Tujuh Belas

64 4 0
                                    

Terbangun dalam keadaan mata bengkak, adalah hal yang sangat tidak di inginkan setiap orang demikian juga aku. Tapi aku tidak pernah berfikir menutupi mata bengkakku di sini. Orang-orang yang tinggal di sini sudak tak akan kaget melihat keadaanku. Lagipula ini bukan pertama kalinya aku seperti ini, bahkan aku sendiri lupa sudah berapa banyak atau seberapa sering kejadian ini aku hadapi. Namun aku masih mencoba meyakinkan diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja dan akan ada masanya aku bahagia.

Pening di kepalaku membuatku tetap tenang di bawah selimutku meski aku tau fajar telah hadir, lepas melaksanakan kewajibanku. Aku kembali menata diriku agar dapat beristirahat kembali, menenangkan semua yang sedang berkelebat dalam fikiranku. Minimal aku ingin otakku tetap waras, meski banyak hal yang menyebabkan aku di katagorikan tidak waras. Dan tak lama lagi aku akan kembali terlelap melupakan beberapa masalah yang memenuhi kepalaku.

= = =

"Mas Isya udah keluar bi?" Tanya Leca pada Bi Isah yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka. Sedangkan Leca sendiri baru keluar dari kamar yang biasa dia gunakan untuk menginap di rumah ini.

"Belum non, Klo Mbak Laras.." Bi Isah berhenti sejenak "Non pasti sudah tau kan?" Leca mengangguk, mengiyakan pertanyaan Bi Isah. Laras akan menghabiskan waktunya untuk tidur, sampai dia merasa jenuh dengan hal itu, baru dia akan mulai aktivitas normalnya. Aneh? Mungkin untuk sebagian orang, tapi tidak untuk Laras, bagi Laras tidur adalah salah satu cara aman menenangkan dirinya di bandingkan dia harus pergi ke club atau minum obat penenang.

"Kak Adit sudah datang bi?" Dan jika keadaannya sudah seperti saat ini maka Kak Adit akan datang pagi-pagi sekali jika memang dia tidak bisa ikut menemani Laras menginap. Untuk apa? Memastikan Laras baik-baik saja dan juga mengantarkan surat sakit yang akan Leca antarkan ke kantor Laras sebelum dia berangkat kesalah satu cafe yang harus dia jaga.

"Pagi Ca" Suara Mas Isya menghampiri Leca dan Bi Isah yang sudah berada di ruang makan. "Pagi mas" Jawab Leca santai, sedangkan Bi Isah segera meninggalkan mereka untuk kembali ke dapur. "Laras belum bangun Ca?" Tanya Isya kembali. "Laras akan membutuhkan waktu tidur lebih banyak dari biasanya mas" Jawab Leca pelan, karena setelah ini dia pasti akan diminta menjelaskan kebiasaan  Laras jika sedang dalam kondisi tidak waras seperti saat semalam. "Kenapa?" Nah kan, benar? kalau bukan Leca yang akan menjawab siapa lagi? Ga mungkin sarapan yang di masak Bi Isah kan? Leca menepuk dahinya, seakan ada sesuatu yang dia lupakan. "Ada apa Ca?" Tanya Isya lagi sembari menatap Leca serius. "Ada masalah?" Leca menggeleng "makanlah dulu mas, setelah itu kita baru cerita." Ucap Leca sembari membuka piring yang tengkurap di hadapannya. "Bercerita tentang Laras dengan kondisi seperti semalam, bisa merusak mood makan dan pagiku jadi nanti saja sekalian kita menunggu Kak Adit datang." Leca melanjutkan ucapannya. Sedangkan Isya hanya mencoba memahami apa yang diterima telinganya, meski banyak pertanyaan yang hadir dalam fikirannya, tapi sebagai orang luar yang baru menghadapi hal yang di maksud dengan Leca Isya hanya mampu bersabar dan melihat saja.

"Pagi..." Suara Kak Adit memecah keheningan ruang makan yang hanya dihuni oleh Leca dan Isya. Keduanya tampak terkejut dan menatap Kak Adit seakan tak suka. Keduanya sebenarnya tengah sibuk dengan fikirannya masing-masing, Isya yang sibuk dengan segala pertanyaannya dan Leca yang sibuk merangkai kata dan berfikir akan di mulai dari mana ceritanya. "Kenapa kalian menatapku seperti itu? Kalian sedang mengheningkan cipta?" Tanya Kak Adit yang merasa agak risih dengan pandangan keduanya padanya. Leca hanya mengangkat kedua bahunya acuh, sedangkan Isya mulai menetralkan tatapannya dan tersenyum hangat pada Kak Adit "Pagi kak". Kak Adit segera duduk di sebelah Isya dan tak lama Bi Isah datang dengan secangkir kopi untuknya. "terima kasih bi".

"Bagaimana keadaannya Ca?" Tanya Kak Adit memulai introgasi paginya pada Leca yang dia yakin lebih tau keadaan saat ini di bandingkan Isya. Namun demikian Kak Adit tidak melarang Isya untuk ada di antara mereka dan menyimak apa yang akan mereka berdua bicarakan. Pasalnya Laras sendiri yang bilang, akan memulai semuanya dari awal dengan Isya termasuk akan sedikit demi sedikit apa yang tengah terjadi pada dirinya.

"Kami belum ada yang melihatnya pagi ini, semalam tak lama setelah dia menyelesaikan semua makanannya dia segera pergi ke kamarnya, begitupun aku yang memang lelah karena kemarin cafe ramai." Ucap Leca santai tanpa mengalihkan pandangannya dan fokusnya pada sarapan yang ada di hadapannya, sedangkan Isya lebih memilih mengakhiri sarapannya dan fokus menyimak pembicaraan mereka berdua. "Kakak tau sendiri, kalau kami masuk dalam kondisi moodnya yang buruk, salah-salah kami yang akan masuk ke rumah sakit." Kak Adit meletakkan cangkir yang sempat dia minum isinya dan menghadap pada Leca, meski yang di pandang sama sekali tak menghiraukan tatapannya. "Aku masuk dulu, ini surat sakitnya." Ucap Kak Adit sembari meyerahkan sebuah amplop putih dan segera berlalu dari ruang makan.

"Kak..." Panggilan Isya menghentikan langkah Kak Adit dan berbalik menghadap si pemanggil. "Boleh aku ikut?" Tanya Isya pelan-pelan, seakan khawatir yang dikatakannya akan menggganggu privacy mereka. Kak Adit tak banyak bicara dan hanya mengangguk pelan serta melanjutkan kembali langkahnya.

Di depan sebuah kamar berpintu putih tertampang jelas tulisan "Mengganggu, bersiap ke rumah sakit". Kedua lelaki berbeda usia ini menunjukkan wajah yang berbeda, yang satu terkikik geli dan yang lain bergidik ngeri apa lagi teringat kata-kata Leca barusan di ruang makan "kalau kami masuk dalam kondisi moodnya yang buruk, salah-salah kami yang akan masuk ke rumah sakit". Isya sedang berfikir seperti apa sebenarnya kemarahan si empunya kamar jika moodnya di ganggu. Apa benar-benar akan mengantarkan mereka ke rumah sakit? Ah, masa dokter harus di rawat juga? hhhh. Terdengar hembusan kasar dari Isya, sedangkan yang di sebelahnya meiriknya dan tersenyum "Takut?" entah apa yang ada dalam fikirannya, Isya justru mengangguk dan membuat Kak Adit semakin terkikik. "Kamu akan melihat sisi lainnya hari ini, jadi nikmati saja".

Kak Adit, melepas kertas berlaminating yang hanya di tempel dengan dobletip di depan pintu dan meletakkannya di bufet yang terletak di sebelah pintu kamar tersebut.

tok... tok... tok... Kak Adit mulai mengetok pintu putih tersebut. Namun tak ada jawaban sama sekali dari dalam

tok... tok... tok... Sekali lagi Kak Adit melakukan hal yang sama, namun hasilnya tetap tak berubah

tok... tok... tok... "Room service" Ucapnya kali ini setelah mengetuk pintu kembali.

Prang.... Terdengar suara benda yang di lempar dari dalam kamar dan membentur pintu tempat mereka berdiri. Kak Adit masih dengan tawa terkikiknya.

"Room Service nona" Ucapnya sekali lagi, karena dia yakin pemilik kamar sudah bangun dari tidurnya. "Saya tidak butuh layanan apapun" Teriak dari dalam. "Baiklah biar saya hubungi Ambulance saja kalau begitu" Jawab Kak Adit masih dengan tawa terkikiknya.

"Kak Adit......." teriak suara dari dalam sembari membuka pintu, dan... 

=== Bdg, 130417 ===

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang