Dua Puluh Delapan

54 6 0
                                    

Ucapan terimakasih saya haturkan untuk semua pembaca dan kakak-kakak yang selalu vote sehingga menjadi semangat tersendiri untuk saya menyelesaikan cerita ini.

(^_~)
-aeni-

===

"Jelaskan..." Perintah Mr. Danu tegas

Menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan, suka tak suka Isya harus menceritakannya jika dia ingin tetap keluar dari ruang ini secara cepat sehingga acara seminarnya tidak selesai sebelum dia datang.

"Isya suka perempuan Mister, dia.. dia memiliki banyak hal yang menurut saya special, meski bagi sebagian orang biasa saja bahkan dia tidak tersentuh namun bagi saya segala misterinya harus segera saya kuak dan segera mendapatkan jalan terbaik untuknya." Isya terdiam sesaat, menghela nafas pelan. Menimbang mana yg sebaiknya dia sampaikan dan mana yang seharusnya menjadi rahasia pribadinya.

"Jangan mencoba menutupi sesuatu atau muter-muter Isya, ceritakan saja secara detail dan lugas supaya kami bisa bantu mencarikan jalan keluarnya." Mr. Danu menghentikan kata yang hampir terucap oleh Isya, dan Isya kembali terdiam merasa percuma saja memilah milah apa yang ingin dia sampaikan jika faktanya Mr. Danu bahkan telah membacakan isi pikirannya terlebih dahulu.

====

"Kamu yakin, tidak akan menjadi masalah jika Kirana hanya sendirian dalam acara hari ini Dr. Adit" tanya Dr. Yadi melalui telponnya.

Dr. Yadi awalnya menghubungi Dr. Adit untuk memastikan jadwal Kirana tidak ada masalah, seperti jadwal-jadwal sebelumnya karena sesuai kesepakatan bersama melalui email hari ini seharusnya Dr. Adit yang mendampingi Kirana di Jakarta guna menghadiri seminar sekaligus Launching bukunya.

Sejak Kirana menjadi seorang psikolog dan mulai pendidikannya untuk menjadi psikiater, Kirana selalu didampingi jika harus keluar kota untuk urusan apapun. Biasanya jika bukan Dr. Yadi dan istri makan Dr. Adit dan keluarganya namun jika keduanya berhalangan dan jadwal Kirana telah ditetapkan maka Leca yang akan mendampingi. Yang jelas Kirana tidak diizinkan pergi sendiri, terlalu riskan.

"Tidak perlu khawatir dok, Kirana bersama supirnya jadi tidak sendirian. Ayolah sudah saatnya kita memberi kepercayaan padanya, sebagaimana dia mencoba memberikan kepercayaan pada kita." Jawab Dr. Adit dengan santai "lagipula saat ini yang bekerja adalah seorang Kirana, orang yang dikenal sangat profesional, jadi tidak perlu ada yang kita khawatirkan."

"Oke sebagai dokter, aku tidak memiliki kemampuan menganalisa kejiwaan seseorang sebaik psikiater sepertimu, jadi pastikan semuanya baik-baik saja."

"Oke, selamat menikmati waktu liburan anda." Tutup Dr.Adit akhirnya.
 
Sebenarnya Adit sendiri tidak melepas Kirana pergi sendirian begitu saja, dia hanya berusaha melakukan yang terbaik sebagai psikiater agar pasiennya dapat benar-benar pulih. Jika sebagai dokter dia selalu mengusahakan kesembuhan pasiennya, bagaimana mungkin hal yang sama tidak dia usahakan untuk orang yang dia anggap adiknya sendiri. 

Tanpa menunggu lama, Dr. Adit segera menscrol kontak yang ada di Hpnya untuk menghubungi sahabatnya yang juga dia percayakan kondisi Kirana pagi ini, sehingga Dr. Adit bisa dengan serius memastikan kondisi Kirana disana, meski jauh darinya.

"Assalamu'alaikum Syam..." Sapa Dr. Adit begitu telponnya mendapatkan jawaban.

"Wa'alaikumsalam Dit, ada apa? Kalau kamu ingin memastikan keadaan adik tersayang kamu, semuanya baik-baik saja. Saat ini dia sedang memberi materi tentang bukunya dan semua dilakukan dengan sangat baik. Ada yang lain?"

Dr. Adit yang di tembak dengan jawaban seperti itu hanya mampu tersenyum di tempatnya, karena dia tau saat ini tingkat kekhawatirannya di baca secara jelas oleh sahabat satu profesinya. Syamsudin sahabatnya ini memang hanya sesekali dapat dia temui, tapi tak jarang mereka komunikasi untuk mendiskusikan hal-hal yang mereka temukan pada pasien-pasien yang mereka temui. Dan sebenarnya Syamsudin juga cukup tau dan kenal dengan baik dengan Kirana, karena dia juga patner kerja Kirana disalah satu Rumah Sakit Jiwa Jakarta.

"Baiklah kalau tidak ada lagi yang ingin kamu tanyakan aku tutup saja telponnya, kamu tidak ingin kehadiranku di seminar ini tidak menghasilkan apapu hanya karena mendengarkan olecahanmu di telpon bukan? lagipula jarang-jarang bisa menghadiri seminar psikolog muda terkenal seperti dia." Sambung Syam mengembalikan Dr. Adit pada kenyataan bahwa dia sendiri sedang telpon.

"Baiklah, jaga adikku dan dampingi dia saat dia kunjungan pada pasiennya nanti."

"Siap boss" Ucap Syam mengakhiri telponnya denga Dr. Adit

====

"Baiklah semoga kamu bisa sharing dengan psikolog yang kini telah mengadakan seminar, Dia memang terkenal dingin namun dia juga di kenal dengan keberhasilannya pada hampir semua pasiennya. Hanya saja sampai saat ini dia tidak pernah mau di sebut sebagai Psikiater, dan dia tidak pernah mau menangani sembarang pasien.'" Ucap Mr. Danu setelah mendengarkan seluruh cerita yang mengalir dari Isya tentang Laras.

Isya akhirnya menyerah dan memutuskan untuk menceritakan apa yang dia alami dengan Laras, karena dia juga berharap akan ada orang yang mampu membantu mengembalikan Laras seperti manusia apa umumnya dan membuat segala diagnosis yang di buat Kak Adit terhapuskan. Semua percakapannya dengan Aditpun tak luput dia ceritakan pada sang dosen, satu hal yang belum dia ceritakan, adalah mengenai hubungan sang gadisnya dengan Daddynya karena sampai saat ini dia juga belum mendapatkan jawaban yang pasti akan kekhawatiran dan kecurigaannya.

"Kembalilah pada seminar itu sebelum acaranya selesai dan semoga kamu memiliki kesempatan untuk memasuki termin tanya jawab dengannya." Suara Mr. Danu dan sebuah tepukan di pundak Isya, membuat dia tersadar dan segera bangkit dari duduknya.

"Terimakasih dan mohon do'anya" jawab Isya, sekaligus undur diri dan meninggalkan ruangan tersebut.

"Semoga aku dapat kesempatan berbicara dan mendapatkan solusi terbaik darinya." Do'a Isya dalam hati.

===

"Pertanyaan terakhir pada termin kedua" suara moderator yang bertugas pada acara tanya jawab seminar Karina. "Mengapa anda memilih-milih dalam penangani pasien?" Lanjut moderator yang telah mencacat semua pertanyaan peserta seminar,yang telah di ajukan sebelumnya.

"Saya tidak ada maksud untuk memilih-milih pasien, hanya saja saya berusaha memberikan yang terbaik setiap kali saya bertemu kasus yang sedang saya hadapi. Karena bagi saya ketika saya menyanggupi suatu kasus, maka disaat itulah saya memiliki tanggung jawab atas hal tersebut. Setiap pilihan di awal berakhir dengan tanggung jawab." Jawab Kirana singkat, tenang dan tegas.

"Baik kita buka termin terakhir untuk tiga penanya dengan tiga pertanyaan" Moderator melanjutkan sesi tanya jawab yang menyisakan termin terakhir. "Ya, silakan anda yang ada di sebelah sana." Moderator menunjuk salah satu peserta seminar yang telah mengangkat tangan dan menyiapkan pertanyaannya

"Mengapa setelah menyelesaikan pendidikan S1 psikologi, anda justru mengulang S1 dengan fakultas kedokteran?" Tanya orang pertama yang di tunjuk oleh moderator.

"Pertanyaan selanjutnya?"

"Mengapa anda sangat dingin? ini hanya tampilan luar saja atau memang kepribadian anda?" Tanya penanya lain yang telah di beri kesempatan bertanya oleh moderator.

"Ya, pertanyaan terakhir?" Moderator memberikan kesempatak penanya lain untuk bertanya.

"Mengapa meski telah memenuhi kriteria sebagai psikiater, anda lebih sering di kenal sebagai psikolog?" Pertanyaan terakhir telah di sampaikan. Moderator menutup termin pertanyaan yang ada, karena tiga pertanyaan telah di sampaikan. Namun di sisi lain, pandangan Kirana tiba-tiba berubah menjadi sedikit khawatir, cemas dan kosong dan tatapannya bertemu dengan tatapan penanya terakhir yang tampak begitu antusias menanti jawaban dari Kirana.

"Jangan sekarang Laras, jangan Kiranan tidak selemah itu " kalimat yang terus di gumamkan oleh Kirana dalam hati, setelah yakin bahkan yang bertanya dan ditatapnya adalah orang yang memang dia kenal.

== Bdg, 110517 ===

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang