Choice

165 36 2
                                    

Gilang yang memang lebih tinggi dariku membuatku harus mendongkak untuk melihatnya.

"Tatap gue."

Aku mencoba untuk mencuri pandangan lain, tapi tetap saja Gilang memaksaku untuk menatapnya. Kalau begini caranya aku tak bisa menyembunyikan masalahku darinya.

"Yas kita kenal udah lama, masa lo masih nyembunyiin sesuatu dari gue." Ucap Gilang sambil menatapku.

"Bukan apa-apa Lang, percaya sama gue." Ucapku mencoba merahasiakan masalahku dari Gilang.

"Lo bisa ngebohongin temen-temen lo seperti gak terjadi apa-apa. Tapi gue, lo gak bisa ngebohongin temen yang satu ini."

"Lo yang harus percaya sama gue." Tambahnya lagi. Sepertinya sia-sia untuk menyembunyikan darinya kalau nantinya akan tau juga.

"Ayah gue Lang..." Ucapku berusaha menahan air mata.

"Kenapa sama ayah lo?" Tanya Gilang penasaran menunggu kelanjutannya.

"Ayah gue bangkrut Lang, dan gue harus pindah dari sini." Ucapku tak bisa lagi membendung air mata.

"Maksudnya lo bakalan pindah dari sini, lo bakalan ninggalin gue?!" Tanya Gilang meyakinkanku sekali lagi.

"Lo gak budeg kan? Gue bakalan ninggalin sekolah sama semua temen-temen gue disini." Ucapku mencoba tidak kelihatan lemah didepan Gilang.

"Lo juga bakalan ninggalin gue juga?" Tanya Gilang sambil menujuki dirinya sendiri.

"Lo temen gue atau bukan?Kalo temen gue sih berarti iya." Jawabku dengan suara parau.

Gilang lalu mencoba mengusap air yang jatuh dipipiku. Gilang tampak tak menyetujui dengan semua ini.

"Udahlah jangan nangis lagi, ntar air mata lo abis lagi." Canda Gilang mencoba menghiburku.

"Emang air mata bisa abis?"

"Ya enggaklah, lo gimana sih emang air mata bisa dibeli diwarung-warung kek air mineral." Balas Gilang yang membuatku kembali tersenyum lagi.

Ini yang aku suka dari Gilang. Dia adalah orang yang bisa ngerubah suasana mendung kembali menjadi terang, membuatku bisa melupakan masalahku sejenak.

"Yas gu-gue mau jujur sama lo." Disela tawanya Gilang katanya mau bilang sesuatu sama gue.

"Gu-

"YASMIN!"

Tiba-tiba aja perkataan Gilang terpotong karna Alex yang datang dari arah belakang. Dengan spontan kami berbalik melihat kesumber suara.

Alex berlari kecil kearah kami berdua. Setelah Alex sudah berada didepan aku dan Gilang, Gilang malah berpamitan untuk pulang duluan. Kini tersisa hanya aku dan Alex.

"Apaan? Kan perjanjian gue sama lo udah kelar." Tanyaku padanya yang tampak setengah ngos-ngosan.

"Gue cuman mau bilang makasih buat waktu itu." Ucapnya setelah mengatur kembali nafasnya.

"You don't have to say it."

"Mata lo kenapa merah, lo abis nagis? Lo diapain Gilang?" Tanyanya dengan tatapan menyelidik.

"Enak aja kalo ngomong, ini gue kelilipan you know!" Ucapku seolah-olah tidak ada masalah dan mencoba mencari alasan.

"Lo mah bintitan namanya, sok sok an kelilipan, elah. Enggak beneran lo kenapa?" Tanyanya yang kini berubah menjadi serius.

"Oke. Gue mau pindah dari sini, happy now?" Setelah itu aku langsung berbalik berniat untuk meninggalkannya, tetapi sesuatu menahan tanganku.

"Lo lagi gak ngelawak kan, sumpeh ini gak lucu tau gak." Ternyata Alex yang menahanku.

Fly High [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang