[17] Pertemuan

2K 119 9
                                    

[VotMen Please]

Sudah setengah jam Erza berkutat di depan cermin. Memperhatikan penampilan dirinya, mulai dari pakaian santai yang dia kenakan, celana hitam serta rambut hitam yang sudah tertata rapi.

Jantungnya berdegup sangat kencang, bahkan dia sama sekali tidak menyangka kalau hari ini akan tiba. Hari dimana dia akan bertemu dengan gadis pujaannya

Sedangkan jauh disana, gadis dengan identitas Bunga duduk termenung di depan cermin rias. Tanpa memperdulikan riasan di wajah yang sudah mulai memudar menghiasi wajah cantiknya. Dia melirik sekilas melihat ponsel berlogo LG. Sejak kejadian beberapa hari lalu dimana Bunga meninggalkan dirinya ke Bali, tidak sekalipun sang kakak menanyakan kabarnya. Bagaimana keadaannya? Bagaimana rencana perjodohannya?  Tidak ada satu katapun yang dia tanyakan.

Tanpa senyuman, Vania meraih ponsel. Membuka icon galeri, terdapat beberapa gambar dirinya yang tersenyum manja menghadap kamera dan beberapa gambar bersama Bunga dulu. Dia rindu semua itu, merindukan semuanya.

Dia rindu dengan identitas aslinya sebagai Vania. Meskipun baru beberapa hari dia menjadi Bunga, dia merindukan jati dirinya yang sesungguhnya. Jati diri sebagai Vania, dimana dia bisa tertawa bebas, bersikap manja kepada Papi dan Mami, berpakaian layaknya seperti seorang gadis kecil, dia merindukan semua itu.

Tidak seperti sekarang, dia berperan sebagai Bunga yang dewasa. Berpenampilan tidak sesuai dengan keinginan hatinya, menjaga cara bicaranya, menghilangkan sikap manjanya yang selalu menjadi ciri khasnya selama ini, semua penuh dengan kepura-puraan.

Kriieettt

Suara decitan pintu terdengar jelas ditelinga Vania, dari ekor matanya dia dapat melihat pria paruh baya berjalan mendekatinya. Vania meletakkan kembali ponselnya di tempat semula.

"Maafkan Papi Bunga, saat itu Papi tidak bermaksud untuk memarahimu. Hanya saja... Papi tidak habis pikir, kamu rela mendorong adikmu hanya karena dia menolak keinginanmu. Bukankah kalian dulu sangat kompak? Dan kamu... sangat menyayangi Vania, tapi... kenapa belakangan ini kalian..." pria paruh baya itu menarik nafas dalam, melihat Vania terus menundukkan kepala. Sama sekali tidak menatap dirinya dari balik cermin rias. "Papi tahu, kamu marah sama Papi. Tapi, bersiap-siaplah karena sebentar lagi calon suamimu akan tiba. Papi pastikan Bunga, kamu tidak akan menyesal menerima perjodohan ini" tidak ada jawaban dari putrinya, dia menepuk lembut pundak Vania dan berlalu meninggalkannya dikamar.

Hik...hik...hik...

Tumpah sudah air mata yang dia tahan beberapa jam lalu setelah kepergian papinya. "Kenapa Papi tidak mengenaliku... aku Vania Papi, bukan Kak Bunga..."

❤❤❤❤❤

"Kamu sudah siap sayang? Ayo kita turun. Temui keluarga calon suami kamu, mereka sudah tiba setengah jam yang lalu" tidak ada jawaban dari Vania saat Aileen mengajaknya bicara. Dia masih terduduk di depan meja rias, menundukkan kepala. "Mami tahu kamu tidak menginginkan perjodohan ini, tapi percayalah pada Mami... kamu tidak akan menyesal menerima perjodohan ini" Aileen membantu Vania berdiri, mengajaknya berjalan disebelahnya.

Menyusuri anak tangga setapak demi setapak, masih dengan menundukkan kepala mengikuti langkah Maminya.

Langkah mereka terhenti tepat di ruang tamu. Naufal, Roland, Erza, Kenzo dan Farrel berkumpul disana. "Bunga, ayo duduk di sini" perintah Naufal, masih belum menyadari kehadiran pria yang duduk berhadapan dengan papinya saat ini.

"Bunga, kenalkan dia Erza calon suami kamu. Dan Erza - "

Perlahan, Vania mengangkat kepalanya. Ingin tahu pria seperti apa yang akan dijodohkan dengan dirinya? Bukan, lebih tepatnya dengan kakaknya.

[01] Cinta Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang