Epilog

702 30 15
                                    

Hujan malam itu berhasil membuat kencan Gracia dan Frans berantakan. Mereka membatalkan rencana malam minggu-an ke Puncak dan malah terdampar di sebuah kafe di tengah perjalanan. Selain itu, mungkin teman-teman Gracia atau juga teman Frans—yang sudah mengetahui hubungan mereka—sengaja mendoakan agar mobil Frans mogok.

Sungguh manjur doa para jomblo di malam minggu ini.

Gracia tengah menatap suasana luar kafe lewat jendela dengan segelas cappuchino yang masih mengepulkan asap, ia merapatkan kedua tangannya pada gelas itu untuk mencari kehangatan. Sementara itu Frans mengalihkan pandangannya ke sekeliling sambil terheran, kenapa tempat ini ramai walaupun sedang hujan, ya? Atau mereka sama-sama korban kencan gagal seperti dirinya? Frans sungguh tidak jelas.

“Canggung banget.” kata Gracia setengah terkekeh lalu menoleh ke Frans, membuat cowok itu berhenti mengetukkan jari ke meja. Frans terjengat.

”Ha?”

Gracia mengendikkan bahu. “Gimana kalau cerita awalnya kamu suka sama aku. Hmm? Daripada canggung gini.”

Wajah Frans memanas. Namun ia segera menguasai diri dan menegakkan tubuh dengan kedua tangan yang dilipat di atas meja. Pemuda itu tampak berpikir.

“Awalnya, ya?” gumam Frans menerawang ke luar kafe. “Mungkin ... waktu pertama tahu kamu main basket pas classmeet kelas 10.” ia lalu tersenyum.

Dulu, dulu sekali, saat akhir semester dan dalam masa penantian liburan, sekolah mereka berdua mengadakan classmeet. Frans yang saat itu sedang berjalan bersama Nabil dan Dyo menuju kelas tiba-tiba mendengar suara teriakan heboh dari lapangan. Frans sudah tidak berniat mendatangi kerumunan itu, tapi Nabil memaksa dan menariknya ke lapangan. Mereka menyelinap sampai akhirnya tiba di barisan paling depan. Baru saja di tempat itu selama 3 detik, jantung Frans langsung dibuat berpacu saat dua orang pemain tiba-tiba berebut bola yang tadi mengarah ke arah Frans.

Dan saat itu, Frans menyadari bahwa hari ini adalah bagian tanding yang perempuan. Seseorang yang kata Nabil bernama Gracia, yang tadi menyelamatkan Frans dari lemparan bola secara tidak langsung, ternyata teman sekelas mereka. Dan bodohnya, Frans melupakan fakta tersebut.

Sejak saat Gracia menyelamatkan Frans waktu itu, setiap saat Frans selalu diam-diam memperhatikan Gracia. Mengamati gerak-geriknya, dan Frans berubah menjadi stalker yang mulai berani mengirim surat-surat motivasi begitu mereka naik kelas.

Gracia bertompang dagu saat Frans selesai bercerita. Gadis itu tersenyum. “Kayak drama Korea, ya?”

“Mungkin kisah kita emang terinspirasi dari drama Korea.” kata Frans asal lalu tertawa. Gracia terkekeh geli mendengarnya.

“Drama apa coba?”

School 2048.” Frans kembali tergelak. “Kalo kamu? Bukannya sama Hamids, ya? Hmmmm?” pemuda itu langsung berubah 180° menjadi tengil-tengil menyebalkan.

Gracia menendang kaki Frans dari bawah meja. “Bodo amat. Omong-omong, Frans, kenapa kita jadi sok formal gini, sih?”

“Cih, pengalihan topik.” Frans mengibaskan tangannya ke udara. “Emang kamu pikir aku bakal terpengaruh terus ngelupain pertanyaan sebelumnya? Nggak! Hahaha! Ini, ‘kan kesepakatan dan kamu setuju. Jadi, nggak bisa diganggu gugat.”

“Ayo jawab, cepetan.” kata Frans lagi saat Gracia merengut. Sungguh suka sekali menyiksa orang Frans ini.

Gracia tampak berpikir beberapa detik, kemudian mengendikkan bahu. “Nggak tahu, tuh.”

“Weh!” Frans pura-pura kecewa. “Terus, kamu pacaran sama aku atas dasar kasihan? Jahat.”

Gracia terkekeh mendengarnya. “Nggak lah!” Frans kembali memasang wajah ceria mendengarnya. “Jadi, awalnya, aku nge-fans sama Kak Veranda, kakak kamu. Terus, waktu ketahuan Feni yang rasa percaya dirinya selangit itu, aku dicomblangi sama kamu, karena kata dia; aku nge-fans sama Kak Veranda itu cuma alibi dan yang sebenernya aku penasaran sama kamu.”

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang