Terusik

229 4 0
                                    

"Tak perlu hal besar untuk mengusik pikiranmu. Contohnya, ketika seseorang yang kau kenal lama kini bagaikan orang asing bagimu." 

***

Ketiga remaja itu--Greff, Violet, dan Andreas--duduk di hadapan meja yang melintang di depan jendela besar kafe. Tetesan hujan terus membasahi jendela kafe dan jalanan di luar sana. Sejenak hanya terdengar samar-samar suara hujan, lalu terdengar suara Greff yang terdengar tak sabaran.

"Kalian jadi bercerita padaku atau tidak?"

Andreas melirik Greff dengan tatapan heran sambil berkata, "lo baru duduk lima detik dan lo sudah mengeluh?" Hafal dengan apa yang akan terjadi berikutnya, Violet buru-buru merentangkan tangannya ke arah dua laki-laki di sampingnya, menahan mereka berkata-kata agar tidak berakhir berkelahi.

"Jangan mulai lagi. Aku tidak bisa bercerita jika kalian terus adu mulut," lerai Violet membuat Greff terdiam, sedangkan Andreas hanya menyengir tak berdosa sambil berkata, "baiklah." 

Violet menarik nafas, baru setelahnya mulai berbicara. "Kevin berubah menjadi sedikit hidup setelah bertemu mereka berdua, bukankah begitu, Andreas?" ucap Violet memastikan Andreas satu suara dengannya. Dan sesuai harapan, Andreas mengangguk tanpa berkata-kata.

Andreas menegakkan duduknya, memberi isyarat pada Violet untuk meminta gilirannya berbicara. "Asal lo tahu, Kevin mungkin 'Pangeran Sekolah' yang disegani banyak orang, tapi terkadang ia harus berpura-pura jadi patung di hadapan orang-orang. Karena, banyak dari mereka yang cuma ingin perhatian Kevin sebentar, lalu mereka akan berpaling ketika mereka sudah kenyang dengan perhatiannya," ujar Andreas. 

"Termasuk kalian bertiga?" tanya Greff sarkas.

"Lo tahu kenapa Kevin nggak suka sama lo? Karena lo juga nggak suka sama kami," balas Andreas tak kalah sarkasnya.

Violet sempat tercengang melihat perubahan ekspresi Andreas dari ramah menjadi sedingin es, lantas mencairkan suasana dengan berkata, "well, begitu kalian berdua datang ke sekolah kami, tidak ada yang berani mendekati kalian karena Kevin sudah maju selangkah terlebih dahulu." Violet lalu menatap jendela, membuat kedua laki-laki tadi ikut menatap jendela.

"Kevin yakin meskipun kau membencinya, dan Devira tidak tahu apa-apa soal laki-laki itu, kalian berdua bukan orang yang haus akan perhatian Kevin seperti kebanyakan orang yang ditemuinya. Setidaknya yang kau lakukan padanya adalah berkata jujur dan... yup, terlalu jujur dan frontal sampai-sampai ia tidak menyukaimu, haha," ucap Violet bermaksud bercanda dengan tertawa kecil di akhir, membuat Andreas menatapnya horor, dan Greff hanya diam merenung.

Percakapan mereka berakhir pukul setengah satu siang. Greff, Andreas dan Violet berpisah di trotoar yang berbeda arah. Hujan masih mengguyur kota Jakarta. Sambil memayungi dirinya, Greff mengecek ponselnya yang mendapat notifikasi pesan dari teman sekelasnya. Isinya tentang perayaan Natal di sekolah, lusa. Greff terlihat berpikir, kemudian menjawab bahwa ia akan ikut. Setidaknya ia tidak akan sendirian di sekolah.

Kini Greff sedang berjalan di trotoar sambil menatap lurus ke depan. Ia berminat pulang ke apartemen, apalagi setelah teringat pesan guru pendampingnya sebelum ia meninggalkan apartemen—yang secara tersirat menyuruhnya agar tidak bepergian terlalu lama.

Splash!

Dahi Greff mengernyit ketika kakinya tak sengaja menginjak genangan air di trotoar. Ia menunduk, melihat pantulan setengah dirinya di genangan air tersebut. Mengingatkannya pada suatu kejadian di masa lalu.

Seorang anak kecil berdiri di bawah hujan, memandangi lapangan beralaskan semen yang memantulkan dirinya dan langit kelabu. 

"Keluarganya bangkrut lalu memisahkan diri dan memutuskan untuk tetap mempertahankan perusahaan kecil mereka sendirian? Bukankah akan lebih untung jika mereka bergabung dengan perusahaan Amerika itu?"

Am I Alone?? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang