Empat Belas

84 2 0
                                    

"Mas... Mas Isya" Aku memcoba membangunkan Mas Isya yang tampak tenang, terlentang di atas sofa Kak Adit."Ng..." Mas Isya hanya menggerakkan tangannya, menutupkan pada matanya mungkin cahaya lampu ruangan ini membuat Mas Isya terganggu.

"Mas Isya tidak ingin pulang?" Aku kembali bertanya, mencoba membuatnya terbangun. Tak lama aku lihat tubuh Mas Isya kembali bergerak, dan segera duduk lengkap dengan gerakan mengucek matanya. Lucu juga batinku. Aku hampir tak pernah melihat pemandangan yang demikian selama aku mengenal Mas Isya, dia biasanya akan bersikap seperti orang dewasa yang siap dengan segala keluhanku. Tapi keadaan yang seperti ini membuat dia seperti anak kecil.

"Dek..."

Yang di panggil akhirnya menggeser kepalanya dari depan layar monitor, "Mas udah bangun?" Tanyaku. Mas Isya mengangguk, sebagai jawaban.

"Udah lama nunggu?" tanyanya sambil berusaha duduk. Aku menggeleng. "Tadi mas mau cari ade buat pulang, tapi kata Kak Adit, ade lagi istirahat di ruangan adenya". Kak adit selalu tau caranya menenangkan ku Fikirku dalam hati. Aku belum siap, menceritakan kegiatanku di sini dan aku rasa sudah cukup hari ini aku cerita ke dia tentang keluargaku. "Iya mas, kayaknya cape karena nangis hehehe" Jawabku, di ikuti cengiran salah tingkah. Semoga dia tidak curiga.

"Mau langsung pulang?" Kata Mas Isya lagi. Aku mengangguk, lalu mematikan monitor yang sedari tadi aku gunakan untuk membaca beberapa email yang masuk.

###

"dek, yakin mau makan disini?" Laras mengangguk, dan akhirnya aku menepikan mobil yang aku kendarai dan berhenti di sebuah tenda nasi goreng. Saat bercakap dengan Kak Adit, beliau sudah mengingatkan, kalau nanti dalam perjalanan pulang pasti Laras akan minta diantar cari makan. Dan aku harus menurutinya, katanya itu salah satu caranya untuk meredam emosi, dan jangan kaget dengan porsinya yang bisa berkali lipat dengan yang biasa dia makan.

Kalian tau? Laras itu bukan orang yang suka malu-malu kucing, dan sok jaga pola makan. Bahkan kalau makan di cafe tempat Leca kerja, dia tidak akan malu untuk pesan mie atau nasi goreng, pisang coklat keju, juz Alpokat dan air mineral atau es teh tawar. Untuk ukuran perempuan, menurutku itu porsi yang luar biasa. Dan dia benar-benar mampu menghabiskannya.

"Sudah pesen dek?" Dia mengangguk, dan aku ikut duduk di seberang tempat duduknya.

"Mas, nanti antar aku ke rumah saja ya? jangan ke kost?" Aku mengangguk, aku akan mengantar kemanapun dia mau, asal aku mampu. Dan ternyata Laras hanya membungkus nasi gorengnya. Dalam keadaan seperti ini, Kak Adit selalu berpesan supaya tidak membuat dia kembali merasa di tinggalkan. Aku mencoba selalu mengingat setiap hal yang aku mulai ketahui tentang Laras dari orang-orang yang lebih dulu mengenal dia.

"Hal yang paling sulit adalah saat Laras berfikir tidak ada yang menginginkannya bahkan keluarganya sendiri, Laras selalu di ikuti rasa takut kehilangan dan kecewa sehingga untuk mennghindari itu, Laras selalu menghindari sosialisasi dengan siapapun dan tidak pernah mengizinkan orang lain masuk ke wilayahnya. Meski dia telah beberapa kali mencoba, kecewa itu selalu dia dapat dan setelah hampir tiga tahun dia sendiri, dia mulai memberanikan diri mencoba lagi dan orang yang dia pilih adalah kamu. Orang gila yang mengajaknya menikah di saat pertemuan kalian yang pertama. "

"Sebenarnya masalah utamanya apa Kak?" Tanyaku pada Kak Adit

"Kakak tidak bisa memberi jawaban yang pasti, tapi dari beberapa hal yang kakak temui, sepertinya dia mengidap fobia sosial"

Aku sempat tersentak mendengar jawaban Kak Adit, benarkah dia fobia terhadap keramaian dan masyarakat yang ada? Bukankah selama ini dia juga bakerja dan beraktifitas selayaknya manusia yang lain? lalu bagaimana bisa?

"Kakak sedang tidak bercanda kan?" Tanyaku serius, Aku melihat Kak Adit menggeleng "Kamu bisa menilai sendiri Sya, apa suatu hal yang wajar jika dalam sekian lama kalian kenal tempat yang kalian kunjungi hanya rumah sakit, cafe dan tempatnya? Kantor dan kosnya? Apa kamu tidak merasa janggal kenapa dia sangat tertutup dan tidak terlalu banyak memiliki teman? Apa kamu tidak bertanya kenapa dia hanya banyak menjawab? Sebenarnya hal ini belum  bisa kakak simpulkan secara pasti, tapi ke khawatiran kakak cenderung ke arah sana."

"Depan sana ada gerbang dengan cat biru muda kak, kita berhenti disana." Aku kembali mengangguk dan mengikuti apa  yang baru saja dia ucapkan.

=== Bdg, 100417 ===

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang