Part 9

501 41 13
                                    

'Jangan lupa senyum :)'

Gracia mengernyit. Begitu dia membuka loker tadi, dia sudah di kejutkan dengan adanya amplop warna ungu di atas tumpukan buku. Dan sekarang, dia di buat bingung dengan isinya. Mungkin Gracia bisa mengenali tulisan orang itu jika saja... tidak di ketik!

"Lama deh, Gre."

Sadar akan kedatangan Feni, buru-buru Gracia memasukkan kembali surat itu dalam amplopnya lalu dia selipkan diantara beberapa buku yang akan di bawa pulang.

"Iya, udah nih. Gitu aja ribet,"

"Bukannya ribet, ya, Mbak. Kita cuma pingin yang the best buat lo." selesai Gracia mengunci lokernya, mereka berjalan beriringan menuju gerbang sekolah. "eh, betewe, gimana tuh kabarnya Si Hamids?"

"Hah?" refleks Gracia menghentikan langkahnya. "eh tunggu, tunggu. Sekarang lo comblangin gue sama Hamids?"

"Loh, kenapa emang? Lo nggak mau di comblangin sama dia?" Feni menatap Gracia dengan sebelah alis terangkat, dan saat Gracia hendak bicara, gadis itu kembali menyela, "jadi lo sukanya di comblangin sama Frans? Adeknya ka Veranda sama keponakannya Bu Melody itu?"

Gracia menerjapkan matanya tak percaya. Keinginan untuk membantah pernyataan Feni tadi sudah hilang entah kemana. "Ke-keponakan? Sejak kapan?"

"Sejak Hiroshima dan Nagasaki di bom—Ya sejak dia lahir lah! Gimana, sih?"

Gracia mencoba menyamai langkah Feni yang sudah jalan terlebih dahulu beberapa detik yang lalu. "Kok loe tau?"

"Ya ampun, Gracia, loe kudet banget sih? Semua penghuni sekolah ini tau kalo ka Veranda sama 'adeknya' itu keponakannya Bu Melody." Feni tak peduli jika Gracia kesulitan menyamai langkah cepatnya, dia terus berjalan.

"Ih, awas, ya!" Gracia berhenti, kewalahan menyamai langkah temannya itu, "karma is available, Feni!"

"Karma paan, dah?!" sahut Feni, yang sudah jauh di depan, tak kalah keras. Gracia mende-

"HAH!!" Gadis itu terpenjat sempurna. Bagaimana tidak, saat berbalik beberapa detik yang lalu, dia hampir saja menabrak... Frans yang kini sedang memasang wajah tanpa dosa dengan sebelah alis terangkat. "Loe tuh, ya! Gak ngagetin gue sehari aja gak bisa apa?!"

Frans tetap pada ekspresinya. "Lah, emang kemaren-kemaren gue pernah kagetin lo?"

"Ngga, sih," lirih Gracia, "ya tapi, udah ah! Udah lo sono! Pergi, pergi, pergi!"

"Eh, Tunggu-tunggu!" cegah Gracia cepat saat Frans baru saja membalikkan badannya, membuat cowok itu kembali menghadap Gracia dan menatapnya jengah.

"Mane, sih, lo? Tadi suruh gue pergi, sekarang suruh balik lagi. Mau lo gimana, sih?"

"Hehe," Gracia cuma nyengir sambil garuk tengkuknya kikuk. "gue cuma mau tanya, sih, ya," Frans diam, menunggu Gracia melanjutkan kata-katanya. "lo... lo keponakannya Bu Melody, yah?"

Frans mengernyit. "Iye, napa emang? Lo gak tau?" Gracia mengendikkan bahunya, "yeee, kudet lo!"

"Ish! Udah, sana! Beneran pergi sekarang!"

"Beneran, nih?" Frans tersenyum miring, membuat munculnya perasaan ingin nabok dalam benak Gracia.

"IYA!"

Ekspresi Frans langsung berubah drastis, "Cantik-cantik galak, lu."

Blushing mode : on.

Waktu ngomong Frans memang tidak menatap Gracia, tapi entah ke-PD-an dari mana, gadis itu merasa Frans baru saja memujinya sekaligus ngatain. Dan itu cukup untuk membuat kedua pipi Gracia memanas.

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang