Detik-Detik Terakhir Kebersamaan

11 0 0
                                    


Hari berganti hari, menjadi hitungan minggu menuju hitungan bulan hingga tertutup oleh sekian tahun.

.....

Hari-hari menjadi siswa kelass 3 semakin terasa padat. Jam tambahan pelajaran semakin banyak. Hari minggu pun masih saja diisi dengan bimbingan belajar dari beberapa guru. Hal itu dilakukan guna persiapan Ujian Nasional. Berangkat pagi, pulang paling sore. Bahkan malam, jika harus mengikutii bimbingan belajar di luar sekolah.

Hari-hari menjadi terasa cepat berlalu. Pagi cepat sekali kembali menjadi pagi. Siang terik dan sore yang menyejukkan ku habiskan di sekolah. Demi belajar dan belajar. Agar lulus Ujian Nasional dan bisa masuk perguruan tinggi negri yang diidam-idamkan. Karena kesibukan itulah akhirnya intensitas komunikasiku dengan Alif Lam Mim menjadi berkurang. Ada hal yang harus diperhatikan dan menjadi prioritas utama dibandingkan dengan sekedar berkirim surat dengan Alif Lam Mim. Bukan aku mengesampingkan persahabatan kami. Tapi aku rasa Alif pun berpikir demikian.

Memasuki bulan April 2012. Itu artinya Ujian Nasional sudah di depan mata. Mendekati ujian dilaksanakan, ada hal-hal yang paling ditakutkan oleh semua siswa sekolah. Bukan, bukan lagi tentang ujian yang kataya menjadi momok untuk para siswa. Karena segala macam periapan sudah dilakukan, baik tambahan belajar maupun doa bersama. Lalu apa yang harus ditakutkan. Kami semua optimis akan lulus 100% pada tahun ini.

Hal yang paling ditakutkan pada saat menjelang ujian adalah, berakhirnya kebersamaan dan itu artinya perpisahan juga akan di depan mata. Kebersamaan selama tiga tahun yang sudah dibangun akan berakhir pula pada masanya. Itulah kehidupan, yang dilahirkan kedunia pada akhirnyapun akan meninggalkan dunia. Kembali pada Pencipta. Ada yang berangan-angan untuk kuliah di perguruan tinggi negri yang diidam-idamkan, ada yang berkeinginan untuk bekerja, ada yang berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan menjadi polisi atau angkatan militer bagi kaum laki-laki, bahkan ada yang sudah bercita-cita sejak lama bahwa setelah lulus SMA dia akan menikah muda. "sudah males mikir aku". begitu kata mereka.

Denganku? Lalu bagaimana dengan aku. Apa yang akan aku lakukan setelah perpisahan sekolah nanti. Seperti kebanyakan siswa lainnya, akupun ingin melanjutkan pada jenjang perkuliahan. Aku merasa aku jika harus terjun ke dunia kerja, usiaku masih terlalu dini. Ada salah satu perguruan tinggi negri di luar Kota yang aku impikan sejak aku masih kelas 4 SD. Meskipun jaraknya hanya satu jam dari rumah tapi tetap saja aku menyebutnya luar kota. Karena jika seandainya aku diterima di sana nanti, aku akan meninggalkan desa kampung halamanku ini. Kampung yang damai. Kampung yang menyuguhkan kesejukan di setiap paginya. Kampung yang selalu menyuguhkan keindahan subuh, kampung yang masih menyuguhkan pemandangan hijau untuk kesehatan mata bagi setiap yang memandang. Sedangkan kota dimana aku akan kuliah nanti, sudah dapat ku pastikan sejak sekarang bahwa ia adalah kota yang ramai, sesak, dan selalu disuguhkan dengan kemacetan di setiap harinya. Baik pagi, siang maupun sore. Lalu tentang Alif Lam Mim. Dia memutuskan untuk tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Tetapi dia juga memiliki impian untuk dapat menginjakkan kakinya di negri Bulan Bintang, Turkey. Aku akan sangat mendukung impian Alif Lam Mim.

Iya. Pada akhirnya, akan ada jalan masing-masing yang dipilih oleh setiap manusia. Aku akan berjalan menuju utara, sedangkan Alif Lam Mim akan berjalan ke arah selatan. Dan kami berjalan ke arah yang berlawanan. Jika masih menyimpan harapan untuk dapat dipertemukan kembali di kemudian hari. Murnilah kuasa tuhan yang akan mengarahkan kami pada pertemuan itu.

Detik-detik terakhir bersama sekolah sederhanaku. Sekolah yang terkadang penuh dengan drama, birokrasi yang pelik, guru-guru yang killer dan guru-guru yang ramah, para pengurus OSIS dan Pramuka, anak-anak nakal yang suka membolos jam pelajaran, serta sudut-sudut kantin dan kamar mnadi sekolah. Semua menjadi satu kenangan tersendiri yang membentuk satu ruangan kecil di dalam sana. Kata orang, masa SMA adalah masa yang paling indah. Mungki hari itu aku belum begitu menyadari. Tapi hari ini, saat semua kejadian terekam kembali setelah beberapa tahun berlalu. Terbersit sebongkah rasa ingin kembali ke masa itu. Masa dimana hal-hal yang tidak mungkin dilakukan, ternyata ku lakukan. Untuk pertama kalinya aku berkejaran dengan polisi keliling pusat kota pada hari pengumuman kelulusan karena tidak memakai helm saat berkendara motor. Mencoba hal-hal baru tanpa basa basi dan rasa canggung. Menjadi vokalis band amburadul buatanku dengan teman-teman karena hanya ingin tampil pada saat acara perpisahan sekolah. Dengan lagu andalan lagu dangdut yang dinyanyikan oleh Ayu Tingting yang hari itu sedang naik daun. Pertama kali jatuh cinta dan pertama kali patah hati. Lalu sampailah pada saat dimana aku dan Alif Lam Mim bertemu. Yang pada akhirnya memberi warna dan nuansa yang berbeda dari kehidupan sebelumnya.

Aku membenarkan kata Rhoma Irama dalam salah satu syair lagunya "kalau sudah tiada baru terasa". Semua yang tertulis di atas tadi, hari ini hanya bisa ku kenang kembali. Hanya bisa ku ingat ketika sebelum tidur sembari menatap ke langit-langit kamar. Sesekali tersenyum malu mengenang diri sendiri pada masa itu, atau senyum getir karena teringat cerita-cerita yang tak jarang juga mengecewakan.

.....

Detik-detik terakhir bersama Alif Lam Mim. Adalah saat aku melihat senyumnya hari itu. Hari ujian praktik conversation mata pelajaran Bahasa Asing. Orang-orang yang mengenal aku sebagai Dhia Annisa adalah sosok yang cukup pandai dalam mata pelajaran itu, mengaku heran padaku saat hari ujian praktik itu tiba.

Entah hari apa tepatnya. Aku sudah yakin dan mantap ketika Mrs. Yuli memanggil namaku untuk maju ke depan kelas. Karena sudah tiba giliranku untuk mempresentasikan hasil pengamatan yang telah ditugaskan minggu lalu. Hari ini akan diambil nilai untuk ujian praktik Conversation Bahasa Asing. Seperti biasa, akupun maju denga tidak ada keraguan dan rasa canggug sedikitpun. Karena sudah merasa yakin dengan persiapan yang kulakukan sebelumnya.

Beberapa menit berlalu dan semua tetap baik-baik saja. Sampai pada pertengahan persentasi aku masih bisa melakukannya dengan baik. Namun, ketika persentasi itu hampir berakhir. Muncullah mala petaka itu. Iya sesuatu yang ku anggap sebagai mala petaka untuk nilai ujianku, tapi juga sekaligus ku anggap sebagai hadiah termanis dari tuhan untuk penutup tahun sekolahku. Satu paragraf lagi, persentaasiku selesai. Itu artinya hanya tinggal beberapa kalimat lagi yang seharusnya ku sampaikan. Namun ternyata, semua tidak seperti yang diharapkan dan diyakini sejak pertama kali aku melangkah maju ke depan kelas.

"so, I can make summary that ... that, eum I can make summary that .." aku menjadi kehilangan kata-kata dan lupa dengan apa yang harus aku sampaikan. Dari balik pintu itu, baru saja aku melihat Rasya berjalan dengan Alif Lam Mim melewati depan kelasku. Entah mengapa pandanganku juga sedang tertuju ke arah pintu. Alif Lam Mim menengok ke arahku, melihat tepat pada mataku. Untuk pertama kalinya mata kami saling beradu. Tanpa rasa canggung dan malu, Alif Lam Mim melemparkan senyumnya ke arahku. Detak jantungku menjadi tak terkendali. Dan apa yang akan aku sampaikan selanjutnya aku tak peduli. Tergantikan oleh senyum manis dari Alif Lam Mim yang segera tersimpan ke dalam memori otak ku. Yang sampai hari ini, aku masih bisa mengingat senyuman itu meski telah lima tahun berlalu.

"Annisa, are you okay?" Mrs. Yuli mencoba memastikan keadaanku dari belakang. Aku mengangguk. Karena sudah tidak tahu lagi apa yang haru aku sampaikan, aku memilih untuk menutup persentasiku hari itu. Teman-teman ku tersenyum mnggida penuh kemenangan karena melihat raut wajahku ang emerah seperti kepiting rebus. Ah, memiliki kulit putih itu tak selamanya menyenangkan.

"okay, thats all I can say. And thank you for you attention!". aku menutup persentasiku dan berjalan kembali ke tempat aku duduk. Mrs. Yuli geleng-geleng melihatku yang tak seperti biasanya. Jika hari itu bisa disebut dengan cinta, maka bear kata orang-orag bahwa kadang cinta bisa membuatmu menjadi bukan dirimu.

Dan itulah detik-detik terakhir kenangan yang masih terekam sangat jelas tentang Alif Lam Mim. Satu minggu setelah itu ujian nasional dilaksanakan. Dan setelah ujian nasional selesai, liburan pun di depan mata. Hanya sesekali pergi ke sekolah. Tanpa berkirim surat dengan Alif Lam Mim. Tanpa mengirim pesan singkat dengannya melalui nomor Budi. Dan pada saat itulah aku menyadari, bahwa antara aku dengan Alif ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang tak pernah ku sebut dengan cinta secara gamblang. Hanya ku rsakan istimewa dan rumit, tapi aku menikmati setiap kerumitan demi kerumitan itu sampai hari ini.

in 7uQD

Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah CoretanWhere stories live. Discover now