[26] Kecewa

2.7K 152 26
                                    

[VotMen Please]

Siang itu, Revaldo yang baru saja mengetahui Bunga kembali ke Jakarta secara mendadak langsung meluncur ke Jakarta tanpa sepengetahuan keluarganya. Dia benar-benar tidak perduli dengan semuanya, jika itu berhubungan dengan Vania. Dia yakin sekali, jika Bunga kembali ke Jakarta memiliki rencana baru untuk menyakiti Vania. Dan Vania? Dengan polosnya atau dia benar-benar bodoh? Akan mengalah begitu saja sesuai keinginan Bunga.

Selain tidak perduli dengan keluarganya, dia juga tidak perduli dengan kepercayaan papanya yang telah menyerahkan satu perusahaannya untuk dia urus. Dia benar-benar tidak tertarik dengan perusahaan, berbeda dengan Arka yang telah mengembangkan satu perusahaan lainnya. Revaldo, pria yang cuek lebih tertarik dengan lukisan. Dia lebih menyukai menjadi pelukis jalanan dengan bayaran seikhlasnya daripada harus mengurus perusahaan besar ataupun membuka galeri besar untuk memamerkan bakatnya. Dan keluarganya? Menyerahkan kebebasan itu kepadanya. Agra sebagai papanya, tidak akan memaksa keinginannya untuk mengurus satu perusahaannya. Yang terpenting baginya, kedua anaknya memiliki tanggung jawab untuk masa depannya kelak.

Setelah dua jam tiba di Jakarta, Revaldo tidak langsung meluncur ke rumah Naufal untuk menemui Bunga. Tetapi, dia lebih memilih menemui Naufal terlebih dahulu di kantornya.

Krieeettt

"Om" ujar Revaldo masuk ke ruang kerja Naufal. Pria setengah baya yang sibuk dengan leptopnya, mendongak ke asal suara.

"Aldo? Ada apa? Tumben sekali kamu ke kantor Om" dia mematikan leptopnya, lalu menutupnya. Dan berjalan ke arah sofa mengikuti langkah Revaldo yang telah duduk disofa panjang.

"Bunga... apa Bunga ada dirumah??" tanya Revaldo penuh keraguan.

"Bunga? Jam segini dia pasti sedang kuliah." Naufal melirik jam dipergelangan tangannya sebentar, "Tidak biasanya kamu menanyakan Bunga, sejak kapan kamu dekat dengan Bunga? Bukankah selama ini kamu selalu menanyakan Vania?"

"Maksud Aldo, Vania. Ya, Vania... apa..." Revaldo terdiam sebentar memikirkan kata-kata selanjutnya. "E... e... ada... ada yang harus Aldo katakan kepada Om mengenai Vania dan Bunga" kata Revaldo.

"Mengenai... Vania dan Bunga?" dahi pria setengah baya itu sedikit berkerut.

"Iya, mengenai Vania dan Bunga. Apa Om tahu, kalau yang menikah dengan Erza adalah Vania? Bukan Bunga?" Naufal terdiam sesaat, mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan Revaldo.

"Ya, Om tahu. Yang menikah dengan Erza adalah Vania bukan Bunga" jawab Naufal tenang.

"Apa? Om tahu? Sejak kapan? Apa Om tahu kalau semua itu rencana Bunga? Bunga kembali ke Jakarta pasti ingin menyakiti Vania, Om juga tahu itu? Dan Om diam saja? Membiarkan Bunga terus memanfaatkan dan menyakiti Vania?" terdengar nada sedikit  kesal dari tiap pertanyaan yang diberikan olehnya. Ya, tentu saja dia kesal... bagaimana bisa Naufal mengetahui semua itu dan membiarkan Bunga terus menyakiti Vania? Apakah Naufal lebih menyayangi Bunga karena dia pintar? Dan mengabaikan perasaan Vania karena dia gadis bodoh? Revaldo menggeleng cepat, Naufal bukan orangtua seperti itu. Pria paruh baya itu pasti punya alasan, mengapa dia menyembunyikan semua itu dan membiarkan Bunga terus menyakiti Vania.

Naufal menarik nafas, bangkit dari posisi duduknya. Mengendurkan dasinya yang terasa sesak disekitar lehernya. Dia berjalan ke arah meja kerjanya, menenggak segelas air sebelum menjawab pertanyaannya.

"Dua hari setelah pernikahan Om tahu semuanya." diam sebentar, lalu berdiri menyandarkan diri di sisi meja kerjanya. "Apa menurutmu Om harus menghentikan semua itu?" Naufal menatap kedua mata Revaldo, pria itu tidak menjawab. Karena dia tahu, pertanyaan itu tidak harus dia jawab.

[01] Cinta Salah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang