Cerita Lama di Rumah Jogja

62 1 0
                                    


"Tuhan begitu kaya akan cara untuk mempertemukan dua anak manusia di bumiNya. Tentang pertemuan antara aku dan kamu, adalah pertemuan yang paling tidak terpikirkan manusia manapun di muka bumi ini"

......
Jogja, 1 Mei 2011

Namanya Alif Lam Mim. Semua orang biasa memanggilnya Alif. Meski sampai detik ini aku tidak pernah secara langsung memanggil namanya di hadapannya. Ku perhatikan Zara sejak tadi. Ku ikuti arah matanya. Ternyata dia menatap seorang laki-laki yang tengah terseok seok menggiring bola di atas hamparan lautan pasir Pantai Parang Tritis. Aku melihat aneh dari cara laki laki itu berlari. Aku pikir, dia tidak pernah bermain bola seumur hidupnya. Tunggu, diam-diam aku juga mulai memperhatikan gerak gerik laki-laki itu. Apa yang menarik? Aku pun tak tahu, tapi aku menikmati saat melihat dia terseok-seok menggiring bola agar tidak direbut oleh Raihan.

"Apa yang kamu lihat dari dia Zara?" Aku mencoba memulai pembicaraan.
"Tidak ada. Aku hanya melihat laki laki yang tidak biasa itu bermain bola." Zara tersenyum.


"Tidak biasa? Apa yang tidak biasa dari Alif?" Aku bertanya keheranan.
"Annisa. Aku mau tantang kamu untuk foto sama Alif." Tiba tiba Zara mencetuskan ide yang tidak masuk akal.

"Foto berdua sama Alif? Siapa takut. Lalu, apa yang akan aku dapatkan jika aku berhasil?"
"Jangan sombong dulu, Nis. Alif tidak seperti laki-laki lain yang pernah mendekatimu"
Aku terdiam sejenak memikirkan tantangan dari Zara.

"Jangan bengong di pantai neng. Gimana, mau gak? Kalo mau nanti aku traktir semua belanjaanmu dan oleh-oleh yang akan kamu beli di Malioboro"
Penawaran yang cukup menarik. Lalu, dapatkah ini dikatakan sebagai taruhan?

....
Jam menunjukkan pukul 4 sore. Mataku masih tertuju pada seorang laki laki yang sedari tadi mungkin tidak menyadari bahwa ada seorang perempuan yang memperhatikannya. Sejujurnya aku bingung. Harus memulai dengan cara apa. Aku tidak mengenal Alif sebelumnya. Kenapa aku merasa gugup? Hanya sekedar berfoto bersama laki-laki biasa di sekolah. Tapi sejak saat itulah, Dhia Annisa akan selalu menjadi gugup ketika mendengar nama Alif atau melihat nama Alif Lam Mim muncul di layar HP.

Segerombolan anak laki laki itu telah selesai bermain bola. Mereka bersiap untuk menikmati senja di Pantai Selatan . Ku lihat Alif melangkah searah menuju aku. Tepat. Pikir ku. Tapi semakin Alif mendekat semakin aku gugup.
Dan, tibalah saat itu, saat Alif Lam Mim lewat di depan mataku.

"Alif!, Boleh foto bareng? Sama temen temen mu ini juga gapapa".Sontak segerombolan anak laki-laki itu saling bertatap penuh tanda tanya.Mungkin mereka merasa aneh karena tiba-tiba aku meminta foto bersama Alif Lam Mim. Aku semakin gugup, jantungku berdetak cepat tak karuan. Waktu seolah-olah berhenti. Dan angin berhembus kencang menerpa rambut-rambut halus di muka ku. Aku hanya terdiam, dan terus menunduk karena malu. Tak berani menatap ke arah Alif atau teman-temannya. Ya Tuhan, apa yang baru saja ku lakukan?


"Ehemmmmmm!"Alif mulai merespon, meski ia tak menghadap ke arahku.
"Maaf Annisa. Saya tidak bisa. Takut terjadi fitnah." Alif berlalu.
Aku tersentak. Meski masih dalam keadaan menunduk. Aku tidak menyangka Alif akan menolak ajakan ku untuk berfoto dengan alasan yang menurutku saat itu adalah alasan yang konyol. Ku pandangi punggung Alif yang semakin menjauh. Melebur bersama cantiknya siluet warna senja sore itu.

......
Barulah aku mengerti maksud perkataan Zara saat itu yang menyebut Alif Lam Mim bukanlah laki-laki biasa. Lihatlah dari namanya saja begitu indah. Disebutkan dalam dahsyatnya Al Baqarah yang menjelaskan tentang terangnya Al Quran, kitab suci umat islam yang diturunkan sebagai pedoman hidup manusia.
Dan barulah aku menyadari saat ini, bahwa yang dilakukan Alif hari itu bukanlah sebuah kekonyolan. Melainkan caranya untuk tetap menjaga diri agar tidak terkotori dengan hal-hal yang akan menjerumuskannya kepada perzinahan. Malu rasanya jika mengingat hari itu.

Hari itu, 1 Mei 2011 adalah hari pertemuanku dengan Alif. Aku selalu mengingatnya. Tentang cara pertemuan yang menurutku tidak biasa. Pertemuan dua anak manusia yang tidak disengaja. Mungkin ini yang dinamakan dengan takdir. Sebuah pertemuan yang sudah terrencana oleh Tuhan, sejak jauh-jauh hari. Dan bukan sebuah kebetulan. Karena semua yang terjadi di dunia ini pastilah sudah sejak lama tertulis di Lauhul Mahfudz, jauh-jauh hari sebelum ruh ditiupkan ke dalam tubuh kita sewaktu berada di alam rahim. Hari itu telah mengantarkan ku pada pertemanan yang tidak biasa dengan Alif Lam Mim. 4 tahun berada di sekolah yang sama, barulah akhirnya aku tahu Alif Lam Mim pernah memperhatikanku sebelumnya.

Jogja permulaan Mei 2011. Seolah menjadi perekam semua kejadian antara aku dan Alif. Jika aku datang mengunjunginya seolah mengingatkanku dengan Alif. Jogja adalah kota sederhana yang bersahaja. Seperti Alif, bukan laki laki biasa melainkan istimewa. Jogja, menyimpan kenangan dan rindu ku yang tak tersampaikan.

+U 


Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah CoretanWhere stories live. Discover now