Ini Malam Senin

1.8K 60 0
                                    

Maaf karna telat update.. Author ini habis dikejar tugas.. :'(
BTW, itu di atas Devira Alvrist saat di kamar rumahnya di Australia. Kalau di rumah bajunya emang santai gitu -0- Kenapa blur? Karena semua akan jelas pada waktunya~ /paan sih thor baper banget -_-

Selamat membaca!

Hari ini Minggu. Dan, aku bersama Greff jalan-jalan ke sekitar apartemen. Sebuah taman yang cukup membuat sejuk mata, tentunya. Tidak banyak orang di sana, bahkan bisa kubilang hanya satu-dua orang yang ada di taman itu. Ah, rasanya seperti taman pribadi. Aku mulai jatuh cinta dengan kedamaian yang diberikan oleh taman ini! Aku heran; mengapa tidak ada yang mengunjungi taman seindah dan sesejuk ini? Oh, sepertinya mereka lebih memilih melangkahkan kaki mereka di mall sembari menghabiskan uang mereka.

 Aku mulai jatuh cinta dengan kedamaian yang diberikan oleh taman ini! Aku heran; mengapa tidak ada yang mengunjungi taman seindah dan sesejuk ini? Oh, sepertinya mereka lebih memilih melangkahkan kaki mereka di mall sembari menghabiskan uang mereka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hei Devira, apa kau sebegitu tidak ada kerjaan sampai-sampai kau mengajakku ke sini? Taman ini bahkan lebih mirip hutan buatan. Tidak ada keseruan apapun di dalamnya," kata Greff sambil menoleh ke arahku. Aku menoleh balik dan menatapnya sambil tersenyum meledek. Kurasa dirinya yang konyol sudah kembali. "Wah, bahasa Indonesia-mu sudah lancar, ya?" ledekku sambil terkikik dan terus berjalan santai.

"Apa maksudmu berbicara begitu? Tentu saja lancar! Besok, 'kan, hari pertama kita di sekolah Indonesia," sahut Greff. Seketika senyum di wajahku hilang dan berubah menjadi datar tak berekspresi. "Ah ... benar juga ...," jawabku lalu menatap lurus. Greff yang sepertinya menyadari perubahan ekspresiku, langsung bertanya, "Eh?! Kau kenapa?" Ia sadar telah membuatku kepikiran akan sesuatu hal, sepertinya. Aku berhenti berjalan. Aku menunduk kemudian menutupi wajahku.

"Apa? H-hei ... jangan menangis ...!" ujar Greff lalu memegang pundak kananku. Aku mendongak sambil menyingkirkan tangan Greff lalu tersenyum lebar. "Apa-apaan kau! Kau membuatku takut, bodoh!" gerutu Greff sambil mendorongku pelan. Aku tertawa puas. "Greff, Greff .... Sebenarnya aku tidak berbohong dengan ucapan dan tindakanku tadi," sahutku sambil berjalan mendongak melihat langit biru yang berawan. Greff mengernyit mendengar ucapanku.

"Apa ini soal sekolah besok?" Tanya Greff penasaran. Aku mengangguk membenarkan perkataannya. "Aku ... maksudku, apa aku akan memiliki teman di sana? Karena, kita orang asing, bukan ...?" kataku sedikit terbata, lalu menoleh ke kiri dimana terdapat dua orang perempuan berbisik-bisik begitu melihatku dan Greff. 

"Menurutmu, apa saat mereka pertama kali masuk, mereka belum mengenal siapapun, apa mereka bukan orang asing? Mereka pasti bukan orang asing ketika mereka sudah saling mengenal, kau paham?" ucap Greff. "Aku paham, hanya saja kita baru saja masuk sebagai orang asing. Meski mereka tahu kita bukan anak pindahan melainkan peserta student exchange program, tapi--"

Greff menepuk pundak kananku dengan tangan kirinya. "Apa kau tahu? Mereka itu mungkin tidak bersahabat dengan kita dalam waktu dekat. Namun, lama kelamaan pasti banyak yang penasaran dan meminta berteman dengan kita. Tapi bukankah kau dan aku datang ke sekolah itu untuk menuntaskan program pertukaran pelajar? Mencari prestasi? Lalu kenapa kau memikirkan soal teman? Bahkan kau sendiri yang mengokohkan kalimat tersebut sebagai prinsip hidupmu," heran Greff lalu mengangkat tangannya dari pundakku. Aku yang teringat, terdiam sejenak.

"Karena aku ... hanya ingin memastikan bahwa perbedaan tidak memengaruhi hubungan sosial," jawabku lalu mengambil ponselku yang berdering dari kantong jeans. Greff menatapku datar sejenak, lalu berpaling melihat taman kota yang hijau ini. "Astaga, santai saja, Devira. Kudengar warga negara ini tidak terlalu peduli dengan perbedaan. Malah, kata temanku yang punya teman di negara ini, perbedaan menyatukan mereka. Dan--" 

"Hello, Mr. Ronald? What's up? (Halo, Mr. Ronald? Ada apa?)" Tanyaku pada Mr. Ronald yang menelponku. Aku mengisyaratkan Greff agar tidak berbicara dahulu. "Devira, kau dan Greff harus segera pulang ke apartemen sekarang. Ada yang harus aku dan Mrs. Haley bicarakan dengan kalian berdua,"  jawab Mr. Ronald serius. Aku lalu menoleh ke arah Greff yang masih sibuk melihati taman sembari berjalan di sampingku. Lalu kulihat jam tanganku yang menunjukkan pukul empat sore.

"Bukankah ini terlalu cepat, Mr. Ronald? Kami baru keluar setengah jam dari apartemen." protesku kepada Mr. Ronald. Eh? Kenapa aku terdengar begitu? Astaga, aku bisa membuat Mr. Ronald tersinggung.

"Kalian tidak mau pulang? Okay, sekalian saja kalian tidak usah pulang ke Australia," kata Mr. Ronald mengancam dengan nada santai. 

"Tidak-tidak! Kami akan kembali ke apartemen!" Kataku setengah berteriak. Greff terkejut dan menoleh ke arahku yang sedang bertelepon dengan Mr. Ronald. Sudah kubilang, ia pasti tersinggung. Memang, Mr. Ronald guru yang santai. Namun, ia dikenal tidak pernah main-main dengan apapun yang ia katakan.

"Hm, baguslah. Jalan kaki, ya! Jangan naik transportasi kalau kalian masih mau uang saku kalian utuh," kata Mr. Ronald lalu menutup panggilan. Dengan senyum masam, kumasukkan ponselku ke saku celana jeans-ku. 

Ah, memang siapa yang mau naik transportasi? Apartemen dan taman ini hampir tidak punya jarak!  pikirku. Lagipula, dari atas apartemen, dapat kulihat transportasi umum yang terjebak di tengah-tengah kemacetan. Aku suka kedamaian. Dan, kemacetan pasti bukan sesuatu yang bersahabat dengan kata 'kedamaian'.

"Siapa? Guru pendamping?" tanya Greff. Aku mengangguk. "Lebih tepatnya, Mr. Ronald--yang menyuruh kita untuk kembali sekarang juga kalau masih mau pulang ke Australia," kataku lalu mengajak Greff ke arah apartemen yang tidak jauh dari sini. "Aku masih mau pulang ke Australia. Banyak sekali penggemarku yang merindukanku di sana," canda Greff membuatku mencibir tak jelas.

***

Setelah berbicara la-ma sekali dengan Mr. Ronald dan Mrs. Haley, Aku langsung menuju kamarku dan menjatuhkan diriku di sofa dekat balkon, lalu menyalakan televisi. "Hah ... besok Senin .... Dan besok hari pertamaku sekolah di Indonesia ...," kataku bergumam sendiri. Aku sangat yakin, tidak hanya di Indonesia, pelajar seusiaku di seluruh dunia pasti juga banyak yang tidak suka hari Senin. Itu karena rasanya baru saja kita bersenang-senang, kita harus bersiap-siap untuk pergi sekolah. Aku akhirnya memutuskan untuk menonton televisi sejenak.

Hm, ngomong-ngomong ... apa maksud dari perkataan Mrs. Haley dan Mr. Ronald tadi, ya? batinku bertanya-tanya.

Flashback On.

"Greff dan Devira," panggil Mrs. Haley sambil duduk di lobi apartemen. Aku dan Greff mendongak sopan. Menyiapkan telinga kami untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan salah satu atau kedua guru di hadapan kami tersebut.

"Besok adalah hari pertama kalian di sekolah Indonesia, students. Jadi, kuharap kalian dapat bekerja sama dengan sekolah ini sampai program pertukaran pelajar kalian selesai," kata Mrs. Haley lalu tersenyum kecil. Greff mengangguk paham sedangkan aku hanya terdiam tak mengerti. Aku mengerti kalau kita harus bekerja sama dengan sekolah ini, maksudnya harus bersikap baik dan berprestasi baik pula. Tapi, sesuatu dari ucapan Mrs. Haley membuatku berpikir ada makna lebih dari itu.

"Persiapkan diri kalian," ucap Mr. Ronald lalu menepuk pundak kami bersamaan. Untuk beberapa saat berikutnya, kami diajak berbicara santai. Bahkan kami diperbolehkan untuk mampir ke café untuk makan atau minum sejenak. Setelah itu, baru kami lalu menuju kamar apartemen masing-masing

Flashback Off.

"Argh! Aku pusing memikirkannya. Sudahlah, lebih baik aku tidur saja sekarang supaya besok bisa bangun lebih awal," gumamku lalu beranjak ke ranjang dan tidur.

***

Hoahm~! ^0^ Apa ceritanya semakin lama semakin membosankan saja ya? Kalianlah <para readers> yang bisa menilai ceritaku ini lewat comment dan vote. Keep reading and follow me!

- ❤ dari Author untuk setiap pembaca AIA??

Am I Alone?? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang