Lima Belas

74 5 0
                                    

"Mas, bisakah mas menginap disini saja?" Tanya laras sebelum turun dari mobilku. "Tapi dek," Aku mulai bingung, bagaimana akan menjawab permintaanya. "Mas tenang saja, di dalam ada bibi dan akang yang bertugas sebagai tukang bersih-bersih dan jaga rumah ini. Nanti Leca juga akan nginep disini, sambil membawakan pisang coklat keju dan coklat hangat dari cafe" Aku masih terdiam dan berfikir, bagaimana jalan terbaiknya? "Atau Laras harus minta Kak Adit juga menginap disini?" Tanyanya lagi. Bagaimana jika dia merasa ditinggalkan lagi jika aku menolak? "bagaimana mas?" Dia kembali bertanya "Kalau ga bisa ga-" "eh dek, ga apa-apa. Mas akan menginap malam ini. Leca akan datang jam berapa?" Tanyaku. "Setelah cafe tutup dia akan langsung kesini di antar supir cafe mas." Aku mengangguk dan membunyikan klakson, agar ada yang membukaan gerbang rumah.

Tak lama keluar seorang lelaki paruh baya yang membukakan gerbang dan segera berlari ke arah mobilku. Sebelum mengetuk kaca mobilku, Laras sudah membuka kaca dan meminta orang tersebut membukakan gerbangnya. Begitu masuk aku memarkirkan mobilku di garasi yang tersedia. pertanyaan awalku tentang pemilik rumah inipun sedikit terjawab, dari dua mobil yang ada di garasi jelas terlihat pemiliknya. Fortuner sport putih dengan Nopol K 1124 N dan sebuah Inova Hitam dengan Nopol yang serupa K 1124 NA. sepertinya yang nama yang belakangan sering aku dengar ini bukan orang sembarangan.

Sebuah rumah dua lantai yang cukup besar dan mewah ini, membuktikan seberapa beradanya pemiliknya. Hanya yang sampai sekarang aku tidak tau adalah ada hubungan apa antara Laras dengan Kiran? AKu masih teringat saat Leca bilang "Nanti akan ada saatnya kamu tau siapa Kirana dan bagaimana Larasati tetap bisa bertahan hidup" Sebenarnya hubungan seperti apa yang ada diantara mereka berdua?. Aku sendiri sampai sekarang belum tau siapa Kirana karena Laras belum pernah menyinggung nama itu.

Begitu masuk kang Adang, yang tadi membukakan pintu gerbang mengenal diri sebagai Tukang kebun dan penjaga rumah ini, dan Beliau tinggal disini bersama dengan istrinya Bi isah. Katanya mereka memang jarang dan hampir tidak pernah menerima tamu di rumah ini, apa lagi saat malam seperti sekarang makanya tadi beliau sempat bingung, di tambah pemilik rumah ini memang tidak mengijinkan ada orang bertamu kecuali orang-orang terdekat yang mereka sudah kenal saja. Leca, Kak Adit juga Mommy dan Daddy nya Laras.

Sampai di ruang tengah Bi Isah memintak untuk ke ruang makan, Karena Laras katanyas sudah menunggu disana untuk makan malam. Nasi goreng yang tadi Laras beli ternyata sudah tertata rapi di meja makan dan Laras juga sepertinya sudah ganti baju.
Aku segera duduk di hadapannya.

"Makan mas" katanya sembari menyodorkan sepiring nasi goreng di hadapanku. Aku mengangguk dan mulai memakan nasi gorengnya. Aku memperhatikan dia yang fokus dengan nasi dan hanya diam tak bersuara.

"Dek.." Panggilku lirih. Aku melihatnya mengangkat kepalanya "Rumah siapa?" Tanyaku "Kirana" Jawabnya singkat. "Kirana itu siapa?" tanyaku lagi, mungkin akan lebih baik jika aku menuntaskan segala penasaranku tentang nama itu. "Psikolog" Jawabnya tak kalah singkat dari sebelumnya. Apa ada sesuatu yang masih belum bisa dia sampaikan? memperhatikan dia yang makan begitu tenang, seakan tak ingin diganggu, aku memutuskan untuk ikut makan dalam diam.

Tak lama berselang, setelah kami selesai makan dan mulai duduk di ruang tengah, aku melihat Leca datang membawa beberapa bungkusan yang aku yakin berisi makanan dari cafe. Namun dia langsung masuk ke dapur tanpa repot menyapa kami. Apa dia juga sudah sering datang kesini? Sebenarnya ada hubungan apa Kirana itu dengan mereka? kenapa tampaknya mereka tidak merasa segan keluar masuk di rumah ini?

"Mas santai saja, anggap saja rumah ini seperti rumah mas sendiri. Enggak perlu heran kenapa Leca bisa dengan bebas masuk kesini, begitu juga denganku. Nanti ada waktunya mas mengerti tentang ini semua." Laras mencoba bicara seakan mengerti dengan apa yang sedari tadi ada dalam fikiranku, dan aku hanya mengangguk.

"Ini mas cemilan malamnya hehehe" Leca datang membawa nampan berisi minuman hangat dan juga pisang coklat keju.

"Belum sehat Ras?" Tanya Leca setelah ikut duduk bersama kami. Laras hanya melirik dan mendengus kesal, seakan ada pertanyaan Leca yang salah. "Oke... oke ini makanan pesenan kamu, cepet makan dan tidur." Tanpa membalas apapun aku melihat Laras mengambil pisang keju miliknya dan dengan tenang menghabiskannya sambil sesekali menonton tayangan di TV di depan kami. Sedangkan aku melihat Leca hanya memperhatikan Laras sembali geleng-geleng kepala.

"tadi udan makan Ras?" Tanya Leca yang dijawab dengan anggukan oleh Laras. Aku melihat Leca kembali menghembuskan nafasnya dan mendengus kesal, sepertinya ada hal yang mereka rasakan tapi tidak mungkin untuk dibicarakan. Atau mungkin karena ada aku disini? ah entahlah, nanti saja kita lihat seberapa lama mereka akan seperti ini. "Mas Isya akan menginap disini juga?" Akhirnya Leca bertanya padaku juga, tadinya aku fikir aku hanya akan menjadi penonton mereka berdua saja. Aku mengangguk menjawab pertanyaan Leca. Sebenarnya aku merasa segan dan tidak enak harus menginap di rumah yang aku sendiri tidak mengenal pemiliknya di tambah lagi penghuni yang lain juga gadis-gadis yang tidak ada hubungan keluarga denganku, tapi bagaimana lagi, melihat keadaan Laras yang demikian, aku juga tidak mungkin menolak permintaanyya bukan? Dan semoga Leca tidak berfikir yang macam-macam.

Aku melihat Laras segera meninggalkan kami setelah semua makanan dan minumannya habis tanpa berpamitan pada kami. Mungkin dia sudah terlalu lelah atau mungkin ada hal yang tidak dia sukai? sudahlah, tidak perlu menebak-nebak.

"Mas Isya tenang saja, keadaan ini sudah pernah terjadi beberapa kali dan aku tau bukan kehendak mas pribadi untuk menginap disini bukan? Laras hanya takut dia hilang kendali makanya dia meminta beberapa orang menemaninya. Tadi Kak Adit sudah menelpon dan menjelaskan apa yang terjadi di Rumah sakit tadi, termasuk alasan Laras pulang lebih cepat dari rumah orangtuanya.  Mas bingung ya? dengan hal sepele yang sedemikian rumit di fikiran Laras?" Aku mendengarkan pembicaraan Leca dan mengangguk untuk menjawab pertanyaannya.

"Laras itu memiliki daya ingat yang cukup tajam, dan sayangnya orang tuanya tidak paham dengan keadaan itu. Banyak hal yang terjadi padanya dan sulit dia lupakan sehingga masalah sedikit saja dapat menambah kecewa dan luka yang selama ini dia simpan sendiri." Aku masih memperhatikan apa yang kali ini akan Leca sampaikan padaku. "Keadaan yang terus menerus membuat dia kecewa itulah yang akhirnya membuat dia menjadi pribadi yang tertutup dan tak tersentuh bahkan oleh keluarganya sendiri. Dia takut kecewa dan cara termudah yang dia lakukan adalah menghindari apapun yang mungkin akan membuatnya kecewa, termasuk menghindari siapapun yang bisa membuatnya kecewa. Bisa di bilang dia mengalami semacam trauma." Lanjutnya

"Mungkinkah jika dia kita bawa ke Psikolog? Mungkin Kak Adit bisa membantu, bukankah dia bertugas di Rumah sakit jiwa jadi aku yakin dia memiliki banyak kenalan Psikolog."

"Pernah mencoba berdebat dengan ahli matematik di mata pelajaran matematika Mas?"

"Maksudnya Ca?"

"Misalnya mas sedang belajar matematika di kelas dan meas mendekat pemberi materi tersebut, pernah mencoba?" Aku hanya menggeleng. Gila saja mendebat si ahli materi pada materinya sendiri, iya kalau kita genius kalau ga? Bisa di ketawain doang.

"Itu yang kini kita alami pada kasus Laras mas" Jawabnya sambil menghembuskan nafas

"maksudnya Ca"...

=== Bdg, 110417 ===

My Sick...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang