Ulangan harian sudah selesai. Sekolah juga berjalan seperti biasa. Vanesha dan Niko juga seperti biasa, tak pernah bicara. Sejak hari itu di café. Itu adalah obrolan terakhir mereka. Tidak ada yang berubah. Kami tetap rival. Vanesha belajar dengan serius untuk bisa mendapatkan nilai yang jauh lebih baik dari Niko. Tapi tetap saja itu akan sulit.
Seperti sekarang, Vanesha sedang memandang kertas ulangan matematikanya.
"Dapat berapa lo Nes?" tanya Leyna setelah ia duduk di bangkunya.
Vanesha tidak menjawab pertanyaan Leyna justru menyerahkan kertas ulangannya pada Leyna. "Wahhh, 98. Kapan gue bia dapat nilai segini." Kata Leyna memandangi kertas ulangan Vanesha.
"Selamat Nes lo gak perlu remidial lagi. Gak kayak kita." Ujar Vita dibalas anggukan oleh Lexa yang nilainya kurang dari KKM dan harus mengulang lagi.
Vanesha hanya memandangi sahabat-sahabatnya lalu mengalihkan pandangannya untuk memperhatikan seisi kelasnya. Ada yang senang nilainya bagus dan tidak harus remidial. Tapi ada juga yang nilainya kurang dan harus remidial. Berbagai macam ekspresi diberikan oleh teman sekelasnya. Vanesha menjatuhkan tatapannya pada Niko yang duduk di belakang sekali. Anak laki-laki semua berkupul di tempat duduk Niko memberikan semangat, berbagi keluhan, atau bahkan meminta Niko untuk mengajarinya.
"Wah gila lo Nik. Nilai lo 100 mulu. Kayaknya lo gak pernah dapat nilai jelek ya."
"Iri gue sama lo Nik. Nilai bagus-bagus semua."
"Ajarin gue dong Nik biar bisa dapt nilai bagus."
"Tukeran otak deh Nik sama gue biar gue bisa pinter kayak lo."
Untuk kesekian kalinya Vanesha tetap akan kalah dari Niko. Hanya beda 2 poin.
Vanesha menghela napas dengan berat. Perasaan tidak suka dengan nilai Niko yang lebih tinggi darinya, sebenarnya sudah lama tidak ada. Sekarang ia sudah biasa dengan hal itu. Entah sejak kapan ia tidak lagi menganggap Niko sebagai rivalnya dalam mata pelajaran. Tidak ada lagi perasaan ingin mengalahkan Niko seperti saat SMP dulu.
Sekarang ia tidak mempedulikan semua itu. Ia akan belajar bersyukur untuk semua nilai yang ia dapat. Vanesha sadar masih banyak teman-temannya yang nilainya bahakan jauh di bawahnya. Tapi ia dengan egoisnya masih ingin lebih dan mencoba mengalahkan si nomor satu, Niko. Padahal nilainya saja sudah cukup bahkan sangat baik.
Walaupun ia sudah tidak begitu mempedulikan nilai Niko yang lebih tinggi darinya bukan berarti ia sudah berbaikan dengan Niko. Belum. Ia belum bisa berbaikan dengan Niko. Belum saatnya.
^^^
Karena ulangan sudah selesai Vanesha memutuskan untuk menghibur diri dengan membaca novel. Saat ini ia sedang ada di toko buku yang sering ia kunjungi. Ia melihat-lihat novel-novel terbaru yang dipajang di rak best seller . Banyak buku baru yang bagus-bagus dan menarik perhatiannya. Jadilah di tangannya saat ini sudah memegang 5 novel. Setelah dirasa cukup Vanesha berjalan ke kasir untuk membayar buku yang ia beli.
"334.150 ribu." Kata penjaga kasir.
Vanesha langsung membuka dompetnya dan mengeluarkan uang. Tapi setelah dihitung uang Vanesha kurang. Ia lupa bahwa beberapa uang yang seharusnya memang untuk membeli novel ini ia pakai untuk beli makanan di kantin dan juga pena karena tiba-tiba saja penanya hilang sehingga ia harus membeli yang baru.
Vanesha membuka tasnya dan mencoba mencari uang. Siapa tahu ia meninggalkan uang di dalam tasnya. Tapi setelah dicari, nihil. Tidak ada satu pun uang yang tertinggal di dalam tasnya. Vanesha merogoh sakunya siapa tahu masih ada uang. Tapi yang tertinggal hanya 3 ribu saja, uang dari kembalian ia membeli bakso di kantin tadi pagi saat di kantin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rival
Teen FictionMempunyai rival di sekolah membuat Vanesha kesal. Posisi yang dia pertahankan, yaitu rangking 1 selama duduk di sekolah dasar tidak jadi miliknya lagi sejak Vanesha menginjakan kaki di SMP. Sialnya lagi setelah lulus dari SMP dia harus bertemu lagi...