The Prince Of School

1.1K 40 0
                                    

Hari ini sepertinya adalah hari yang sial bagiku. Pertama, aku bangun telat sampai-sampai salah satu guru pendampingku mengetuk pintuku dengan keras. Kedua, macet di Jakarta ini, menambah panik diriku.  Ketiga? Aku menabrak seorang siswa lelaki tinggi saat buru-buru memasuki gerbang sekolah.

Bruk!

Aku terjatuh di lantai karena menabrak lelaki itu. "Ah! Maaf! Kamu baik-baik saja?" tanya lelaki itu sambil mengulurkan tangannya. Aku meraih tangannya tanpa melihatnya karena merasa pusing, malu, dan cemas karena mungkin aku akan telat masuk kelas.

"Iya, aku baik-baik saja ...," kataku lalu mendongak berusaha melihat siapa yang aku tabrak tadi. Lelaki berawakan tinggi dengan postur tubuh yang tegap, berambut cokelat lurus dan kulitnya tidak terlalu putih dan tidak gelap. Dan, lelaki di hadapanku ini lumayan tampan. "Hei, kenapa menatapku terus?" Pertanyaannya membuatku tersentak, kemudian menyadari bahwa memang benar apa yang dikatakannya itu. Ya ampun, rasanya seperti de javu.

"Tidak, tidak apa-apa," kataku menjawabnya sembari menggeleng pelan. Bagaimanapun, aku harus terlihat tenang agar image-ku tetap bagus di hadapan lelaki ini. "Kamu anak pertukaran siswa itu?" tanyanya sambil tersenyum. Aku mengiyakan pertanyaannya lalu pamit pergi ke kelas. Ia hanya melambaikan tangannya.

Aku masuk ke kelas begitu saja tanpa mengintip apakah ada guru atau tidak. Dan, ah ... aku cukup ceroboh dalam hal ini. Hari ini memang hari terakhir ujian tengah semester. Namun, tetap saja aku tidak akan diberi tambahan waktu mengerjakannya, bukan?

"Devira Alvrist, kamu darimana saja? Kamu telat lima belas menit!" 

Mrs. Sisca, sang guru Fisika yang menegurku sedang berdiri di depan papan, dan menghadap ke arahku yang diam saja di ambang pintu. Lalu, kulihat hampir satu kelas melirikku sejenak. Wah, ada apa ini? Kalian memperhatikanku? Apa aku harus telat setiap hari agar kalian menyadari keberadaanku, huh? Yah, kembali ke realita. Aku masih mematung di sini, bingung hendak menjelaskan apa.

"Kamu lupa hari ini ujian, ya?"

"Itu ... saya--"

"Saya melihatnya tadi jatuh di dekat gerbang dan membersihkan dirinya sejenak lalu lari ke kelas. Saya melihatnya saat akan kembali ke kelas dari kamar mandi."

Semua orang termasuk aku dan Mrs. Sisca menoleh ke orang yang memotong perkataanku itu. Dia adalah laki-laki yang kutabrak di dekat gerbang! Nampak tatapan matanya mengisyaratkanku agar diam saja.

"Kevin? Kamu benar-benar melihatnya? Jangan-jangan kamu membela gadis ini?" tanya Mrs. Sisca tidak percaya. Dalam hati aku terus mengeluh, kenapa harus Mrs. Sisca yang mengawas ujian tengah semester hari ini? Dia memang terkenal tegas dan ketus pada anak muridnya, aku tahu ketika melihatnya berinteraksi dengan siswa-siswi di sini. Dan, oh, ternyata namanya adalah Kevin. Kurasa dia membelaku penuh.

Kevin terkekeh pelan. "Sejak kapan saya berbohong, Mrs. Sisca? Benar, 'kan, Devira Alvrist?" kata Kevin sambil melirikku. Aku mengangguk setuju dengan Kevin. Mrs. Sisca merenung sejenak.

"Oh, come on, Mrs. Sisca! Anda seharusnya lebih peduli pada temanku yang menyontek, nih!"

"Hei! Kau! Jangan melirik jawaban temanmu atau aku akan mencoret namamu!" tegur Mrs. Sisca sembari menunjuk siswa laki-laki yang sedang menoleh ke teman di sebelahnya, lebih tepatnya ke arah kertas lembar jawaban. Sepertinya di balik kesialanku hari ini, ada beberapa keberuntungan yang kuperoleh hari ini. Terlihat jelas bagaimana siswi itu mengalihkan perhatian Mrs. Sisca dariku.

"Devira, duduklah! Lain kali, jika kamu telat, guru pendampingmu akan saya panggil," kata Mrs. Sisca lalu mempersilahkanku duduk. "Thank you, Ma'am," ucapku singkat sambil tersenyum ramah lalu berlari kecil ke tempat dudukku dan mengikuti ujian tengah semester sampai selesai.

Ternyata lelaki tadi sekelas denganku, batinku begitu melihat Kevin juga masuk kelas yang sama denganku. Bukannya tidak peduli, namun apakah aku harus menghafal seluruh wajah dan nama teman-teman sekelasku ini? Memang, aku sudah tahu hampir setengahnya, karena dari mereka yang melakukan percakapan. Bukan denganku. Dengan anak lain. Tentunya bagaimana mereka saling memanggil nama mereka yang membuatku tahu.

Ini sudah waktunya pulang sekolah, dan aku berjalan menuju gerbang sekolah dimana ada Greff yang sudah seperti polisi menunggu targetnya untuk dibawa ke ruang interogasi. Greff menyadari keberadaanku yang sudah dekat dengannya lalu tersenyum kecil. Aku mendatanginya. Namun, saat aku akan berbicara padanya, seseorang menepuk pundakku. Greff menoleh ke arah orang yang menepuk pundakku.

"Devira Alvrist, right? Ini bukumu. Kamu meninggalkannya lagi," katanya dengan senyum cool sambil memberikan buku catatan Fisika-ku. Memang, aku tadi pagi membawanya karena aku belajar di perjalanan. Dan untungnya soal-soal tadi dapat kukerjakan dengan lancar.

"Okay, maaf merepotkanmu, tapi terima  kasih," kataku masih kaku karena tidak tahu harus bicara apa selain terima kasih. Saat aku melirik ke arah Greff yang berada di sampingku, ia langsung menatap sinis Kevin yang masih tersenyum padaku. 

Kevin yang menyadari bahwa dirinya ditatap sinis oleh Greff, hanya tersenyum penuh makna kepada Greff. Greff semakin menyiniskan tatapannya. Ia lalu menarik tanganku untuk pergi.

"Hei, Greff? Ada apa?" tanyaku sambil berusaha melepaskan tanganku namun tidak berhenti mengikuti Greff. "Ayo kembali ke apartemen. Guru-guru pendamping kita sudah menunggu," kata Greff lalu menaiki mobil yang dikemudikan Mr. Ronald. Aku hanya mengikut. Mobil pun melaju.

Author POV.

Sementara itu, Kevin yang melihat reaksi Greff tadi hanya terkekeh.

Gadis yang menarik. Good luck, Devira Alvrist, batin Kevin lalu menaiki mobil pribadinya.

Author POV. end

Sesampainya di lorong kamar apartemenku dan kamar apartemen Greff, aku menanyakan kenapa Greff menyeretku begitu saja tanpa alasan yang logis. "Tidak ada apa-apa. Mrs. Haley sudah marah tadi karena kau terlalu lama. Itu saja," kata Greff lalu memasuki kamarnya. Aku mengerutkan dahiku lalu memutuskan masuk dulu ke kamarku.

Aku lalu teringat akan kata-kata teman sekelasku tadi saat istirahat kutanya siapa Kevin itu.

Flashback On

"Wah, Devira! Kamu beruntung sekali Kevin membelamu!" kata seorang gadis sambil duduk di sebelahku. Aku mengerutkan dahi. Aku tidak pernah tahu namanya, tapi, dia teman sekelasku yang netral--alias sama seperti lainnya. Jika ditanya menjawab, jika tidak ada kepentingan tidak berbicara. Namun sepertinya yang satu ini cukup ramah dengan siapa saja. Kenapa aku tidak menyadarinya sejak awal, ya?

Kembali ke keherananku, aku tidak mengerti kenapa aku beruntung karena Kevin membelaku. Mungkin aku memang sedang beruntung saja hari ini, 'kan? "Memangnya, siapa Kevin itu?" tanyaku polos.

"Oh My God! Aku lupa kalau kamu bukan murid asli sini. Kevin, siswa terpopuler di sini. Dialah yang kerap dijuluki 'Sang Pangeran' di sekolah ini. Dijuluki seperti itu karena selain ketampanannya yang hampir tak tertandingi, sifatnya juga baik dan ramah. Pokoknya dialah yang kelihatannya paling sempurna di sini," kata gadis ini panjang lebar. Aku hanya mengangguk. "Satu lagi, dia punya harta dan kuasa di sini."

Flashback Off

"Memangnya kenapa kalau ia punya harta, kuasa, tampang dan sifat yang baik?" gumamku heran sembari menaruh tasku di kursi meja belajar. Jika diingat-ingat, sebutannya adalah 'Pangeran Sekolah'. Ia pasti sangat disukai banyak orang. Tapi, kurasa itu bukanlah suatu tolak ukur untuk menilaiku yang bukan berarti tidak disukai orang.

Oke. Hari ini sepertinya cukup berbeda. Karena beberapa orang sudah mulai mau berbicara denganku. Ah, tapi, aku belum bisa akrab dengan mereka. Ya sudahlah, nanti aku akan usahakan agar aku tidak selalu sendirian, batinku lalu memutuskan untuk membersihkan diriku.

Untuk yang penasaran wajahnya Greff, Kevin, dan para tokoh yang ada di sini, nanti akan Author berikan ilustrasinya, ya! Kapan? Di part-part yang akan datang!

'Makasih udah baca AIA?? ~ Jangan lupa memberi vote dan comment sebagai bentuk support kalian ke author😄

- Salam hangat, Author

Am I Alone?? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang