Part 18

456 41 24
                                    

Melihat Gracia masih diam di dalam mobil, Shania mendengus untuk kesekian kalinya.

"Alasan apa lagi, Gre?"

"Eh, enggak kok!" Gracia menoleh panik. "yaudah, Gre berangkat! Sayang Mama!" lalu dia keluar mobil setelah mengecup singkat pipi Shania, lari terbirit-birit memasuki lingkungan sekolah. Shania hanya menggeleng melihat hal itu, lantas kembali melajukan mobil beberapa menit kemudian.

Gracia menoleh ke sekitar. Takut Feni, atau Anin, atau juga Shani, tiba-tiba muncul dan menagih tantangan "mengerikan" kemarin. Sebagai catatan, tiga teman Gracia yang kepribadiannya saling bertolak belakang itu hobinya adalah muncul mendadak. Beruntung Gracia tidak punya penyakit jantung.

Entah dia yang datang terlalu pagi atau teman sekelasnya yang lain terlalu malas bersekolah, kelas terlihat sepi saat Gracia menyembulkan kepalanya ke dalam—hanya ada tas, tanpa pemiliknya. Suasana sepi yang sedikit memberi kesan horror. Terlebih jika Feni, Anin dan—

Jangan mikirin itu, Gre! Gracia menggertak dalam batinnya, semoga aja mereka lupa, huft.

Dia kembali melangkah ke bangkunya. Namun, ternyata, perasaan lega karena tidak mendapat eksistensi tiga temannya hanya berlangsung sementara. Matanya membulat saat mendapati note yang tertempel di meja. Dan jangan tanya ulah siapa itu.

Gracia langsung menyahut kertas itu dan merobeknya sampai menjadi beberapa bagian kecil lalu membuangnya asal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gracia langsung menyahut kertas itu dan merobeknya sampai menjadi beberapa bagian kecil lalu membuangnya asal. Dia mulai gugup. Sekalipun tiga temannya itu tidak selalu membuntuti Gracia kemanapun, tapi dia yakin dia akan diawasi.

Apalagi mereka sudah terlihat kelewat excited untuk mengawasi tantangan kali ini dari kemarin. Dan ini menyebalkan.

Beberapa menit berlalu dan teman-teman sekelasnya mulai berdatangan. Termasuk Anin dan terkecuali Feni—seingat Gracia mereka selalu nempel di manapun itu.

"Feni mana, Nin? Shani juga?" tanya Gracia begitu Anin duduk di bangku belakangnya.

Anin mengendikkan bahunya, "Tasnya udah ada, orangnya gaada. Mana tahu gue, yang datang duluan, 'kan, elo."

"Tanya orang aja—Celine! Lo tahu Feni sama Shani kemana?" Gracia memutar tubuhnya menghadap Celine yang duduk di barisan paling depan. Yang dipanggil pun menoleh dengan tampang polos.

"Apa? Feni? Aku tadi lihat dia di kantin sama Okta. Kalau Shani, dia tadi—kalau ngga salah—ada panggilan OSIS gitu, deh."

Gracia menaikkan sebelah alisnya kemudian kembali menatap Anin setelah mengucapkan terima kasih pada Celine.

"See? Mereka pada sibuk." kata Anin.

"Hah? Mana ada. Yang sibuk itu cuma Shani." Gracia mengernyit, "Feni ngapain? Dia cuma makan di kantin sama Okta."

"Eh, kok lo jadi sewot gini, sih, Nin?" tanya Gracia lagi saat teringat—satu sekon kemudian, Gracia membulatkan matanya, "Jangan-jangan ... lo cemburu Feni pacaran sama Okta?"

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang