Bukit Cemara, "090914"

11 0 0
                                    



Januari 2017

"Bela, kita ke Bukit Cemara yuk"

"Mau ngapain? Kan sudah jadi perumahan yang lebih besar sekarang".

"ya gak apa-apa. Main saja"

Lalu aku dan Bela bergegas menuju Bukit Cemara yang letaknya juga tak jauh dari kost Bela yang sekarang. Bukit Cemara adalah Rumah yang memiliki macam-macam cerita bagi setiap penghuninya. Untuk ku dan Pak Pos berjaket kuning, untuk Putrid dan kenangan buruknya, untuk Melani dan cerita bahagianya, untuk Anis dan kenangan manisnya dan untuk Bela Ratna dengan tanpa kenangannya.

Kembali mengingat hari itu. Pada suatu sore, aku yang masih duduk manis di Crop Circle Kampus Budaya dikagetkan dengan getaran-getaran tanda SMS dari Hp. Sengaja tidak segera dibuka karena sedang rapat untuk persiapan Green Action yang akan mengundang Nugie sebagai Duta WWF untuk Indonesia.

"oke, kita cukupkan untuk rapat pada sore ini. Kalau ada apa-apa silahkan hubungi kak Annisa atau bisa langsung kepada saya." Milla menutup rapatnya sore itu dengan manis. Dan ternyata, menjadi semanis soreku pada permulaan September 2014 silam. Milla berlalu, dan aku segera membuka pesan-pesan singkat dari penghuni Bukit Cemara. Ternyata mereka semua menyuruhku untuk segera kembali ke kontrakan. Tidak biasanya seperti ini.

Tanpa menduga-duga apapun, aku segera melaju ke Bukit Cemara. Sekitar sepuluh menit aku tiba di rumah. Seluruh penghuni telah duduk manis di ruang tamu dengan wajah berseri-seri. Aku semakin heran.

"ada apa sih?' tanyaku keheranan.

"gak usah banyak omong. Nih buka!" Putri datang dari kamar sambil menyodorkan sebuah bingkisan yang cukup besar kepadaku. Aku semakin penasaran. Begitu aku membuka bingkisan itu ternyata ini adalah sebuah paket yang datang dari Pulau Sebrang. Aku terkejut membaca nama pengirim paket tersebut. Alif Lam Mim. Semakin tak sabar untuk mengetahui apa isi yang ada di dalamnya. Dengan hati-hati aku membuka isi bingkisan tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah buku agama, dan pop up bertuliskan ucapan selamat ulang tahun. Detail, namun rapi. Aku yakin ini adalah buatan tangan Alif Lam Mim. Teman-temanku histeris melihat apa yang ada di tanganku. Mereka terkejut tidak menyangka Alif akan melakukan hal semanis ini. Alif Lam Mim yang selama ini tidak pernah terlihat nyata, hanya melihat namanya yang sering muncul di layar HP ku ketika hari sabtu, dan sesekali mendengar dengan samar percakapan antara aku dengan Alif. Dan pada sore ini, sebuah kiriman atas nama Alif Lam Mim mendarat dengan manis bersama Pak Pos berjaket Kuning di Bukit Cemaara. Sekali lagi, aku membuat perempuaan-peremouan di sekelilingku histeris dan iri terhadapku karena memiliki laki-laki sederhana tapi selalu mampu membuatku merasa istimewa.

.....

Maka pada sore ini, hampir tiga tahun setelah kedatangan Pak Pos itu aku ingin datang mengunjungi Bukit Cemara sebentar saja untuk mengenang Alif Lam Mim. Sebelum aku meninggalkan Semarang setelah wisuda nanti. Gerimis menjadi pemanis sore hariku pada saat itu, ditemani Bela aku duduk di ayunan yang ada di taman perumahan Bukit Cemara. Sedikit berharap, mungkin Pak Pos akan datang pada tahun berikutnya atau mungkin saja sebentar lagi akan dataang mengantar kiriman dari Alif Lam Mim. Sekali lagi, semua itu hanya ada di dalam khayalanku semata.

.....

Januari berlalu. 25 Januari 2017, akhirnya aku berhasil mengikuti wisuda setelah berbulan-bulan berperang dengan tugas akhir. Pernah aku hampir putus asa dengan tugas akhir itu, karena tak kunjung juga mendapatkan buku teori yang tepat. Dan pada saat itulah, Alif datang menyemangati. Meski ia tak pernah tahu dan tak tahu menahu tentang tugas akhirku. Dan bagiku, dukungan Alif Lam Mim sudah sangat cukup untuk kembali mendongkrak semangatku untuk menyelesaikan tugas akhir.

Beberapa bulan sebelum wisuda, aku telah memberitahu Alif Lam Mim. Berharap dia akan datang ke wisudaku, tapi tentu saja hal itu tak akan pernah terjadi. Hal itu hanya akan selalu ada dalam khayalanku saja. Tapi sekali lagi, dialah Alifku. Tepat semalam sebelum hari wisuda, Pak Pos berjaket kuning kembali datang ke rumahku. Sekali lagi ia mengantarkan sebuah kiriman yang datang dari Pulau Sebrang. Kiriman itu datang dari Alif Lam Mim. Kali ini berisikan buku biografi tentang seseorang yang paling disayang tuhan. Seseorang yang menjadi kekasih tuhan. Bersama sepucuk surat ucapan selamat darinya, yang membuatku menangis terharu biru.

25 Januari 2017

Assalamualaikum, bermula dari pesanmu beberapa waktu yang lalu. Mengabarkan kau akan wisuda pada hari ini. Aku turut berbahagia atas pencapaian itu. Semoga, semua yang telah kau pelajari akan bermanfaat untuk mu dan orang-orang yang menyayangimu. Maafkan aku, jika telah menumbuhkan harapan-harapan kecilmu bahwa mungkin saja aku akan datang menghadiri hari bahagiamu itu. Dan saat tiba harinya, maaf. Lagi-lagi aku tak hadir menemuimu. Tapi hanyalah sepucuk surat ini yang datang, beserta ucapan selamat dan doa harapanku untuk keberhasilanmu. Tahun ini, memasuki usia ke tujuh perkenalan kita. Dan genap enam tahun sudah kita tidak berjumpa. Banyak hal yang sudah dipastikan berbeda dengan 7 tahun silam. Dan wajar, jika salah satu dari kita menyimpan rindu dan sedikit keinginan untuk bertemu. Jika kau bertanya kapan? Saya pun tidak akan mampu menjawab. Dari saya, hanya untaian-untaian doa untukmu agar selanjutnya kau dipertemukan dengan orang-orang yang amanah dan menuntunmu ke jalan yang lebih baik.

Sekali lagi, selamat atas wisudamu. Semoga Allah masih memberi kesempatan untuk kita bertemu sekali lagi.

Salam Sahabat Pena

Alif Lam Mim

Bukan lagi di Bukit Cemara aku mengenang Alif Lam Mim. Tapi kini, Alif Lam Mim telah memasuki semua bagian hidupku, baik ketika senang ataupun sedih. Seperti Oase yang akan melepas dahaga di gurun pasir. Keehadirannya begitu menyejukkan. Sesekali dia membuatku menangis. Tapi lebih dari sekali dia membuatku merasa istimewa.

Hari demi hari, dan minggu berganti bulan, musim memang masih tetap pada musim penghujan. Tapi tahun telah berganti. Lembaran baru kehidupan harus dimulai. Jauh-jauh hari, sudah ku pikirkan tentang lamaran ke dua pria itu. Tak lagi gelisah aku karenanya. Hanya perlu waktu untuk memantapkannya. Setiap keputusan pasti aka nada resikonya. Kemarin, aku hanya mengulur waktu untuk menghadapinya. Maka hari inilah saatnya semua dimulai dengan bismillah. Dalam hati, ku takan dengan mantap. Tuhan, sertailah aku dan setiap keputusanku.

R

Bila Dunia Hanya Dalam Sebuah CoretanWhere stories live. Discover now