Bel sekolah berbunyi nyaring, membuat Frans bersorak ria dalam hati dan cepat-cepat memasukkan semua barangnya ke dalam tas. Rasa kantuknya selama pelajaran bahasa tadi hilang entah kemana.
Setelah guru mapel keluar, Frans berserta tiga teman somplaknya langsung cekikikan. Dia berlari kecil menghampiri meja Mario melewati gerombolan murid lain yang berhamburan keluar kelas. Setelah mereka berkumpul di meja itu, tawa keempatnya meledak.
"Gila, anjir." Nabil tergelak, memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa.
Dyo merebut handphone dari tangan Mario, "Anjir, gila! Buset, dah, Pak Rahman cakep bener jadi model majalah." lalu dia terbahak, memukuli meja sebagai ungkapan rasa gelinya yang meluap.
Frans ganti merebut handphone temannya itu, lantas menggeleng sambil cekikikan. "Ini, mah, dipasang di mading mantap jiwa, hahaha! Cocok banget, dah, lu jadi paparazi, Mar."
Mereka kembali tergelak. Benar kata Frans, mungkin saja Si Mario punya bakat terpendam dalam bidang fotografi, terlebih jadi paparazi. Frans melihat dengan mata kepala sendiri kalau Mario yang kelihatannya anak baik-baik ini ada nakalnya. Saat semua sibuk mengerjakan tugas dari Pak Rahman, dia sok-sok-an ikut ngerjain tugas. Padahal, mah, dia mati-matian mengarahkan kamera ponselnya ke arah beliau yang selalu datar tanpa ekspresi itu.
"Bagi ke grup, bagi buruan!" ucap Nabil dengan sisa kekehannya. Mario menurut, dia mengirim foto itu ke grup somplaknya.
"Mantap jiwa!" timpal Dyo saat foto itu kini tersimpan di galerinya. "bagus kali, ya, kalo gua edit-edit cantik?"
Mereka tergelak lagi, Frans langsung menyetujuhi usul Dyo dengan semangat empatlapan.
"Ih, kalian jahat, deh."
Pandangan keempat cowok somplak ini langsung beralih ke arah pintu. Kekehan mereka terhenti saat mendapati Okta berdiri di ambang pintu kelas, mereka mengernyit.
"Nguping aja, lo, Ta." kata Nabil, "ngapain, dah, lo ke kelas kita?"
"Ehehe, nyamperin Mpen." balas Okta terkekeh, "ayo, Mpeenn!"
Keempat cowok itu langsung mengalihkan pandangan ke Feni dan tiga gadis lainnya. Terlihat Feni mengembangkan senyum kemudian berjalan girang ke arah Okta setelah berpamitan pada teman-temannya.
"Duluan, gais!" seru Feni sebelum menghilang bersama Okta.
Shani memundurkan bangkunya sambil menatap layar handphone, lalu beralih menatap teman-temannya. "Gre, Nin, aku duluan ya? Dadahh.." dan gadis itu menghilang keluar kelas.
Anin menyusul, "Gue pulang dulu, ya, Gre? Mama udah tunggu."
Gracia mengangguk dan ikut berdiri, "Gue juga mau pulang, kok." lalu mereka berjalan beriringan ke luar kelas.
Empat pemuda itu menerjap bersamaan, kenapa kesannya para cewek tadi tiba-tiba ilfeel pada mereka? Ada yang salah? Lalu mereka kembali bergerumbul di meja Mario, melipat tangannya di atas meja dan mengeluarkan raut serius.
"Eh, kita pernah ada salah sama mereka?" tanya Mario memicingka mata, "kita 'kan anak baik-baik."
"Kita, mah, gaada salah ke mereka. Kecuali si Frans, tuh." kata Dyo, membuat Frans tersentak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer in Love
FanfictionKalau kata Frans, bahagia itu mudah. Bisa lihat Gracia senyum dan tertawa adalah kebahagiaan tersendiri. Omong-omong, Frans suka sama Gracia.