Tightly Closed

266 3 0
                                    

Devira POV.

Langit jingga sore ini terasa begitu berbeda dan aneh, sama seperti perasaanku ketika melihat Kevin duduk di bangku taman raya ini, di sebelahku persis, sambil menengadah menatap langit senja.

Setelah panggilan telpon yang kebetulan memanggil kami secara bersamaan, aku memantapkan hatiku untuk menjadi kekasih Kevin. Well, sebenarnya aku mencurigai ucapan Violet tadi. Maksudku, mengapa ia melarang aku menjadi kekasihnya Kevin? Ucapannya membuatku teringat ketika ia juga menginterupsi ajakan Kevin di festival lampion. Dan ketika kami belajar bersama dulu, daripada Kevin—yang kutahu ia pasti juga populer karena otaknya yang cemerlang—Violet lebih merekomendasikan agar ia belajar Kimia denganku saat Greff pergi.

Seperti tadi kau merasa lebih mudah belajar kimia denganku, kau juga pasti merasa lebih mudah belajar sesuatu dari orang terdekatmu. Seperti Greff contohnya.

Tetapi, egoku menolak keinginan Violet. Bukannya aku berhak mengiyakan jawaban Kevin? Dan Violet bahkan tidak menjelaskan alasannya mengapa. Ah—tunggu, aku seharusnya tidak berpikir seakan-akan Violet merampas hakku. Tidak, aku tidak boleh berpikir begitu.

"Devira."

Aku tersentak dan spontan menolehkan kepalaku sembilan puluh derajat ke Kevin yang duduk di sebelah kananku. Ia menatapku dengan senyum tipis. "Aku pasti adalah seorang pangeran yang sangat tampan di matamu," ucapnya membuatku tiba-tiba merasakan panas di wajahku. "Bagaimana kau bisa seyakin itu?" tanyaku mencoba menghilangkan rasa panas di wajahku, sekaligus menetralkan ekspresiku. Namun ketika ia mulai tersenyum lebar, aku mulai ragu jika saat ini ekspresiku normal-normal saja.

"Karena kau memandangiku terus sejak tadi."

Astaga! Aku baru sadar kalau sejak tadi aku tidak memalingkan tatapanku dari wajah Kevin, bahkan saat aku sedang memikirkan hal lain. Aku malu sekali!

"T-tidak juga," jawabku spontan membuatku ingin menjerit di dalam hati. Devira! Bagaimana bisa kau berbohong pada dirimu sendiri seperti ini!?

Kevin tertawa kecil, kemudian berdiri dari duduknya membuatku yang sedang berusaha menghilangkan ekspresi 'tertangkap basah memandangi orang lain', mau tidak mau ikut berdiri. Argh, aku pasti terlihat seperti orang bodoh saat ini! Baiklah, baiklah, mari bersikap seperti biasanya, sebagai Devira 'All First'.

"Ayo kita temui Violet dan yang lainnya," ajak Kevin dan aku hanya bisa mengangguk pasrah, tidak ingin terlihat lebih konyol lagi di hadapan siapapun.

.
.
6.00 malam,

Begitu aku kembali ke tempatku bertemu dengan Greff di taman raya ini, Greff sudah pergi. Kenyataan bahwa kami bahkan tidak berpamitan dengan baik-baik membuat hatiku pilu dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan di otakku. Apakah aku terlalu kasar padanya tadi? Jika iya, apakah ia akan menjauhiku? Dan apakah aku akan sendiri lagi nanti?

Dua dari tiga pertanyaan itu rasanya sudah memiliki jawaban yang jelas. Namun, untuk pertanyaan ketiga, aku memilih untuk tidak menjawabnya.

Aku dapat melihat Violet yang berdiri di samping Eston dan Andreas, wajahnya sedikit masam, atau apalah itu sebutannya. Aku penasaran mengapa ia berekspresi begitu, dan rupanya Kevin juga melihat ekspresi

"Bagaimana jika kita mengantarkan Devira pulang ke apartemennya?" Usulan Kevin membuyarkan pikiranku.

"Eh? Tidak perlu, kok. Aku bisa—"

"Baiklah, ayo."

Ucapan Eston memotong sanggahan dariku, membuatku bungkam. Andreas juga manggut-manggut tanpa sepatah katapun. Setelah itu, Kevin mengajakku dan mereka bertiga berjalan menuju pintu keluar. Namun, Eston yang berdiri di sampingku, tiba-tiba menoleh ke belakang dan berkata, "Violet, kenapa kau melamun?"

Am I Alone?? (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang