Dua Puluh Lima

63 5 6
                                    

Tok... tok... tok....

"Assalamu'alaikum dek..." suara Isya di balik sebuah pintu kost

"Wa'alaikumsalam, bentar mas..." Suara Laras menjerit menjawab salam Isya. Laras berlari dari arah kamarnya dan setelah mengganti pakaiannya. Lepas pulang kerja tadi memang Laras sempat merebahkan dirinya dulu, baru mandi alhasil dia baru selesai mandi saat menjelang maghrib seperti saat ini.

"Ada apa mas? Tumben kesini maghrib-maghrib?" Tanya Laras setelah mereka duduk di depan tv di kosan Laras.

"Iya, mas baru saja ketemu seseorang, ada urusan dan ternyata urusan tersebut sampai saat ini belum dapat terselesaikan. Rasanya makin hari, masalah ini bukannya makin meruncing malah makin tumpul ga ada jalan keluarnya."

Laras segera pergi ke dapur mengambilkan air putih dan membuatkan Isya coklat hangat untuk sekedar mengurangi rasa dahaganya. Mendengar Isya menceritakan sesuatu yang cukup serius, membuat Laras tidak tega membiarkan Isya mengambil minum sendiri. Kalau dalam kondisi yang biasa-biasa saja, Isya pasti sudah bergerak secara leluasa di kosan Laras, karena memang baginya sudah biasa.

Laras membawakan sebuah baki berisi cangkir kopi dan gelas air putih yang segera ia letakkan di meja di hadapan Isya duduk. "Minum dulu mas.." Isya segera bangkir dari duduk bersandarnya dan mengambil cangkir berisi coklat hangat yang Laras sediakan untuknya "Terima kasih dek.." Selesai menikmati Coklat hangatnya Isya kembali bersandar.

"Dek, anter mas kerumah Kirana yuk?"

Deg

Entah kenapa Laras tiba-tiba merasa ada hal yang tak nyaman pada dirinya ketika Isya memintanya mengantarkannya ke rumah Kirana, kira-kira ada urusan apa Isya dengan KIrana? apa Isya mengenal Kirana? entah mengapa pertanyaan yang hadir dalam benak Laras justru pertanyaan yang sebenarnya tidak pernah menjadi hal yang dia khawatirkan.

"Dek" Isya kembali menegur Laras untuk ketiga kalinya, karena sejak ajakannya ke rumah Kirana, Laras seperti hilang entah kemana. "Kenapa tiba-tiba Laas melamun? apa ada yang salah dengan ajakanku?" Tanya Isya dalam hati.

"I-iya mas." Laras menjawab terbata, karena terkaget. "Ehmm.. kenapa mas?"

"Kamu ngelamun dek? Mas tadi bilang, anterin mas ke rumah Kirana. Mau ga?" Isya mencoba menjawab pertanyaan Laras dengan pelan dan lembut. Jujur saja Isya masih mencoba meraba dan memahami setiap hal yang terjadi dan di alami oleh Laras.

Laras masih mencoba menerka apa yang sebenarnya sedang ada dalam fikiran Isya saat ini, kenapa harus ke rumah Kirana? "Ehm... mas ada perlu apa kesana? Apa mas ingin bertemu dengannya?" Tanya Laras hati-hati dan mencoba setenang mungkin. Namun diluar dugaan, yang Laras tunjukkan dan jelas-jelas ditangkap oleh Isya adalah hal yang sebaliknya. Gugup dan ada sesuatu yang disembunyikan.

Sambil mengerutkan dahinya Isya mencoba menjawab sehalus mungkin agar Laras tidak merasa dicurigai ataupun diinterogasi. "Itu dek, mas mau nuker mobil mas. Adek ga lupa kan kalau kemaren kita pergi pake mobil Kirana?."

"Owh..."

"Ada apa dek?"

"Ehm.. itu, ehm... apa ya? ah sudahlah. Aku siap-siap dulu baru habis Magrib kita kesana ya?" Laras mencoba mengalihkan pembicaraan, karena sejujurnya dia lupa kalau kemarin dia sempat meminta Isya menggunakan mobil Karina saat pergi ke yayasan.

"Ya sudah kita sholat dulu"

Setelah Isya dan Laras menyelesaikan sholat bersama, mereka kembali menikmati waktu santainya di depan TV. Mereka sibuk dengan fikiran masing-masing, Isya dengan segala hal perbincangannya dengan Kak Adit, sedangkan Laras dengan segala kekhawatirannya akan Karina.

"Dek"

"Mas"

Keduanya membuka suara secara bersamaan dan masing-masing di iringi rasa khawatir yang tersirat dari mata keduanya saat mereka saling tatap dengan tatapan yang sangat serius.

"Adek dulu, ada apa?"

"Hm.. anu mas... ehm... masalah Karina."

"Ada apa? Katakan saja. Bukannya dari awal kita sudah sepakat untuk mencoba dan akan saling mengenal dan terbuka tanpa kebohongan." Mendengar ucapan Isya, Laras kembali menjadi dirinya yang pertama kali Isya temui sdikit acuh dan berbicara seperlunya tampak jelas dengan pandangannya yang kembali dingin, seprti saat bertemu dengan Isya.

"Apa menurut mas hubungan kita akan berhasil?"

"Kenapa tidak?"

"Nanti ketika mas bertemu dengan Karina, apa kedekatan kita akan berubah?"

"Mas tidak bisa menjawab untuk hal yang akan terjadi nanti tapi mas akan menjawab untuk apa yang terjadi saat ini. Bahwa dari awal mas mengajakmu menikah itu benar, dan sampai saat ini belum berubah." Isya menjawab dengan tenang dan lugas, yang di balas dengan tatapan mata Laras yang tidak mampu Isya terjemahkan. Tapi dia telah berjanji, dia tidak akan menduga-duga lagi. "Ada apa?" Tanya Isya meyakinkan. 

"Apa mas bener-bener serius?"

"Sangat" jawab Isya yakin "Begini saja, sekarang adek ambil makanan dan cemilan kita ngobrol aja dulu disini. bukan tentang adek atau mas tapi tentang kita. Bagaimana?" Tanya Isya serius namun lembut. Laras hanya mengangguk, menjawab pertanyaan sekaligus ajakan Isya. "Hmm... dek, bisa kamu telpon Kirana dulu?" Laras yang sudah bersiap ke dapur untuk mengambil apa yang Isya mintapun berhenti dan berbalik menghadap Isya, dengan tatapan bertanya. "Mas hanya ingin memastikan bahwa Kirana tidak keberatan karena mobilnya sampai saat ini mas pakai." Jawab Isya mendahului Laras yang akan membuka mulutnya. Laras hanya mengangkat bahu dan pergi tanpa berniat memperpanjang pembahasan tentang Kirana dan kekhawatiran Isya tentang mobil.

Tak lama Laras kembali kehadapan Isya dengan sebuah nempan berisi dua cangkir coklat hangat, dua gelas kosong dan juga sebuah botol berisi air mineral tidak lup[a sebuah toples berisi biskuit untuk teman minuman mereka.

"Jadi sudah tel[on dek?" Tanya Isya memulai pembicaraan mereka kembali

"Tidak perlu mas, tenang saja" Jawab Laras santai sembari menekan-nekan remot TV untuk mencari chanel yang sekiranya layak untuk menjadi teman mereka ngobrol.

"Memamng Kirana ga akan mempertanyakan dek?" Tanya Isya masih dengan sedikit rasa khawatir.

Laras menghela nafas dan akhirnya meletakkan kembali remotnya, setelah mematikan TV di hadapannya. "Mas aku dan Kirana itu pribadi yang berbeda, sangat berbeda." Ucap Laras memulai membuka pembicaraan yang Isya rasa akan berakhir panjang. "Kami tidak pernah ada di tempat yang sama secara bersamaa, dan kami tidak pernah menggunakan benda apapun dalam waktu yang sama secara bersamaan. Jika saat ini mobil itu aku pakai meski ternyata mas yang bawa, Kirana tidak akan mempertanyakan atau mencarinya. Apa yang aku gunakan meski milik Kirana tidak akan pernah dia pertanyakan dan begitupun sebalikunya. Jadi sekali lagi aku bilang, mas ga perlu khawatir." LAras mencoba menjelaskan dengan jelas apa yang menjadi kekhawatiran Isya.

"Mungkin mas akan ke luar kota lusa, jadi mobilnya akan mas bawa. Bagaimana? Apa tetap tidak menjadi masalah?"

"Tidak. Santai saja. Kirana bisa menggunakan mobil yang lain untuk kerjaannya akhir minggu ini, jadi mas tidakj perlu cemas."Ucap Laras santai "Lagipula mobil mas juga masih disana kan? nanti bisalah kita barter... hehehe" Laras melanjtkan ucapannya dengan sebuah cengiran di wajahnya.

"Adek mau ikut mas? akhir minggu ini mas akan undangan pernikahan." Ajak Isya kemudian setelah dia tenang, dan Laras berhenti tertawa.

Laras segera menggeleng "Akhir minggu ini Kirana ada pekerjaan dan aku ga bisa pergi kemana-mana."

"kalau yang ada kerjaan Kirana, kenapa adek yang ga bisa pergi kemana-mana?" Tanya Isya bingung

=== Bdg,300417 ===

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang