Chapter 26 : He Need To Know!

28 9 4
                                    

Alec telah diijinkan pulang ke rumahnya setelah luka jahitannya mulai mengering. Alec senang sekali, akhirnya ia bisa kembali ke rumahnya. Alec diminta oleh dokter agar menjaga dirinya, karena fisik tubuh Alec masih belum stabil. Juga memintanya jangan terlalu banyak berpikir macam-macam yang dapat memicu stres. Tentu saja Alec menyetujuinya, ia ingin segera pulang ke rumah. Alec masih terus teringat pada Sylvia. Biasanya, Sylvia lah yang mengantar Alec pulang dari rumah sakit. Kini, sosok Sylvia yang periang telah tiada.

"Kak, kakak harus banyak istirahat! Harus banyak makan sayuran! Biar lebih sehat!" Jesslyn berceloteh.

Alec tertawa.

"Iya, iya, pasti!" jawab Alec singkat.

Ibunya hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kakak beradik itu.

Tok..tok..tok..

Suara pintu diketuk. Ibu Alec membukakan pintunya dan melihat Mary berdiri di depan pintu dengan membawa buah-buahan. Ibunya sangat senang, Mary dipersilahkan masuk. Mary menyerahkan buah-buah yang dibawanya pada Ibu Alec. Lalu ibunya berteriak memanggil Alec.

"Alec!! Alecc!! Ini Mary datang mengunjungimu."

Alec yang sedang bercanda dengan adiknya langsung menghampiri Mary setelah mendengar ibunya memanggilnya.

"Hei Mary..." sapa Alec yang agak gugup.

"Hei Alec... kamu sudah lebih baik? Jesslyn meneleponku, ia bilang hari ini kamu pulang. Jadi aku datang mengunjungimu." balas Mary seraya tersenyum.

Alec melirik kearah adiknya yang mengintip dari balik dinding.

"Awas kau nanti!" ujar Alec geram.

Mary tertawa melihatnya.

"Umm... Alec sebenarnya, ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu. Tapi tidak disini."

Alec mengerenyitkan alisnya.

"Bicara apa?"

Mary menarik Alec keluar dari rumah. Ibunya berteriak meminta Alec menjaga dirinya baik-baik. Alec tersenyum dan berjanji pada ibunya, ia akan menjaga dirinya sebaik mungkin.

...

Di sebuah restoran yang sangat mewah, Mary mulai mengungkapkan apa yang ingin ia bicarakan.

"Ini tentang kita Alec, tentang hubungan kita."

Mendengar kata 'hubungan kita' Alec jadi sangat antusias mendengarnya.

"Baiklah, aku mendengarkan." ujar Alec.

Calvin yang kebetulan sedang ada janji dengan temannya di restoran tempat Mary dan Alec berada, melihat Alec dan Mary disana berdua. Ia melihat mimik Mary yang sangat serius, pastilah ini bukan hal baik. Mungkinkah Mary berniat memberitahu Alec yang sesungguhnya terjadi? Calvin menghampiri Alec dan Mary. Dengan wajah ceria dan penuh semangat, ia menyapa Mary dan Alec.

"Hai Mary! Hai Alec!"

Mary tampak terkejut dengan kehadiran Calvin.

"Kalian sedang apa?" tanya Calvin.

"Ini, Mary mengajakku kemari, dia bilang... eh boleh bilang tidak, Mer?" Alec meminta ijin.

Mary tampak sulit berbicara.

"Boleh! Katakan saja Alec!" paksa Calvin.

Mary hanya diam, membiarkan Alec memberi tahu Calvin.

"Ya... jadi, Mary ingin membicarakan masalah hubungan kita. Entah apa, aku juga sedang mendengarkannya dan kau datang." ujar Alec seraya tersenyum konyol.

"Wah... kabar baik nih... iyakan Mary?" ujar Calvin dengan tatapan mengancam.

Mary pergi meninggalkan Alec dan Calvin. Alec dan Calvin saling menatap satu sama lain.

"Sudah Alec, biarkan saja... perempuan memang seperti itu."

Alec menaikkan bahunya. Calvin hanya tertawa. Tapi dibalik tawanya, ia sebenarnya khawatir akan berpengaruh pada kesehatan Alec. Alec tidak menyadari apa yang sebenarnya ada dalam benak Calvin.

...

Calvin yang basah kuyup akibat guyuran hujan deras, berlari pulang ke rumahnya. Baru sampai di depan pintu ia melihat Mary berdiri dengan tubuh yang basah.

"Mary?"

Mary menghampiri Calvin dengan mimik kesal.

"Calvin, aku perlu bicara denganmu!"

"Baiklah, kalau begitu silahkan masuk..."

"Tidak perlu, aku hanya ingin tanya... kenapa aku tidak boleh memberitahu Alec?! Dia sudah sehat Cal! Aku tidak bisa terus menahan perasaanku seperti ini! Kalau kita memang tidak bisa bersama, aku tidak akan memaksa. Tapi setidaknya, biarkanlah perasaanku ini bebas... selama Alec sakit, perasaanku ini selalu terkekang. Aku selalu memaksakan diri untuk jatuh cinta pada Alec, tapi tidak bisa! Karena di hatiku tidak ada tempat untuk Alec!"

"Mary! Alec itu baru saja keluar dari rumah sakit! Kalau memang kamu mau bilang yang sejujurnya, katakan setelah ia benar-benar sembuh total. Jangan katakan disaat seperti ini! Luka jahitannya saja belum tentu sudah kering. Kamu pikir dong! Jangan hanya karena mengutamakan dirimu sendiri, kamu mengorbankan orang lain!"

"Okay! Tapi aku tidak bisa menemuinya lagi! Aku tidak bisa terus membohongi perasaanku! Setiap aku bersamanya aku tersiksa! Perasaanku selalu berlawanan!"

"Apa salahnya kamu bertemu dengannya dan bertahan dalam waktu dekat ini?! Mary kamu jangan egois! Alec baru saja sembuh, kemungkinan saja kesehatannya bisa terganggu. Sedangkan, keinginannya untuk sembuh itu karena ada dirimu disisinya!"

Mary menunjukan wajah marahnya dan berlari pergi menembus hujan deras yang mengguyurnya. Calvin melihat Mary pergi dan menunduk. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Kini semuanya menjadi serba salah.

...

Sudah hampir dua minggu Alec tidak melihat Mary. Ia tidak datang. Saat Alec pergi ke rumahnya, Mary sedang tidak ada dirumahnya. Ditelepon, Mary tidak menjawab. Mengirim pesan, juga tidak dibalas. Mungkinkah ia menghindar? Tapi kenapa? Besok adalah ulang tahun Mary. Alec berniat memberikan kejutan untuknya. Alec kembali mencoba mengirim pesan singkat. Semoga saja Mary membalas pesannya.

...

"Mary bisakah kamu datang ke rumah lamaku besok? Ada yang ingin kutunjukan padamu. Kumohon... balaslah pesan ini."

Mary melihat isi pesan singkat yang dikirim Alec tadi pagi.

Mary berpikir, ini mungkin bisa jadi kesempatan baginya untuk memberitahu Alec yang sebenarnya. Mary membalas pesan singkat dari Alec.

...

Beep.. beep..

Suara ponsel bergetar diatas meja. Alec bangun ditengah malam dan melihat siapa yang mengiriminya pesan singkat.

"Baiklah, aku datang kesana besok... see you tomorrow..."

Ternyata pesan itu dari Mary. Rasa kantuk Alec menghilang hanya dengan membaca pesan dari Mary. Ia sangat gembira hingga melompat-lompat dan berteriak. Hingga ia tak sadar bahwa pintu kamarnya dibuka oleh ibunya.

"Ada apa Alec?" tanya ibunya yang terbangun akibat lompatan dan teriakan Alec.

"Ah mama? Hehe... tidak... tidak ada apa-apa..." jawab Alec seraya terkekeh.

"Jangan lompat-lompat!" pesan ibunya seraya menutup pintu kamar Alec.

Alec tersenyum bahagia. Ia berniat melamar Mary dengan cincin perak yang sudah ia siapkan beberapa hari yang lalu. Ia merasa saat itu, saat di restoran, Mary berniat lebih serius dalam hubungan mereka. Jadi Alec mengambil keputusan untuk melamarnya. Dan Alec merasa, melamar dihari ulang tahun Mary sangat tepat. Ia tak sabar menunggu hari esok. Alec kembali tidur dengan nyenyak.

Apa yang akan terjadi besok?


Writer : Evelyn A Chandra

Happiness For 10,000 Years [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang