Part 18: Smile

1.6K 104 0
                                    

Setelah beberapa minggu lalu Vanesha mendaftar ia harus menunggu hingga bulan Januari untuk mendapatkan pengumuman apakah ia masuk atau tidak. Walaupun Vanesha yakin bahwa ia akan di terima tapi tetap saja Vanesha merasa khawatir.

Hingga bulan Januari tiba, sekolah masuk dengan semester baru. Semester ini mungkin pelajaran sudah tidak begitu banyak dilakukan. Semester ini akan banyak digunakan untuk membahas soal-soal Ujian Nasional. Semester ini juga akan banyak ujian yang sudah di atur oleh pihak sekolah.

Vanesha sedang mangambil beberapa buku yang akan ia pakai untuk ia pelajari dari kelas 10 hingga kelas 12. Di sampingnya Niko juga sedang mencari buku untuk ia pelajari. Mereka berdua sama-sama tidak menyadari kehadiran masing-masing. Mereka terlalu fokus mencari buku yang mereka butuhkan.

"Eh, maaf." Ujar Vanesha dan Niko bersamaan ketika tangan mereka bersentuhan untuk mengambil buku yang sama.

Setelah mengucapkan kata maaf yang serentak, Vanesha dan Niko saling berpandangan dan saling melempar senyum.

^^^

Vanesha dan Niko akhirnya keluar dari perpustakaan setelah meminjam buku yang mereka cari beberapa saat yang lalu.

"Makasih ya Nik, bukunya." Kata Vanesha sambil mengacungkan buku yang sedang ia pegang. "Nanti kalau gue udah selesai, gue kasih ke lo." Lanjut Vanesha lagi.

"Oh iya, sama-sama." Jawab Niko sambil tersenyum singkat.

Keduanya menyusuri koridor kelas dalam diam. Tidak ada yang mau memulai obrolan kembali. Bingung ingin memulai dari mana karena mereka sudah lama tidak pernah mengobrol karena kesibukan masing-masing. Hingga mereka tiba di kelas tidak ada pembicaraan bahkan sampai masing-masing duduk dibangku masing-masing.

Vanesha dan Niko sama-sama merutuki kecanggungan diantara mereka.

^^^

"Supir ojek, angkot, bis, dan taksi gak mau uang kali ya? Pagi-pagi kok sepi gini sih." Keluh Vanesha menunggu kendaraan apa saja yang bias ia naiki untuk pulang. Saat ini masih pukul sepuluh pagi, kelas dua belas sudah pulang dari tiga puluh menit yang lalu dan berarti Vanesha sudah menunggu ojek,angkot atau apa pun itu selama 30 menit lamanya.

Vanesha menghela napas panjang. Ia sebenarnya ingin pulang cepat untuk istirahat. Badan dan pikirannya sangat lelah. Ia kurang tidur karena akhir-akhir ini begadang untuk belajar karena sebentar lagi UN akan dilaksanakan.

Vanesha berdiri dari duduknya dan bersandar di tiang halte. Disingkapnya sedikit lengan jaket berwarna putih kesayangannya dan di lihatnya jam. Vanesha menekuk wajahnya dan menghembuskan napas kasar, seharusnya sekarang ia sudah bisa tidur di kasur kesayangannya.

Vanesha melirik ke kanan dank e kiri tapi kendaraan yang lewat semuanya adalah kendaraan pribadi. Vanesha menundukan wajahnya dan menatap sepatu hitamnya sampai suara klakson motor berbunyi di depannya. Sebuah motor besar berwarna merah berada di depannya. Vanesha tahu siapa orang yang berada di atas motor itu.

"Mau gue antar? Daripada lo nunggu lama disini." Tanya Niko membuka kaca helmnya.

"Gak usah deh. Gue gak enak." Jawab Vanesha menolak ajakan Niko.

"Ya elah, sama gue doang juga, pake gak enak segala. Udah ayo naik gue antarin." Ujar Niko.

"Gak deh. Gue gak enak." Balas Vanesha lagi tetap dengan pendiriannya dan membuat Niko kesal. Kan Cuma Niko ngapain dia harus gak enak. Kemarin-kemarin juga dia mau diantarin, pikir Niko.

"Lo kayak sama siapa aja deh Nes. Gue juga pernah antarin lo kan. Gak usah gak enak gitu ah. Ayo, buruan naik." Ujar Niko menatap Vanesha bingung.

"Bukan. Bukan sama lo yang gak enak." Ujar Vanesha bingung ingin menyampaikannya bagaimana pada Niko.

"Terus, sama siapa lo gak enak?" Tanya Niko bingung.

"Gue gak enak sama..... Hani." Jawab Vanesha menundukan kepalanya untuk menghindari kontak mata dengan Niko.

"Hani? Kenapa harus gak enak sama Hani?" Tanya Niko tambah dibuat bingung dengan pernyataan Vanesha.

"Ya, kan, lo pacarnya, jadi gue gak enak. Kalau dia tahu lo antarin gue nanti dia marah terus kalian berantem gara-gara gue." Jelas Vanesha masih tidak mau menatap Niko yang mengernyitkan dahinya.

"Gue pacarnya Hani?" Tanya NIko sambil menunjuk dirinya sendiri dan anggukan dari Vanesha yang baru berani menatap Niko saat laki-laki itu bingung dengan pernyataannya.

"Lo dengar dari mana gue pacaran sama Hani?" Niko berbalik bertanya pada Vanesha.

"Dari anak-anak sekolah kita. Udah kesebar kali di sekolah. Masa lo belum dengar?" jelas Vanesha bingung karena Niko tidak mengakui Hani sebagai pacarnya.

Niko melepas helmnya dan menatap Vanesha dengan senyum geli. "Dengar ya Nes, gue gak pacaran sama Hani atau siapa pun yang digosipin anak-anak sekolah. Lagi pula gue belum bias move on dari seseorang." Jelas Niko membuat Vanesha tidak berani menatap Niko lagi.

"So, mau gue antarin?" Tanya Niko lagi menawarkan tumpangan.

"Oke deh." Jawab Vanesha menaiki motor Niko yang menurut Vanesha sangat tinggi sehingga harus berpengangan pada bahu Niko agar ia bias duduk dengan nyaman.

^^^

"Thanks ya udah antarin gue." Ujar Vanesha setelah turun dari motor besar Niko.

Niko hanya menganggukan kepalanya setelah melepas helmnya. "Oh ya, Nes, lo ikut belajar bareng kelas kita gak?" Tanya Niko.

"Kayaknya sih iya." Jawab Vanesha ragu.

"Kok kayaknya?" Tanya Niko lagi.

"Iya. Soalnya gue lebih konsen belajar sendiri daripada rame-rame. Gue ikut mungkin karena nanti dipaksa Leyna, Vita dan Lexa." Jawab Vanesha sambil memikirkan bagaimana sahabat-sahabatnya nanti akan memaksanya ikut.

"Oh, gitu." Balas singkat Niko membuat Vanesha mengernyitkan keningnya. "Kenapa?" Tanya Vanesha.

"Enggak, gue kira kalau lo ikut tugas gue gak berat-berat banget." Ujar Niko dengan raut wajah sedih.

"Tugas? Oh iya. Lo diminta anak-anak buat jadi mentornya kan ya? Gue lupa." Ujar Vanesha menepuk keningnya.

"Iya. Kalau lo gak ikut berarti Cuma gue sendiri yang bakal mentorin anak-anak sekelas. Gue boleh minta bantuan Nes?"

"Bantuan apa? Bantu lo mentorin anak-anak sekelas?" Tanya Vanesha membuat Niko langsung menganggukan kepalanya.

"Iya bener banget! Lo mau bantuin gue? Setidaknya beban gue gak berat-berat banget." Ujar Niko langsung semangat setelah Vanesha tahu apa yang ia maksud.

"Ehmm... Gimana ya?" ujar Vanesha seolah sedang menimang-nimang apakah akan membantu Niko atau tidak.

"Please." Kata NIko sambil menyatukan tangannya seolah sedang memohon.

Vanesha menepis tangan Niko pelan seraya berkata "Apaan sih. Iya gue bantuin deh. Kasian lihat muka lo melas banget."

"Yee dasar. Tapi makasih banget ya mau bantuin." Kata Niko sambil tersenyum.

"Iya sama-sama. Anggap aja kita impas. Lo anterin gue pulang dan gue bantui lo jadi mentor. Oke?" kata Vanesha membalas semyum Niko dengan tulus.

"Oke." Jawab Niko singkat sebelum pamit pulang.

Disepanjang perjalanan Niko pulang, Niko tersenyum dibalik helmnya. Ia senang bias sedekat ini lagi bersama Vanesha. Senyuman itu, senyuman yang Niko rindukan. Senyuman yang beberapa tahun ini sudah tidak menghiasi hari-hari Niko lagi. Tapi ia dapatkan lagi hari ini dan itu membuat Niko bahagia.

RivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang