Jogja dan Alif Lam Mim

17 0 0
                                    



Aku mengenal mu seperti aku mengenal Jogja

.....

Setelah pertemuan hari itu, aku menjadi seseorang yang menyukai Jogja. Hampir setiap tahunya aku mengunjunginya. Tak jarang lebih dari sekali aku datang menyambangi kota itu. Entah untuk suatu keperluan, atau hanya sekedar untuk menikmati keramahan di setiap sudutnya ataupun sekedar duduk berdiam diri di lautan pasir Pantai Parang Tritis.

Aku mengenal Alif Lam Mim seperti aku mengal Jogja. Semakin aku sering mengunjungi Jogja semakin aku ingin datang lebih sering ke kota Gudeg ini. Pun dengan Alif Lam Mim. Semakin aku mengenalnya, semakin aku ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Alif Lam Mim. Jogja seperti memiliki magnet yang mampu menarik ku untuik terus datang dan datang lagi. Seperti candu. Perlahan ku susuri kota yang selalu menyuguhkan damai bagi para pengunjungnya ini. Tak hanya Pantai Selatan dan Malioboro, aku mengunjungi tempat-tempat indah lainnya yang ada di Jogja. Dengan teman-temanku ataupun seorang diri. Dan selama itulah tak pernah lepas pikiranku tentang Alif Lam Mim. Jogja adalah Alif Lam Mim dan cerita klasik singkat pada satu mei 2011 silam. Masih terekam dengan sangat nyata, gambaran suasana ramainya Parang Tritis dan aku yang duduk menatap Alif Lam Mim yang sedang bermain bola, bagaimana saat aku hanya tertunduk malu karena ditinggal pergi oleh Alif Lam Mim dan rintik hujan di Rumah Jogja yang kemudian mengantarku untuk tiba di sini sekali lagi.

Malioboro selalu ramai dan sessak. Namun orang-orangpun tak jegah untuk tetap mengunjungi Malioboro. Untuk berburu oleh-oleh ataupun sekedar mencuci mata. Tamansari dan hawa mistik tradisional yang melekat di dalamnya, Gudeg Yu Djum yang dikenal oleh semua pengunjung Jogja, dan keindahan pantai-pantai yang ada di Gunung Kidul. Aku selalu datang bersama teman-teman, saudara atau keluargaku. Tapi aku selalu merasa bahwa aku hanya seorang diri. Merasakan kesunyian di dalam keramaian. Seolah tak menimati seutuhnya setiap perjalanan yang kulakukan.

Tak cukup hanya sehari dua hari seminggu bahkan sebulan untuk kita mengenali Jogja. Jogja terlalu luas untuk dikenal secara singkat dan dangkal. Jogja terlalu indah untuk didefinisikan dengan sembarang kata tanpa makna. Jogja istimewa dan tak terdefinisikan hanya skedar kata.

Suatu hari, akupun menulis puisi tentang jogja dan Alif Lam Mim. Banyak tulisan atau puisi yang ku tulis berkenaan dengan Jogja. Dan inilah salah satunya:

Jogja Adalah ..

Jogja adalah rumah

Jogja adalah jalanan

Jogja adalah pepohonan yang rindang

jogja adalah udara yang sejuk

Jogja adalah orang-orang yang ramah

Jogja adalah rindu

Jogja adalah kenangan

Jogja adalah cerita klasik

Jogja adalah,

KITA

.....

"besok aku akan ke Jogja. Ada urusan di sana."

Sent

"selamat menikmati Jogja kembali. Entahlah kapan saya bisa ke sana lagi."

By: Alif Lam Mim

"makanya pulang. Hehehe"

Sent

"salam saja untuk Rumah Jogja dan Pantai Selatan. Hehehe"

By: Alif Lam Mim

Kira-kira itu percakapan singkatku dengan Alif Lam Mim via SMS saat aku akan kembali mengunjungi kota Jogja di tahun pertama aku kuliah. Itu artinya satu tahun setelah pertemuan aku dengan Alif Lam Mim. Rumah Jogja dan Pantai Selatan bukan hanya tempat wisata biasa. Tapi ia telah menduduki tempat di hatiku sebagai tempat yang telah menyimpan cerita tentang aku dan Alif Lam Mim. Ingin sekali aku kembali mengunjungi ke dua tempat itu. Iya, pasti suatu hari nanti tidak hanya seorang diri aku datang ke sana. Tapi aku akan datang bersama Alif Lam Mim. Sepuluh tahun lagi. Entah aku akan menjadi seperti apa. Menjadi istri seseorang, menjadi Ibu ataupun menjadi Annisa yang masih mengagumi Alif Lam Mim secara diam-diam. Seperti Fatimah putri Nabi Muhammad yang menyimpan cintanya untuk Ali Bin Abi Thalib, kemenakan Baginda Nabi, khalifah ke empat setelah Abu Bakar, Umar Bin Khatab dan Utsman Bin Affan.

Sedari dulu aku selalu memimpikan cerita cintaku seperti cerita tokoh-tokoh dalam sejarah Islam. Seperti Nabi Adam dan Siti Hawa, yang dipertemukan lalu dipisahkan dan pada akhirnya mereka dipertemukan kembali. Meski mereka berjalan saling berlawanan arah. Atau seperti Zulaikha yang mencintai Yusuf. Ketika Zulaikha mampu memasrahkan segalanya kepada Allah, Allah justru mendekatkan Zulaikha kepada Yusuf. Namun yang paling aku idamkan adalah cerita cinta antara Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib, yang konon setanpun tak tahu jika mereka saling jatuh cinta secara diam-diam. Fatimah yang menolak lamaran Umar bin Khatab, yang memiliki kekayaan berlimpah. Dan diam-diam berharap bahwa yang datang melamar adalah Ali Bin Abi Thalib. Sedangkan Ali Bin Abi Thalib sendiri justru meragukan dirinya akan diterima oleh Rasulullah karena ia tidak memiliki harta kekayaan apapun.

Dan takdir Allah selalu indah pada akhirnya. Nabi Muhammad akhirnya menyuruh Ali Bin Abi Thalib untuk datang dan melamar Fatimah. Dan tidak disangka-sangka, Fatimah pun menerima lamaran dari Ali. Sungguh banyak teladan yang dapat kita ambil dari tokoh-tokoh dalam cerita nabi. Mungkin aku tidak sebaik Fatimah, tapi setidaknya aku hanya ingin berusaha meneladani sikapnya ketika ia jatuh cinta. Jatuh cinta diam-diam dan memasrahkan semuanya kepada Allah. Sedikit mengambil teladan dari Zulaikha.

......

Jogja dan Alif Lam Mim adalah kedua hal yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam hidupku. Aku mencintai Jogja dan memiliki keinginan sederhana untuk bisa tinggal di sana suatu hari nanti. Bersama Alif? Tidak. Aku tidak akan berharap banyak. Dengan menjadi bagian dari kota Istimewa itu pun sudah cukup bagiku. Karena dengan berada di sana, setidaknya aku pernah memiliki kenangan yaitu pertemuan antara aku dengan Alif Lam Mim. Untuk pertama kalinya dan mungkin untuk terakhir kalinya.

Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah CoretanWhere stories live. Discover now