Tak Terduga

1K 29 0
                                    

"Pardon, what?"

Aku menghentikan kegiatan makanku sambil menatap Mr. Ronald tanpa berkedip. Jujur saja, aku tidak percaya apa yang dibicarakannya barusan. Musuh bisnis kedua orang tuaku? Ya ampun, kedengarannya tidak bagus.

"Devira, saya harap kamu tidak berpikir negatif dulu. Karena, pikiran negatif hanya akan memperburuk semuanya. Jadi tolong dengarkan saya," katanya. Aku mengangguk pelan lalu bersandar di kursi dengan cemas. Rupanya, lagi-lagi beliau membaca pikiranku.

"Kedua orang tua mereka semua tidak akan membencimu. Malah mereka mungkin akan menyambutmu dengan ramah. Walaupun begitu, saya minta waspadalah. Karena tugas saya di sini tidak hanya menjadi guru pendamping. Melainkan juga menjadi guru penanggung jawab kelancaran program ini. Termasuk keselamatan para peserta," kata Mr. Ronald panjang lebar. Aku mengangguk kecil.

... Memangnya apa yang akan mengancam keselamatanku saat ini?

"Dan, soal Kevin dan tiga temannya itu ..." Aku menatap bingung Mr. Ronald karena memberi jeda sejenak. Oh, jadi Kevin punya tiga teman lainnya? Tapi, kenapa aku harus tahu? "Mereka adalah siswa-siswi terpopuler di Indonesia karena nama orang tua mereka yang pebisnis besar juga seperti kedua orang tuamu," terang Mr. Ronald.

"Em, maaf, Mr .... Tapi kalau boleh saya tahu, untuk apa Anda memberikan saya informasi-informasi yang seperti informasi rahasia ini?" tanyaku mulai tidak mengerti. Ayolah, jangan mencapku tak sopan hanya karena aku blak-blakan dan banyak tanya! Aku mempunyai hak atas itu.

Mr. Ronald menghela nafas mendengar pertanyaanku yang jawabannya harusnya sudah jelas, hanya saja, aku tak mengerti. Aku tak mengerti tujuannya, bukan jawabannya.

"Apalagi kalau bukan untuk keselamatanmu?" kata Mr. Ronald sambil menyeruput minumannya. Aku terdiam sejenak, lalu teringat akan Greff.

Mr. Ronald sepertinya menebak pikiranku dan langsung meletakkan cangkir minumannya untuk menjelaskan. "Kalau kamu mau bertanya soal Greff, dia baik-baik saja walaupun sakit," kata Mr. Ronald lalu berdiri dari kursi dan mengajakku pulang ke apartemen.

Bisa dibilang 'akan' baik-baik saja, 'kan? Pikiranku meralat perkataan Mr. Ronald, karena aku cukup yakin Greff saat ini tidak dalam kondisi yang 'baik-baik saja'.

***

Aku berpisah dengan Mr. Ronald di depan lift karena Mr. Ronald katanya akan menemui seseorang di lobi. Dia cukup sibuk menurutku, jadi aku tak mempermasalahkannya. Lift menunjukkan sudah sampai lantai dasar, kemudian pintunya terbuka.

Di lift, aku sendirian dan hanya terdiam--merenungkan apa yang dibicarakan oleh Mr. Ronald tadi di restoran.

"Orang tua mereka semua adalah musuh bisnis keluargamu."

Kata-kata itu masih menggema di kepalaku. Aku tahu kalau Mr. Ronald adalah guru kepercayaan orang tuaku, tapi, bagaimana mungkin orang tua Kevin dan ketiga temannya itu adalah ... musuh bisnis orang tuaku? Meski sepertinya aku tak ingat aku mengenal atau mengetahui tiga temannya yang dimaksud beliau.

Ting!

Pintu lift terbuka dan nampak orang yang kutahu ia sedang sakit, kini malah bersama teman laki-lakinya, mungkin teman sekelasnya. Akhirnya, di lift hanya ada kami bertiga. Untuk sekilas, mereka menatapku begitu pula sebaliknya. Dan akhirnya mereka hanya diam di sana. Apa? Apa aku mengganggu mereka?

"Kau darimana? Bukannya kau sakit?" tanyaku curiga. Karena, wajahnya tidak menunjukkan wajah orang yang sedang sakit. Ia melirikku dingin dan membuatku tercekat. Kenapa tadi aku menanyakannya, seharusnya aku diam saja kalau tahu begini responnya.

"Mr. Ronald dan Mrs. Haley mengijinkanku untuk makan di café bersama teman sekelasku," jawabnya datar dan agak dingin. Aku mengernyit. Ini bukanlah Greff yang kukenal. Dan perasaan tersinggung melewati hatiku untuk sekilas karena setelah itu aku menepisnya jauh-jauh.

"Apa kau marah padaku?" tanyaku sambil menoleh ke arahnya. Dia balas menatapku dengan tidak suka. Huh? Apa itu? "Jika iya? Apa kau masih tetap akan meremehkan segala sesuatu yang sekiranya penting?" tanya Greff balik sambil menghadapku dengan tatapan sinis. Aku mulai terpancing emosi. Apa maksudnya? Segala sesuatu? Oh, ayolah ... jangan membuatku berpikir lagi!

"Maka aku minta maaf! Dan seberapa besar hal itu sampai kau menganggapku meremehkannya?" sahutku mulai terpancing emosi. Aku dan Greff saling berhadapan dengan atmosfer yang sangat menegangkan. Dan aku sempat melirik seseorang di samping Greff.

Teman Greff yang sedari tadi hanya diam karena tidak ingin ikut campur, akhirnya berdecak sebal lalu melerai kami. "Sudahlah. Aku tak mengerti kenapa kalian ribut, tapi, bukankah teman sesama sekolah harus akur?" ucapnya hati-hati. Ia sepertinya sangat berhati-hati ketika melerai kami, namun sayangnya aku tidak mempan dan menatapnya--mengisyaratkannya untuk diam saja.

Tak mau membuat keributan lebih dari ini, aku menjauhkan diriku begitu pula Greff. Tepat setelah kami berjauhan, lift berhenti mendadak dan lampu lift menjadi redup. Astaga, masalah tak kunjung berhenti menghampiriku sedari kemarin.

"Oh, ya ampun ...," gumam teman Greff sambil bersandar lemas di dinding lift. Sepertinya ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Karena hanya aku yang berusaha untuk tidak memikirkan apa yang akan terjadi nanti.

Author POV.

Sedangkan di lobi hotel, dering ponsel Mr. Ronald memotong pembicaraan Mr. Ronald dengan Mrs. Haley, orang yang tadi ingin ditemuinya di lobi. "Sebentar, Mrs," kata Mr. Ronald kemudian mendekatkan ponselnya ke daun telinga kanannya.

"Halo?"

Beberapa detik kemudian, Mr. Ronald berdiri dari kursi lalu mengisyaratkan Mrs. Haley untuk mengikutinya yang kini berjalan tergesa-gesa menuju tangga. Mrs. Haley yang ingin bertanya ada apa, urung niat karena melihat Mr. Ronald yang tergesa-gesa.

"Mrs. Haley, murid-murid pertukaran pelajar kita berada di dalam lift," kata Mr. Ronald setengah panik sambil menaiki tangga dengan cepat.

"Lalu kenapa? Mereka pasti sedang dalam perjalanan ke kamar mereka masing-masing," kata Mrs. Haley mengerutkan dahi. Terlihat jelas ekspresi kebingungan yang menghiasi paras elok Mrs. Haley.

" ... Mereka terjebak di lift yang tiba-tiba rusak," balas Mr. Ronald. Seketika, Mrs. Haley melotot tak percaya. 

"Apa?!"

See ya next chapter!

Best regards, Author💛

Am I Alone?? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang