Part 17

466 42 26
                                    

Feni, Anin, Gracia dan Shani tampak duduk mengelilingi sebuah botol yang baru saja diputar Shani. Mata mereka secara kompak mengikuti ujung botol itu berputar, sampai akhirnya melambat dan berheni pada--

"NAH! TRUTH OR DARE!!?" Feni memekik exited.

--Gracia. Gadis itu langsung mendapatkan tatapan jahil dari ketiga temannya. Dan Gracia mulai risih, percaya atau tidak, mereka pasti memberi tantangan diluar akal sehat. Gracia mentap mereka setelah menentukan pilihannya.

"Dare ajalah. Gamau gue ditanyain aneh-aneh sama lu pada."

"Oke!" kali ini Anin yang bersuara, "Dari gue, ya!" katanya. "Say 'love you' ke Frans lewat telphone."

Dalam satu hentakan, kamar Gracia heboh sendiri. Shani, yang dari dulu kelihatannya adem dan jaim itu, langsung melompat kegirangan sekaligus gesrek. Feni tak kalah hebohnya, berkali-kali dia menggoyangkan tubuh Anin sambil menjerit histeris, berterimakasih pada temannya itu secara tidak langsung.

Dan beruntung kedua orangtua Gracia sedang tidak di rumah, jadi mereka bisa teriak-teriak histeris sesuka hati.

Anin tersenyum miring begitu melihat mimik Gracia berubah aneh--tiba-tiba dia ngeblank. Oke, besok-besok ga main beginian lagi.

"Ogah." kata Gracia setelah beberapa menit melamun, dia melipat tangannya di depan perut, bersandar pada ranjang dengan muka datar.

"Weh, gabisa! Kan elu yang milih dare, ya harus turutin!" Feni buka suara. Dia ikut bersedekap tidak terima.

"Sekali, lah, Gre. Yayaya?"

Gracia merasa ilfeel pada tiga temannya itu hanya dalam lima menit. Kenapa mereka bisa berubah menjadi pribadi yang menyebalkan jika berhubungan dengan Gracia dan Frans? Dasar combs, Gracia memutar bola matanya.

"Ck, yadah. Mana hp lo?" dia menengadahkan telapak tangannya, meminta handphone. Serempak, tiga temannya itu langsung bersorak senang, Feni speechels dibuatnya. Namun, saat Anin ingin menyerahkan handphonenya pada Gracia, gerakan itu dihentikan Shani.

"Et, tunggu!" sergahnya, "pakai hp kamu sendiri, dong, Gre. Kalau pakai hpnya Anin otomatis pakai nomornya Anin juga, 'kan. Ntar Frans kira Anin yang bilang gitu. No! Itu gaboleh."

"Weh, iya. Kok gue ga mikir, ya?" Feni segera merebut handphone milik Anin. Lalu Shani meraih handphone milik Gracia yang tergeletak di nakas, lantas menyerahkan benda itu pada pemiliknya. Gracia mendengus.

Selagi menunggu Gracia membuka lock dan mencari kontak Frans, tiga temannya itu memasang posisi senyaman mungkin untuk mendengarkan. Mencari spot sempurna untuk mengabadikan momen ini dalam ingatan mereka masing-masing. Gracia kembali mendengus selagi menunggu panggilannya diterima Frans.

"Halo? Napa, Gre?" terdengar suara Frans dari sana, Feni dan yang lain mencoba mati-matian untuk tidak tertawa.

"Frans, love you." kata Gracia datar.

"Hah? Ap- " tut, tut, tut.

Sedetik kemudian, tawa ketiganya meledak. Menyisakan Gracia dengan raut datar yang terlihat blushing itu. Feni tergelak, terlalu napsu tertawa sampai tubuhnya terjengkang ke belakang. Anin tertawa terlalu keras, membuatnya terbatuk kemudian. Shani ketawanya banyak gerak, alhasil kepalanya kejedot nakas. Tapi mereka masih kompak tertawa, dan untungnya mereka masih sehat.

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang