Yang berbeda adalah yang terlihat indah seperti merah dan kuning pada Pelangi setelah hujan
.....
Hidup baru dan lembaran baru. Mungkin itulah ungkapan yang tepat untuk ku dan Alif Lam Mim. Pada akhirnya kami harus berjalan di jalan yang berbeda. Menjalanka pilihan hidup masing-masing. Mungkin saja pilihan itu berlawanan arah. Aku telah memasuki kehidupan dimana orang-orang yang berpikir berdasarkan logika dan rasional. Sedangkan Alif Lam Mim meneruskan langkahnya di Jalan Allah. Bukan, bukan berarti aku tidak berjalan di jalan Allah. Hanya saja orang-orang yang akan aku temui lebih beragam dibandingkan orang-orang yang ditemui Alif Lam Mim. Mungkin saja orang-orang yang ditemui Alif Lam Mim adalah orang-orang hebat keturunan Nabi Muhammad. Sedangkan aku, aku akan bertemu dengan mereka yang menjadi penganut hindu, budha, katolik, protestan, bahkan orang yang tidak mengakui keberadaan tuhan pun pernah ku temui.
Perbedaan menjadi terlihat sangat nyata diantara aku dengan Alif Lam Mim. Dari lingkungan hidup apalagi. Hal ini sering membuatku merasa minder untuk dapat terus bersahabat dengan Alif Lam Mim. Mungkin dari kesukaan, musik, buku bacaan, dan lain sebagainya. Jika dulu semasa sekolah Alif sering bilang padaku bahwa ia yang merasa minder berdekatan denganku, kali ini roda berputar terbalik. Aku yang merasa minder untuk terus bersahabat dengannya. Mungkin saja Alif Lam Mim akan bertemu perempuan-perempuan yang jauh lebih baik aqidah dan akhlaknya daripada aku. Sedangkan aku masih jauh kata baik itu dan aku hanya perempuan yang masih selalu belajar. Pengetahuanku tentang agama masih jauh jika dibanding dengan Alif Lam Mim.
Perbedaan antara aku adalah bagaikan langit dan bumi. Aku sebagai bumi dimana tempat manusia-manusia itu berbuat dosa dan mengingkari tuhannya. Sedangkan langit adalah tempat suci dimana para malaikat berdoa dan bertasbih kepada tuhannya. Persahabatan antara aku dengan Alif adalah hubungan persahabatan yang pebuh perbedaan. Namun karena perbedaan itulah yang mengantarku sampai dengan hari ini. Ratusan bahkan ribuan hari telah terlewati setelah 1 Mei 2011 di Rumah Jogja.
Jika akhir pekan tiba, berderinglah telpon di meja. Terdengar parau suara Alif Lam Mim, mungkin dia sedang sakit. Mungkin saja Alif Lam Mim tengah duduk di atas Menara Kecap yang ada di Puncak Bogor. Mungkin saja Alif Lam Mim sedang berjalan-jalan menikmati sejuknya udara di Taman Nusantara Bogor. Mungkin saja, Alif Lam Mim sedang diam mengurung diri di kamar berjuang menghafalkan ribuan ayat-ayat suci Al Quran. Dan aku, lalu aku, aku akan selalu mendengarkan dengaan seksama. Mengangguk jika harus menjawab iya dan menggeleng jika jawabannya adalah tidak. Meskipun aku tahu, Alif tidak akan pernah melihat aku yang bertindak seperti itu. Kemudian akan tiba waktunya aku bercerita, tentang aku dan tugass-tugas kuliahku, aku yang kadang merasaa putus asa jika tengah menghafal ribuan huruf Kanji yang melingkaar-lingkar, atau aku yang hamper tak punya waktu untuk tidur karena harus mengikuti berbagai macam rapat untuk persiapan berbagagai macam acara. Dan mungkin, Alif jugaa akan mengangguk atau menggeleng ketika aku bertanya.
Bhineka tunggal ika adalah semboyan Indonesia. Meskipun terdiri dari berbagai macam suku namun tetap satu Indonesia. Kerasnya suara-suara orang Batak dan halusnya tutur kata orang jawa. Ada si hitam manis dari papua dan ada neng geulis dari tanah sunda. Dan di dalam cerita ini, ada Alif Lam Mim yang mencintai Al Quran dan Annisa yang pernah jauh dari tuhannya. Itulah perbedaan, itulah harmoni. Seperti melodi, musikpun tak akan terdengar indah jika hanya diciptakan dari notasi yang sama.
YOU ARE READING
Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah Coretan
RomanceBila dunia hanya dalam sebuah coretan, apa yang ada di benakmu ketika mendengar kalimat itu? Alam semesta yang begitu luas ini, ternyata hanyalah seluas kertas yang berisi goresan-goresan tinta cerita kehidupan anak manusia. Goresan tentang kehidupa...