Why baby smells good?
[Winona] I'm just one call away if you need to talk.
BERSELISIH paham dengan Winona bukan hal baru bagi Aries. Ada perdebatan yang selesai di satu waktu, ada juga yang harus melalui hitungan hari.
Kali ini, Aries memilih yang kedua. Jaga jarak.
Aries meletakkan ponselnya di atas dasbor saat lampu lalu lintas berganti hijau. Kemudian dia membawa mobil ke sebuah belokan yang memisahkannya dari jalan raya. Gedung perkantoran dan kendaraan yang hilir-mudik di sekitar mobilnya perlahan berubah menjadi rumah-rumah berpagar tinggi. Luas jalan yang disusuri pun menyempit; menyisakan ruang hanya untuk dua mobil sedan.
Beberapa belokan dan tanjakan kemudian, Aries berhenti di depan rumah dengan gerbang berwarna cokelat tua. Aries membunyikan klaksonnya tiga kali dan tak lama berselang, gerbang terbuka. Seorang satpam menyambut kala dia memasukkan dan memarkirkan mobil di depan garasi.
"Oi, man." Leo muncul dari pintu utama dan menuruni tangga dalam langkah-langkah cepat. "Gue kira lo bercanda waktu SMS mau ke sini buat bawa adonan piza."
Aries membuka jendela mobil, lalu menyerahkan pesanan Leo.
"Lo ke rumah gue bukan cuma buat antar ini, kan?" Tangan Leo menahan jendela mobil yang nyaris Aries tutup. "Masuk."
Lantas, Aries mengambil jaket dan kunci mobil mobilnya. Dia menatap sejenak ponsel yang masih tergeletak di atas dasbor, sebelum memutuskan untuk meninggalkan benda itu di sana.
*
Rumah Leo tidak banyak berubah sejak kali pertama Aries mengunjunginya empat tahun lalu. Bergaya minimalis modern, dengan sentuhan warna krem dan cokelat, serta aksen abu-abu dari bebatuan alam yang menghiasi tiang dan jalan setapak. Bedanya, kini suasanya hunian tersebut lebih hidup berkat kehadiran Elara, putri Leo dan Ghina, yang baru menginjak usia dua tahun.
Bahkan Aries dapat merasakannya begitu dia melangkah masuk ke dalam rumah.
"Ela, Elara-oh, hai, Aries," sapa Ghina-dalam balutan daster-sambil mengejar putrinya yang kini berjalan cepat ke arah Leo dan Aries. Langkah-langkah kecilnya yang masih tertatih mengundang pekikan panik dari sang ibu.
Salah satu kaki mungil Elara lalu tanpa sengaja menyandung tumit.
Dengan sigap, Aries membungkuk dan menggunakan tangannya untuk menahan tubuh Elara sebelum dia terjerembap.
Ghina terkesiap. "Elara. Elara sayang...."
"Enggak apa-apa, dia cuma kaget." Leo, yang berdiri di belakang Aries, memastikan seraya mengelus puncak kepala Elara untuk menenangkannya. "Aries, tolong gendong Elara."
H O W. Aries kurang berpengalaman dalam hal ini walau dia tidak benci anak-anak. Dia sering bertemu anak-anak dari teman-temannya, tetapi jarang mengelus, apalagi sampai menggendong seperti yang Leo minta sekarang. Tindakan yang Aries lakukan tadi juga refleks, jadi dia tidak menyangka akan berakhir seperti ini.
"Angkat pelan-pelan," Leo mengarahkan. Kemudian, setenang mungkin Aries mengikuti arahan sahabatnya sampai berhasil menempatkan Elara di dadanya. Sementara itu, Ghina mengamati dengan tatapan waspada. "Sorry bikin repot. Kalau Elara kaget dan tiba-tiba dipindahkan, dia bisa nangis dan susah berhenti."
Aries mengangguk. "Sampai kapan gue harus kayak gini?"
"Sampai... dia tenang." Leo mencebik. "Enggak usah kaku. Itu anak gue, bukan bom."
"Maaf, tapi makasih, Aries. Elara baru bisa jalan. Makanya dia suka muterin rumah kayak tadi." Ghina mengarahkan pandangannya pada kantung yang dibawa Leo. "Itu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nights with Aries
RomanceAries menyodorkan empat pak pembalut kepada kasir. "Buat istrinya, ya, Mas?" "Iya." Aries punya kehidupan normal dari pukul enam pagi sampai enam sore. Di luar jam itu, ada kisah-kisah tak terduga menantinya setiap malam. *** © 2016 Erlin Natawiria