RUMAH JOGJA, 1 MEI 2011

52 1 0
                                    


Jogja masih tetap memesona

Yang menyimpan sejuta cerita

Bagi mereka,setiap pendatang

Pun untuk ku,

Jogja menyimpan cerita tentang kita

Menjadi saksi bisu

Saat pertama kalinya

Tuhan mengatur pertemuan kita

Parangtritis yang penuh misteri

Malioboro yang selau mengundang

Orang untuk datang

Jogja masih tetap sama

Ramah,sederhana dan bersahaja

Rumah Jogja, 1 Mei 2011 sekitar pukul tujuh malam.
Masih tentang Jogja dan Alif Lam Mim. Alunan musik akustik yang sendu menjadi teman makan malam kami saat itu. Aku masih berdiri membawa makan malam ku sembari memutarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan untuk mencari tempat yang kosong. Meski di sudut ruangan teman-temanku sudah menunggu, aku enggan menghampiri mereka. Aku ingin menyendiri. Tapi tidak ada meja yang kosong. Kecuali, satu meja di tengah-tengah yang hanya diduduki oleh satu orang. Alif Lam Mim.

Seperti ada yang menggerakkan kaki ku untuk melangkah menuju meja Alif Lam Mim. Masih diselimuti dengan perasaan gugup. Apa lagi yang harus ku katakan di depan Alif nanti. Aku bukan ingin mengajaknya berfoto. Aku hanya ingin duduk, lalu makan. Atau mungkin sekali dua kali akan mengajaknya berbicara? Ah. Sepertinya hal itu tidak perlu dilakukan. Yang harus ku kalukan hanya duduk dan makan. Meja Alif semakin dekat. Mungkin Alif menyadari sedang ada seseorang yang berjalan ke arahnya. Dan ketika Alif tahu akulah seseorang yang tadi berjalan ke arahnya, dia terlihat kaget. Aku segera menjelaskan maksud ku kenapa aku menghampirinya.

"Maaf aku hanya ingin duduk dan makan. Lihatlah, bukankah di seluruh ruangan ini sudah tidak ada lagi meja yang kosong. Hanya meja ini satu-satunya yang kosong. Maksudku masih ada kursi yang bisa untuk ku tempati."
Alif memutarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Setelah dia yakin benar-benar tidak ada meja yang kosong, Alif mempersilakan ku untuk duduk.
Kikuk. Suasana makan malam itu sunyi. Meski alunan musik akustik yang dibawakan oleh band indie Jogja itu terus bernada. Rintik hujan di luar dan cahaya remang-remang di dalam ruangan ini harusnya menjadikan momen makan malam ini menjadi momen yang romantis. Tapi tidak bagi dua manusia yang sedari tadi hanya duduk menunduk menghadap makanan. Bahkan aku baru menyadari jika dari tadi aku hanya mengaduk makanan yang ada di hadapanku. Kemana rasa lapar itu pergi? Cepat sekali menghilang.

"Alif. Aku mau minta maaf soal tadi". Aku mulai mencoba memecahkan keheningan yang sejak beberapa menit yang lalu terjadi di dalam keramaian itu.
"Tidak apa-apa. Saya yang seharusnya minta maaf padamu Annisa."
"Minta maaf untuk apa?" aku bertanya karena belum mengerti maksud dari Alif.
"Mungkin saja karena kejadian tadi saya telah membuat kamu merasa malu di hadapan teman teman saya. Makan saya sudah selesai. Saya harus pergi." Alif menyingkirkan kursinya dan beranjak untuk pergi. Beberapa langkah Alif berjalan,
"Alif. Tunggu. Aku ingin bertanya" aku menghentikan langkah Alif meski aku tahu dia tidak akan sedikitpun menoleh ke arahku, apalagi menatap wajahku
"Maaf, Annisa. Sudah saya katakan tadi saya takut terjadi fitnah kalau saya berdekatan lama-lama dengan kamu. Jika ada yang ingin kamu tanyakan sampaikan saja melalui sms." Alif menyodorkan HPnya kepadaku, masih dengan tidak memandang ke arahku. Dan diam-diam aku kagum pada sikapnya.


Tanpa menunggu diperintah aku menuliskan nomor HP ku di HPnya Alif. Dan Alif Lam Mim kembali berlalu. Semakin menjauh. Melebur bersama ratusan kriya cantik yang dipamerkan di ruangan itu.Aku berusaha melanjutkan makan malam ku. Meski lidahku terasa kelu. Tapi ku paksakan untuk tetap memakannya. Seharusnya hari ini menjadi hari yang indah untuk ku dan teman temanku. Karena ini adalah kali pertamanya kami menghabiskan waktu bersama di luar rumah.
Tak berapa lama segerombolan temanku menghampiri. Memecah suasana sunyi dalam keramaian. Menjadi riuh. Penuh candaan dan gelak tawa. Kami menghabiskan malam di sana untuk menunggu hujan reda. Lagu kemesraan yang tengah dinyanyikan band Indie Jogja itu menjadi penutup makan malam yang indah pada permulaan Mei 2011 Silam.

Mungkin aku gagal untuk dapat berfoto bersama Alif Lam Mim. Dan perjanjian untuk adanya traktiran belanja di Malioboropun hilang. Tapi siapa sangka, jika pada akhirnya aku kan mendapatkan hal yang lebi besar dan berharga dar sekedar berfoto bersama. Dan itulah yang dinamakan dengan persahabatan. Hujanpun reda. Kami kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan ke Malioboro.

Rintik hujan dari atap atap ruko-ruko yang berjajar di Malioboro tak membuat semangat kami surut untuk melakukan perburuan oleh-oleh di pusat perbelanjaan yang terkenal dari Jogja itu. Malioboro selalu ramai dan sesak. Tapi itulah yang membuat para wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing tertarik untuk mengunjungi Jogja lagi dan lagi. Berapa kali pun aku mengunjungi Jogja, belum ke Jogja rasanya jika belum ke Malioboro.

Aku kembali berbaur dengan teman-temanku. Melupakan tentang Alif Lam Mim dan kejadian sore ini. Jam menunjukkan pukul 10 malam. Saatnya kembali ke bis untuk melanjutkan perjalanan pulang. Aku merogoh tasku untuk mengambil HP. Aku berniat untuk menghubungi Ayah bahwa kami sudah mulai perjalanan pulang dari Jogja agar Ayah bersiap untuk menjemput ku dan teman teman nanti.Namun aku heran. Ada 4 SMS berisi pesan yang sama dari nomor yang sama.


"Assalamualaikum, Annisa :)". aneh, sopan sekali pengirim pesan itu sampai mengawalinya dengan salam. Mungkin saja SMS ini penting. Maka ku balas seperlunya pesan itu. Aku sama sekali tidak mencurigai satu namapun untuk iseng kepadaku.


"Waalaikumsalam. Maaf, baru balas. Tadi sedang di luar.Ini dengan siapa ya?"
Sent.

Tak perlu menunggu lama orang itu kembali membalas SMS ku tadi. Dan ternyata,
"Ini Alif Lam Mim"
Deg. Aku kembali merasa gugup.

Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah CoretanWhere stories live. Discover now