1

57.2K 1.2K 6
                                    

Di dalam ruangan yang bisa di bilang ruangan dengan ukuran cukup kecil, hanya tersekat dengan sebuah tirai yang membagi ruangan tersebut. Dan dibagian yang tersekat saat ini ada seorang wanita tengah mengenakan kebaya berwarna putih. Rambutnya di Cepol wajahnya dirias. Layaknya seorang pengantin.

Yah.... Memang wanita itu akan menikah. Tapi tidak terlihat sama sekali raut bahagia di wajahnya. Seakan wajahnya itu terlihat mengatakan tentang begitu banyak kesedian yang di pendam

"Mbak nya , jangan nangis terus nanti riasannya gak selesai-selesai. Kalau mbak nya terus nangis" tegur si perias

"Maaf....." Ucapnya sambil menyeka air matan di pipi yang seakan tak mau berhenti

Walau mencoba untuk tidak menangis dan meyakinkan pada dirinya tentang keputusan yang telah diambil. Apa lagi ini sudah jadi keputusan dan pilihannya.

Entah pilihannya ini benar atau salah.
Tapi.... Tidak ada waktu lagi untuk mundur semuanya sudah terlambat jika ingin mundur, hanya tinggal hitungan jam, maka semua akan berubah. Begitu juga dengan kehidupannya.

Dia juga sadar tidak ada waktu lagi untuk mundur atu mengubah situasi yang ada sekarang hanya maju kedepan menerima semua yang sudah di depan mata. Tanpa perlu menoleh kebelakang dan bertanya pada hatinya. Yang hanya akan membuatnya ragu untuk maju

Dia sadar keputusan ini terpengaruh pada seseorang yang ada di balik tiarai pemisah. Dimana disanaada orang yang sangat mengharapkan semua ini terjadi, dan sekali lagi untuk kesekian kali dia harus egois pada hatinya. Mencoba membunuh perih dan tetap tersenyum walau rasanya sakit...

Tik... Tik.... Tik... Bunyi bunyian seperti itu yang saat ini tengah mendominasi ruangan tersebut. Suara beberapa mesin yang berguna untuk menopang hidup seseorang yang Ada di balik sekat pemisah.

"Selesai...wah. mbak nya cantik banget, eke jamin suaminya bakalan betah deh kalau binik-nya cantik begindang" " Kata si perias sambil merapihkan beberapa alat riasnya. Sebelum pergi meninggalkan si calon pengantin yang masih duduk di depan cermin yang masih membisu tanpa sepatah kata pun

"Gak! Kamu jangan nangis, ini semua udah jadi pilihanmu, jadi jangan menangis. Ingat ini semua untuk mama!. Untuk kesembuhan mama!" guamanya yang seakan menguatkan hatinya sendiri saat ini. Yang tengah menjerit dan menangis darah, tapi tetap dia tidak ingin mendengar jeritan hatinya. Mencoba untuk tidak perduli pada perasaanya. Mencoba untuk egois dengan hatinya sendiri

" Kak.." sebuah suara yang memanggilnya dengan sebutan kakak membuat lamunannya berakhir

" Ada apa Cinta.." jawabnya singkat dengan tone suara yang di buat sebiasa mungkin, walau tak akan sama.

" Apa kakak yakin mau melakukan semua ini..?!" Seseorang yang memanggilnya Kini bertanya kembali. Dan perlu di garis bawahi bahwa seseorang yang memanggilnya tadi adalah perempuan

"Pikirkan sekali saja lagi. Ini masih ada waktu kak"pintanya yang kini menggenggam tangan kakaknya

" kakak, sudah memutuskan semua ini dan kakak juga sudah janji sama mama untuk memenuhi apa keinginnan mama.." ucapnya yang mencoba meyakinkan seseorang yang jadi lawan bicaranya. jika apa yang dilakukan saat ini pilihan yang terbaik atau mungkin adalah satu-satunya pilihan yang dimilikinya

" Tapi.... apa kakak yakin? mau menikah dengan orang itu...?" tanyanya lagi yang kali ini mengatakan kalau pilihan ini adalah pilihan yang paling tepat, mungkin atau malah sebaliknya.

" Kakak harus yakin dengan semua ini. jika dengan semua ini bisa membuat mama senang. Maka kakak, akan melakukannya.." jawabnya untuk kesekiana kalinya dan untuk kesekian kalinya harus membohongi hati kecilnya, yang terus mengatakan bahwa dirinya berdusta.

He Is My Husband (Selesai season 01)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang