Part 3

690 62 2
                                    

Gracia mulai suntuk hari ini. Setelah beberapa hari yang lalu Frans mengungkapkan bahwa kakaknya adalah Jessica Veranda, orang yang menabrak Gracia waktu itu, Gracia—entah apa yang ada di pikirannya—malah menjaga jarak dengan Frans. Membuat cowok itu di serang galau berhari-hari.

Masa bodoh dengan peringatan Mario jika akan mendeportasi siapapun itu yang pindah tempat sekarang. Dia pindah duduk bersama Shani lagi. Dan begitu melihat Gracia pindah, semuanya langsung pindah. Dah kompak banget kelas satu ini, pindah satu pindah semua. Toh hari ini Mario tidak masuk di karenakan sakit.

Plus ini jam kosong. Semuanya langsung terserang virus gesrek masal. Termasuk Gracia dan terkecuali Frans. Gadis penyuka warna ungu itu ikutan ngerumpi di pojokan kelas bersama para sohib-nya. Dan karena permintaan Anin, mereka membahas tentang kakak kelas terpopulernya itu. Jessica Veranda.

"Heh, denger yah, kemaren kak Ve tuh ditembak sama kak Farish. Tapi ditolak dah." Nabil. Cowok itu, entah sejak kapan bergabung dalam obrolan.

"Hah?!" Pekik Anin, "eh bukannya kak Farish itu... eh masa iya sih, Bil?"

"Iye dah, kemaren dia suruh gue temenin dia. Dih, ogah ye, gue. Mendingan juga ngumpet di balik tiang-tiang, tuh." Nabil terkekeh gaje sendiri.

"Aku nggak ngerti, deh, yang kalian omongin." gumam Shani dengan polosnya.

"Ya, udah, ganti topik aja." Sahut Feni. Di detik berikutnya, dia langsung memekik kegirangan saat menyadari Frans terus menatap Gracia—yang sedang memunggunginya.

"Bil, lo jangan ember, ya, jadi cowok," setelah melakukan ritual ala anak SD pada Nabil, Feni langsung memulai topik baru. "Jadi, Gre, gimana hubungan lo sama Frans?" Feni menaik turunkan alisnya.

"Hubungan? Gue, 'kan, nggak ada apa-apa sama dia." pada dasarnya Gracia yang lola dan kurang peka, bukannya jawaban atau penjelasan yang Gracia dapatkan, tapi malah cekikikan gaje dari mereka. "Paan si? Nggak ngerti gue."

"Ya ampun, Gre. Kapan sih lo pekanya, hah?" Kata Anin di sela-sela tawa.

Tapi hal itu malah membuat Gracia makin kebingungan. Sumpah. Jika bisa di lihat, pikirannya hanya ada gambaran gulungan benang yang berantakan.

***

Frans, cowok itu sedang duduk di atas kap mobil putih yang terparkir rapi di parkiran sekolah. Menunggu Gracia? Hah, apa gunanya jika gadis penyuka warna ungu itu malah menjaga jarak dengannya di minggu terakhir ini? Frans sedang menunggu kakaknya. Iya kakaknya, Jessica Veranda. Dia yang senin depan akan lepas jabatan sebagai pengurus OSIS bersama rekan-rekannya.

Oh ya, bicara tentang Veranda, Frans baru ingat jika kakaknya yang satu itu masih sibuk menghadiri rapat terakhirnya yang membahas pelantikan pengurus OSIS yang baru. Tadi juga Veranda sudah memberikan kunci mobilnya ke Frans. Dan dia bilang mau pulang bareng Naomi. Yaudah.

Jadi ini akibat Frans terlalu banyak berharap pada Gracia? Jadi tertular virus lola-nya(?).

Bruk!

"A-aku, s-sorry, Frans." oh, sepertinya Tuhan mengabulkan doa Frans yang mengharapkan Gracia tiba-tiba datang ke sini. "Mereka dorong gue."

Yap! Entah apa yang di pikirkan Feni and the gengs tambah Nabil yang tadinya ngotot ingin ikut, mereka punya rencana buat comblangin Frans dan Gracia. Cocok gak cocok tetap harus cocok, kata mereka.

Tapi ikut sertanya Nabil ternyata berguna juga. Dia, 'kan, juga bawa mobil, alasannya mau nganterin cewek-cewek ini pulang. Ya karena Gracia nggak ada peka-pekanya, ya dia nurut aja. Sampai tadi, mereka jorokin Gracia ke Frans terus langsung kabur.

"Hmm," Frans hanya bergumam tak acuh, lalu segera turun dan berjalan memasuki mobilnya. Namun berhenti sesaat setelah membuka pintu mobil. "Bareng nggak?"

"Ng," Gracia menoleh ke belakang, tak mendapati mobil Nabil di sana, dengan kata lain Gracia di tinggal. Dan rencana selanjutnya adalah membiarkan Frans dan Gracia pulang bersama. Lagi. "Y-ya deh."

***

Mobil putih itu berhenti di depan rumah Gracia setelah menimbulkan suara decitan yang senyaring teriakan Mamanya. Bukannya membuka kunci mobil, Frans malah diam. Sedangkan Gracia sudah kebingungan setengah mati di dalam sana.

"Bukain, Frans."

"Lo marah sama gue?" sahut Frans cepat, membuat keringat dingin membasahi pelipis Gracia.

"Ng-nggak. Enggak kok."

Frans menatap mata cokelat Gracia lekat-lekat. "Terus kenapa jaga jarak sama gue? Lo benci setelah tau kakak gue itu Jessica Veranda? Atau lo marah gara-gara gue panggil loe 'Sayang' waktu itu? Gue nggak ngerti deh, Gre."

"F-Frans.."

Cowok itu menghela napas berat. Lalu tangannya beralih membuka lock mobilnya.

"Turun, Gre."

"T-tapi,—"

"Turun. Udah sampai."

"F-Frans,—"

"Turun atau gue culik lo sekarang?!"

Gracia menelan ludahnya susah payah. Akhirnya dia turun dan membiarkan mobil putih milik Frans itu kembali melaju memecah jalanan Ibu Kota.

"Loh, Gre? Kenapa? Kok mukanya ditekuk gitu?" Tanya Shania sesaat setelah Gracia menghempaskan tubuhnya di sofa ruang keluarga.

"Galau lagi Gre?" Sahut Boby yang langsung mendapat cubitan di perut dari Shania. Kebetulan dua orang baru selesai memasak di dapur, alias Boby yang bagian cicipin masakan Shania. Nggak ada bantu-bantunya dia mah. Kalau Bi Inah sekarang masih pulang kampung, di Bandung, anaknya sakit.

"Tau ah, Ma, Pa." Sungut Gracia yang makin menekuk wajahnya. "Jadi inget kak Keenan." lirihnya.

"Hah? Apa, Gre? Jadi kangen masakan Papa?" sahut Boby sumringah.

Shania dan Gracia langsung muntah-muntah lebay mengingat masakan Boby yang satu bulan lalu hampir satu rumah sakit panas, pusing, dan muntah-muntah. Waktu itu, Boby masak telur, tapi kebanyakan garam, udah gitu masih di tambahi Mas*ko. Asin. Pake Banget. Bukan itu juga sebenarnya. Masih ada jus melon kebanyakan air, sambel yang kebanyakan cabai sampai mie goreng aja pakai kuah.

Ingatlah, Masakan Boby Membunuhmu.

"Yee! Kenapa sih kalian, enak tau masakan Papa." sungut Boby yang merasa diremehkan oleh dua perempuan yang tak lain adalah anak dan istrinya itu.

Jujur saja, duo Shania saat ini sedang malas tertawa. "Tadi yang nganterin siapa, Gre? Frans ya?" Shania menaik turunkan alisnya.

"Frans?" Boby membeo sambil mengernyit. "Loh? Gre, udah mau seriusan? Terus, Hamids dikemanain?"

Tak!

Kalian tahu spatula? Benda itu baru saja mendarat mulus di jidat Boby. Beruntung Shania baru saja mencucinya. "Hush! Boby!" desis Shania sambil mendelik tajam ke arah suaminya itu. "Dijaga itu mulutnya."

"Loh, Gre, Gracia!" lanjutnya saat Gracia beranjak dari ruang keluarga dan berlari ke kamarnya. Lagi. Shania mendelik tajam ke arah Boby. "Lihat tuh, ngambek 'kan dia?"

"Ya, maaf. Ya, deh, nanti malem kita hang out bertiga. Gimana?"










To Be Continued

[A/N]

Yeay update :v *Paan deh?
Gimana GJ, ya? Ada yg mau komen? Kritik dan saran selalu diterima :)

See ya!

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang