilang?" tanya Alec

"Alec?" dengan wajah muram Mary melihat Alec yang berada di belakangnya.

Pada awalnya Mary berniat datang ke kampus untuk bertemu Calvin tanpa dilihat oleh Alec. Namun kini Alec telah melihat Mary. Tapi tampaknya Alec baru saja melihat Mary, dan Mary yakin, Alec tidak melihatnya bersama Calvin di kelas tadi.

"Mary, ada perlukah hingga kemari?"

Alec sangat senang Mary mengunjunginya. Tapi Mary tidak menjawab satu patah katapun.

"Mary, di dalam ada acara, bagaimana kalau kamu ikut saja? Tidak perlu canggung, aku akan menemani mu."

Bukannya menjawab, Mary malah berbalik dan masuk ke dalam mobilnya.

"Mary? Mary?!" Panggil Alec sembari mengetuk kaca mobil Mary.

Mary tidak peduli dan malah melaju kencang meninggalkan tempat parkir. Lengan Alec tergores akibat Mary yang melaju tanpa perhitungan. Tempat parkirnya sangat sempit karena banyak tamu yang hadir di acaranya. Jarak dari satu mobil ke mobil lainnya sangat berdekatan, Alec yang berada di sisi samping mobil terhimpit dan tergores salah satu accessories di mobil Mary. Mary seolah tidak peduli Alec yang berada disana, dan tidak peduli pada kemungkinan Alec dapat terluka karenanya. Alec melihat ke arah kemeja putihnya yang digulung setengah. Kini bagian lengan kemejanya sudah robek.

"Akan malu sekali bila aku kembali ke acaranya dengan pakaian seperti ini..."

"Apa yang terjadi pada Mary? Apa hatinya sedang terluka hingga dia seperti itu?"

Alec khawatir sesuatu terjadi pada Mary. Tapi ia sendiri tidak bisa lakukan apapun. Alec kembali merindukan masa-masa dimana tidak ada masalah apapun diantaranya dan Mary. Alec pun kembali ke acara tanpa mempedulikan kemejanya yang robek.

Alec berjalan di koridor menuju ke klinik yang ada di kampusnya. Ia berniat membersihkan lukanya. Tiba-tiba...

Duk..

"Aduh!!" jerit Alec.

Sesuatu menghantam wajah Alec dengan cukup keras.

"Sial! Siapa yang berani melempariku seperti ini?!" Maki Alec yang kalut.

Sekelompok gadis-gadis dengan baju olahraga mendatanginya. Semua gadis-gadis itu diam ketakutan. Diantara semua gadis itu, seorang gadis cantik berkaki jenjang maju meminta maaf pada Alec.

"Maafkan saya, saya yang melempar bolanya, dan tidak sengaja mengenai wajahmu." jelas gadis itu.

Alec ternganga melihat tinggi badan gadis itu yang tingginya mengimbangi Alec, tinggi badan yang dimiliknya seharusnya tinggi seorang pria. Memiliki paras yang cantik nan ayu. Alec memandang sikap berani gadis itu mengakui kesalahannya, Alec jadi tidak tega memarahinya, maka Alec memaafkannya, walau Alec masih tetap jengkel.

"Eh itu... ada darah mengalir dari hidungmu!" seru gadis itu.

Alec jadi kalut kembali dan berlari kesana dan kemari. Gadis itu kemudian menemaninya ke klinik.

...

"Sudah. Ini tinggal minum obatnya ya." ujar dokter yang memeriksa Alec.

Dokter itu kemudian meninggalkan klinik. Alec terbaring di ranjang tipis. Hidungnya tidak lagi mengeluarkan darah, tapi wajahnya memerah karena di hantam bola basket tadi.

"Kepalamu masih pusing?" tanya gadis yang berada disampingnya.

Alec mengangguk pelan. Kemudian berusaha bangun dan duduk diatas ranjangnya dengan kedua tangannya masih menutupi wajahnya.

Happiness For 10,000 Years [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang