Gracia sibuk membolak-balik halaman buku Frans, dia kagum. Frans bisa dibilang cukup rapi dalam tulisan dibandingkan Nabil atau Mario (lagi-lagi mereka dijadikan perbandingan, entah apa yang ada dipikiran Gracia sehingga selalu menjadikan Nabil dan Mario sebagai perbandingan).
Sore ini dia sudah selesai mencatat materi yang ada di buku Frans, sekarang dia sedang mencari rahasia-rahasia kecil yang mungkin saja Frans tulis disana. Kalian tahu, Gracia pernah menulis jika dia benci guru matematikanya di halaman belakang buku waktu SMP, dan sialnya hal itu diketahui Sang Guru. Membuat Gracia berakhir dengan hukuman hormat pada bendera di siang hari yang terik.
"Ck, kok dia rapi banget sih? Anin aja belakang bukunya banyak coretan-coretan ga jelas. Lah ini?" Gracia berdecak kagum, membandingkan halaman belakang buku Frans yang bersih dari coretan dengan bukunya yang sudah penuh angka-angka hasil menghitung.
Oh, bicara tentang Anin, dia jadi teringat kejadian di taman belakang sekolah tadi. Otaknya dengan tegas menolak informasi yang diberikan Feni dan Anin tentang Hamids yang jalan sama cewek lain, tapi hatinya tergerak untuk mempercayai mereka.
Tadi Gracia juga sempat menelphone Hamids, tapi dengan bodohnya dia melupakan fakta bahwa mereka masih sama-sama sekolah dan pelajaran masih berlangsung waktu itu. Gracia menutup panggilan saat mbak-mbak operator mulai menyahut.
Clek
Shania menyembulkan kepalanya dari balik pintu, Gracia menoleh dan Shania membalasnya dengan senyuman.
"Papa mau nepatin janjinya, dia ngajak nonton malam ini. Gimana? Kamu mau ikut?"
Gracia menaikkan kedua alisnya. Setelah sekian lama, akhirnya janji itu ditepati juga. Tunggu, biarkan Gracia mengingat jadwalnya hari ini. Apa ada kegiatan lain nanti malam?
"Boleh, Gre ikut, Ma."
***
"Loh, tante 'kan udah biasa pakai kamarnya Mama. Kenapa kali ini pakai kamar tamu?"
Frans terus mengekor pada Veranda yang sekarang sibuk menyapu lantai kamar tamu yang mulai berdebu dan hampir tak terurus.
"Ih, Frans. Jangan mondar-mandir gitu, ah. Udah sana kamu beresin buku-buku disana. Kalau udah, bawa kardus dekat jendela itu ke gudang, oke? Ntar kamu tahu sendiri."
Shh, perasaan Frans ga enak. Karena tidak mau di cap sebagai adik durhaka, dia mengikuti perintah Veranda dan melakukan tugasnya.
Di sisi lain, Veranda meneruskan menyapunya sampai depan. Sekalian menyapu ruang tamu. Jadi, dua anak itu akan berubah menjadi pribadi yang bersih dan rapi hanya saat ada orang atau kerabat yang bertamu. Nah, Veranda udah selesai tuh.
"Frans, aku mau ke supermarket. Nanti kalau tante udah dateng, kamu bawain barangnya ke kamar tamu, ya?" Frans menyerukan kata 'Ya!' dengan lantang dari dalam kamar.
Di menit berikutnya, saat Frans keluar dengan kardus berisi buku-buku itu, suasana rumah sepi, dan suara mesin mobil yang terdengar makin menjauh itu menandakan bahwa Veranda sudah berangkat. Tak mau berdiam diri terus sampai Veranda datang, pemuda itu segera berjalan ke gudang yang ada di belakang rumah. Meletakkan kardus itu diantara tumpukan kertas pada sebuah meja belajar.
Dia kembali ke dalam setelah mengunci gudang, dan saat tubuhnya baru bersandar pada sofa, suara klakson mobil minta kode bukain pagar itu membuatnya menghela nafas panjang. Dengan berat hati Frans melangkah keluar.
Pagar di buka, Frans tersenyum (dipaksakan) saat melihat tantenya it--oh tunggu, sesuatu, lebih tepatnya seseorang membuat Frans langsung melenyapkan senyum manis dari wajah tampannya itu. Frans kembali menutup pagar setelah mobil Melody masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/90879815-288-k767613.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer in Love
FanfictionKalau kata Frans, bahagia itu mudah. Bisa lihat Gracia senyum dan tertawa adalah kebahagiaan tersendiri. Omong-omong, Frans suka sama Gracia.