Yasmin P.O.V
Pulang sekolah langsung kerumah. Biasa anak alim. Sesampai didepan rumah, keadaan tidak seperti biasanya, tidak ada Pak Cecep yang biasanya selalu membukakan gerbang untukku, Bi Ani yang selalu menyambutku pulang sekolah, para pembantuku yang selalu meramaikan isi rumah.
Tapi kini terbalik, mobil yang biasanya terparkir didepan rumahpun menghilang, rumah serasa sepi, bahkan perabot didalam rumahpun hampir kosong hanya beberapa lukisan dan benda-benda pribadi lainnya.
"Yasmin kamu sudah pulang?" Aku yang baru saja tiba dirumah sudah mendapatkan sambutan dari mamahku.
Mamahku menghampiriku dengan senyuman yang melekat dibibirnya, tapi senyuman yang kulihat sekarang tidak seperti senyuman yang biasa kulihat dihari-hari sebelumnya. Seperti ada sesuatu dibaliknya.
"Ada apa mah?" Tanyaku to the point pada mamah yang sudah berada didepanku.
"Yasmin sebaiknya kamu mandi dan istirahat dulu, kamu pasti capek." Ujar mamahku lembut sambil mengusap rambut belakangku.
"Pasti ada sesuatu kan mah, kasih tau Yasmin." Ucapku dengan nada khawatir. "Sesuatu apa sayang?" Tanya mamahku masih dengan nada lembut.
"Ini? Kenapa benda-benda yang ada dirumah gak ada, terus pembantu-pembantu pada kemana?" Tanyaku sambil menunjuk seisi rumah.
"Ayah sudah menjual semuanya dan memecat mereka semua." Tiba-tiba saja suara ayahku terdenger jelas ditelingaku. Ayahku kini turun dan mendekat kearahku.
"Yasmin gak salah denger?" Tanyaku dengan nada menuntut sambil menatap ayah.
Ayah lalu menghembuskan napas kecil, tampak dari mukanya ayahku kelihatannya tampak sedang gelisah. Kemudian ayah melihat mamah sejenak, mamah tampak menganggukan kepalanya. Ayah kembali menatapku dengan wajah yang tertekan.
"Kita akan pindah minggu depan." Perkataan ayah membuat mataku membulat sempurna, tidak mungkin kita akan pindah begitu saja.
"Wah, ayah ternyata jago juga ngelawak, haha... lucu, lucu." Ucapku sambil pura-pura tertawa, tetapi kelihatannya ayahku masih menatapku dengan wajah datar.
"Ayahmu serius Yasmin." Ucapan mamahku membuatku mengehentikan tawa dan langsung menatap ayah dalam.
"Ayah bercanda kan, ini gak lucu yah."
"Yasmin, ayah sudah benar-benar putus asa. Ayah sekarang sudah bangkrut, ayah benar-benar sudah tidak punya uang. Pekerjaan ayah sedang kacau, ayah sudah berusaha semampunya tapi ini salah satu cara agar menyelamatkan kehidupan kita." Jelas ayahku lirih.
"Tapi ayahkan punya banyak perusahaan-perusahaan, tanah, saham, gak mungkin tiba-tiba aja ayah bangkrut, gak mungkin yah!" Ucapku dengan mata yang sudah mengeluarkan air mata.
"Perusahan ayah terlilit hutang dengan jumlah besar. Lebih besar dari gaji ayah selama ini, maka dari itu ayah harus menjual semua yang ayah miliki. Mengertilah keadaan ayahmu ini Yas." Ucap ayahku tak kalah menatapku dalam.
Aku tak sanggup mendengarnya, ini tidak mungkin terjadi. Kenapa harus ayah yang menanggung beban semua ini. Aku menundukan kepala sambil sesekali mengusap air mata.
"Ayah sudah menjual rumah ini, lusa kita akan segera pindah kerumah nenekmu, juga termasuk sekolahmu."
Aku mendongkakkan kepala dan menatap ayah tidak percaya, sekolah?
"Maksud ayah, Yasmin akan ninggalin semua temen-temen Yasmin gituh yah" Yasmin gak mau yah!" Ucapku memohon pada ayah ditambah dengan isakan tangis.
"Terimalah Yasmin, kau harus mengerti keadaan keluarga kita sekarang ini, Kita bukan lagi orang kaya, kamu tidak bisa belajar disekolah yang elit lagi, sekarang kita akan mencoba hidup sederhana." Tambah mamahku sambil mencoba membuatku tenang.
"Ayah janji, akan membayar semua kesalahan ayah. Yasmin juga nanti bakalan hidup dan sekolah seperti biasanya. Ayah janji." Ucap ayahku sambil memegang kedua pundakku.
"Yasmin ngerti yah..." Jawabku sambil menatap ayah dengan mata yang memerah.
"Ayah memang sudah tidak memilik uang lagi, ayah sudah tidak memiliki perusahaan dan mobil mewah lagi. Tapi ayah masih punya anak dan istri ayah, ayah yakin kalian tidak akan pergi dan kita akan tetap bertahan." Ayahku kini sudah memelukku dengan erat, dan aku hanya bisa merasakan kehangatan itu.
"Kita akan tetap bersama, ayah sayang kalian semua." Ucapan ayah membuat mamahku memelukku juga.
"Yasmin juga sayang kalian berdua." Ucapku disela pelukanku.
Hanya kehangatan dan kenyamanan yang kini aku rasakan. Aku tak menyesal kehilangan tahta ataupun uang, yang paling terpenting aku tidak akan kehilangan keluargaku. Mungkin tuhan sedang memberikan cobaan pada keluargaku, dan tuhan juga pasti sudah merencanakan sesutu yang lebih baik dari ini.
"Yasmin akan bantu ayah nanti, Yasmin juga akan mencoba bersikap lebih mandiri tanpa bantuan pembantu. Yasmin sekarang sadar mah, yah, Yasmin tidak akan mengecewakan kalian berdua."
Kini mereka berdua melepaskan pelukannya "kakak bagaimana?" Tanyaku pada mereka yang baru kuingat bahwa kakaku sudah mengetahuinya kejadian ini atau belum.
"Kakakmu belum pulang tetapi kakakmu sudah mengetahuinya terlebih dahulu, jangan khawatir."
Mendengar ucapan itu aku makin tenang. Yasmin pasti kuat, Yasmin pasti bisa ngadepin ini semua. Yasmin bisa!
*
Hari ini hari selasa, berarti tinggal enam hari lagi aku bersekolah disini karena hari seninya aku tidak akan tinggal dan belajar lagi disini. Aku berencana tidak akan memberitahukan kepada mereka, takutnya mereka akan bersedih apalagi kepada tiga temanku yang satu ini Gilang, Sarah dan Ivan.
Pelajaranpun berlangsung, aku belajar seperti biasa seperti tidak akan terjadi apa-apa. Tetapi entah kenapa aku akan merindukan semua ini.
Kutatap ruangan kls ini, banyak sekali kenangan dan cerita dibaliknya, apakah aku sanggup melupakannya, oh ralat aku akan selalu mengingat semua kenangan bahagia atapun pahit bersama kalian. Takkan pernah kulupakan.
Tak terasa air mataku jatuh kepipiku, aku langsung menyusutnya dengan cepat jangan sampai Sarah mengetahui bahwa aku sedang menangis. Aku menundukan kepalaku mencoba mengecek apa tetesan bening itu sudah tidak terlihat lagi.
Bapak guru sedang menerangkan didepan dengan dibarengi candaan. Aku hanya terdiam melihat murid-murid lainnya yang sedang tertawa lepas. Begitu bahagianya mereka, apakah mereka mempunyai masalah sama sepertiku, atau mereka sangat pandai menyembunyikannya.
Kring....
Bel pulang berbunyi, semua murid langsung berbondong-bondong meninggalkan kls. Aku yang tengah membereskan peralatan tulisku tak sengaja melihat Gilang yang sudah berada didekatku.
"Yasmin, let's go home?" Ucapnya langsung padaku sambil memandangiku. Aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.
Kami pulang bersama, selama perjalanan kami saling diam. Memang aku sedang tidak ingin banyak bicara, pikiranku sedang terbebani. Gilang yang ada disampingku beberapakali menoleh kearahku, tapi kuabaikan saja pura-pura tidak mengetahuinya.
Lalu Gilang menghentikan langkahnya yang membuatku mengentikan langkahku juga. Aku menatap Gilang dengan tatapan bertanya.
"Yas lo kenapa?" Tanya Gilang sambil melihat kearahku. "Gak papa." Jawabku berbohong.
"Justru kata orang-orang, gak apa-apa itu ada apa-apa. Jujur Yas." Tanya Gilang yang sekarang memegangi kedua pundakku dan menunggu balasanku. Aku hanya menundukan kepala, takut bila Gilang mengetahui masalahku.
Gilang yang menunggu balasanku, lalu melepaskan salah satu tangannya dari pundakku lalu beralih mengangkat daguku dengan tangannya agar ia bisa menatapku dengan jelas "Gue tau pasti lo lagi ada masalah."
Degh!
************************************
Konflik udah ada berarti bentar lagi cerita ini udah mau end dong. Yes!
Lagi bingung nih sama endingnya, tapi nanti liat aja ya. Juga jangan jadi silent readers ya!
Vote and comment!

KAMU SEDANG MEMBACA
Fly High [END]
Novela JuvenilAre you gonna fly high? Or are you gonna fall? Amazing Photo and motivation by Helius-kun on devianArt google