Tiga Puluh Empat

19 3 0
                                    

"Sya,  ada yang ingin bertemu dan menjelaskan sedikit keadaan Laras padamu.  Tolong jangan menyanggah apapun dulu saat nanti kalian bertemu,  terima saja apapun yang nanti akan beliau jelaskan tentang keadaan Laras. Setelah Beliau selesai,  kamu boleh bertanya apapun padanya.  Bagaimana? " Ucap Kak Adit yang masih enggan menjelaskan lebih jauh keadaan Laras.

Keduanya masih asyik menikmati minuman yang mereka pesan dan duduk santai di kantin Rumah Sakit. Isya hanya mengangguk menjawab apa yang yang disampaikan Kak Adit, karena semakin dia bersam dengan Laras yang dia rasa bukannya semakin mengenal namun semakin tak mengerti apa yang tengah di hadapinya. Belum selesai masalah Laras yang penuh dengan misteri, kini Isya juga di sibukkan dengan Kirana yang baru saja dia temui di sebuah seminar. Apa mereka kembar? Atau mungkin...

"Sya" Suara Kak Adit membuyarakan Apa yang tengah Isya pikirkan. Kak Adit sudah berdiri, bersiap pergi dan Isya segera bangkit untuk mengikuti Kak Adit dan berusaha mempersiapkan apapun yang akan dia terima perihal keadaan perempuan yang dekat dan dia harapkan akan menjadi pasangan hidupnya. Tak lupa Isya merapalkan mantra untuk membuat dirinya ingat, bahwa dia telah memilih untuk tetap berada di samping Laras dan mencoba untuk mendampinginya, memberikan kesabaran yang tidak terbatas untukknya. Semua pasti baik-baik saja, itu yang selalu Isya tanamkan dalam pikirannya, agar hatinya ikut tenanng untuk menghadapi apa yang mungkin sebentar lagi akan ada di hadapannya.

Keduanya terhenti, di depan pintu sebuah ruang inap yang sempat Isya kenal, karena minggu lalu Isya baru saja mengantarkan perempuan yang dia dekati kesana. Masih di ruangan yang sama, dan kemungkinan di dalamnya ada orang yang sama pula. Namun mungkin dengan keadaan yang berbeda, karena di lihat dari cara Kak Adit yang nampak sulit menjelaskan keadaan Laras, Isya mengambil kesimpulan bahwan keadaan Laras jauh dari kata baik-baik saja.

"Tok.. Tok..."

"Masuk..." Setelah terdengan izin yang diberikan dari dalam Kak Adit segera membuka pintu ruang inap tersebut, dan sedikit menyingkirkan tubuhnya agar Isya juga dapat melihat keadaan yang ada di dalam, begitupun sebaliknya agar yang di dalam tahu siapa yang kini sedang bersama dengannya.

Tiga orang yang ada di dalam ruangan tersebut kaget, melihat orang yang dibawa oleh Kak Adit dan hal yang sama juga di rasakan oleh orang yang sama. Sedangkan Kak Adit hanya tenang, karena dia tau cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Suka atau tidak, cepat atau lambat, hari ini akan datang. Dan jika semuanya ingin baik-baik saja hal ini harus segera diselesaikan.

"Mas Isya..." Suara perempuan dengan pakaian pasien dalam ruang tersebut mengawali akhir keheningan yang terjadi.

Sepasang suami istri yang sedari tadi menemani masih tidak dapat menutupi rasa kaget dan heran yang ada bagi keduanya, namun keduanya berusaha untuk bersikap biasa saja karena tidak ingin membuat keadaan sang putri semakin buruk.

Isya dan Kak Adit segera masuk dan mendekat pada brankar tempat si pasien berbaring. Sedang sepang suami istri yang sedari tadi disana bangkit dari duduknya di kanan dan kiri putrinya. Sang lelaki yang jaraknya lebih dekat dengan Isya, berbisik lirih "Bisa kita bicara di ruang Daddy?" Suara yang hanya di dengar keduanya di jawab anggukan oleh Isya.

"Mom, bisa ke ruang Daddy sebentar?" Ajak Dr. Yadi pada istrinya. "Sayang, Daddy pinjam masmu y?" setelah mendapat sebuah anggukan dari istrinya, kini tatapan Dr. Yadi beralih pada putrinya yang nampak cemas dan heran dengan keadaan yang sedang terjadi. Kak Adit yang sudah duduk di kursi sebelah kanan brankar masih diam dan tidak menunjukkan ekspresi apapun, yang justru membuat pasien semakin tengan dan khawatir.

"Tenanglah semua akan baik-baik saja" Ucap Kak Adit yang merasa di perhatikan oleh adiknya. "Ada kakak disini, istirahatlah." Kak Adit segera bangkit dan menata selimut dikaki adiknya dan meminta adiknya kembali istirahat. Kecemasan di mata adiknya adalah hal yang terakhir yang ingin dia lihat dari tatapan adiknya, setelah tatapan putus asanya beberapa tahun silam.

===

"Duduklah nak" perintah sang Ayah pada puta semata wayangnya. Sedangkan sang istri sudah lebih dulu duduk nyaman di sofa yang tersedia di ruangan suaminya. Ruangan tersebut memang bukan ruangan praktik, tapi ruangan pribadi milik pemilik Rumah Sakit yang biasa di gunakan untuk bertemu dengan tamu-tamu penting atau rekan sejawatnya. Sehingga ruangan tersebut diisi oleh satu set sofa dan beberapa lemari untuk menyimpan beberapa berkas.

Sang kepala rumah tangga, tampak duduk nyaman di sebuat sofa singel di ruang tersebut. Sang putra memilih duduk di sebrang sang Ibu. Ketiganya duduk tenang, dalam diam tanpa memandang satu sama lain.

"Nak.." Suara Dr. Yadi mengintrupsi apapun yang kini ada si pikiran masing masing orang yang ada di dalam ruangan tersebut. "Siapa yang kamu lihat ada di brankar tadi?" lanjut Dr. Yadi pada putranya.

Isya yang masih terdiam dan nampak bingung dengan apa yang di maksudkan dengan sang daddy.

"maksud daddy?" bukan menjawab, Isya justru memberi pertanyaan pada orangtuanya.

"Siapa yang kamu kenal?" kali ini mommy yang bertanya pada putra semata wayangnya.

"maksud mom apa?" Isya masih belum mengerti arah pertanyaan kedua orangtua nya. "Apa jawaban Isya berbeda dengan apa yang ada difikiran kalian?"

Pertanyaan Isya,  hanya mendapat hembusan kasar kedua orangtuanya yang mulai nampak tegang dan panik.

"Jawablah nak,  karena jawabanmu menetukan bagaimana sikap kami selanjutnya." Sang Daddy mencoba lebih tenang dalam menjawab apa yang di tanyakan putranya.

= Bdg,  20180212=

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang