Part 21

507 33 41
                                    

Pagi ini rencananya Gracia ingin membolos saja, dia sedang malas melakukan apa-apa karena kejadian semalam. Memang hanya sepele, tapi karena membahas masalah itu dia jadi bad mood.

Namun, sayangnya, niatan Gracia untuk membolos harus terpatahkan karena hari ini ada ulangan bahasa Inggris. Jika saja pelajaran yang satu ini bukanlah kesukaannya, dia akan membolos—tapi saat teringat bahwa Shania tidak bisa diakali, Gracia jadi merengut.

Sekolah masih tampak sepi saat Gracia baru saja memasuki gerbang, sepertinya dia datang terlalu pagi. Gadis itu pergi ke loker-nya untuk mengambil beberapa buku untuk pelajaran nanti. Namun, dia kembali dikejutkan dengan keberadaan sebuah coklat di dalam sana, seketika ia teringat tentang Frans. Dia masuk hari ini? Dengan luka lebam seperti itu? Ah, dia pasti terlihat sangat menyedihkan.

Gracia menutup lokernya dan menggeleng. Ibunya pasti melarang untuk masuk hari ini, tapi Frans adalah pribadi yang keras kepala, Gracia jadi ragu. Oh, kebetulan sekali, di depan kelas ada Nabil yang sedang bermain game. Pemuda itu duduk di bangku panjang dengan kaki kanan ditumpangkan pada kaki kiri.

“Bil,” panggil Gracia berlari kecil menghampirinya.

“Hm.”

“Frans masuk hari ini?”

“Hm.”

“Oh, terus, dia di mana sekarang?”

“Hm.”

“Nabil bego!” selain Shani, mungkin Gracia harus berhenti bicara dengan Nabil. Kenapa tiba-tiba cowok-yang-katanya-mirip-Frans ini menyebalkan? Atau, dia sudah menyebalkan sejak sebelum Gracia menyadarinya?

Merasa bicara dengan Nabil itu sia-sia, Gracia memilih masuk ke kelas. Dan dia menemukan Frans tengah bermain game juga di bangku sebelahnya. Astaga Tuhan, ada apa dengan para cowok di kelas ini? Saat menoleh, Mario juga terlihat bermain game. Di sebelahnya ada Vio—laki-laki berkacamata yang satu ini, Gracia pikir dia adalah yang paling normal di antara laki-laki lain di kelas, ternyata sama saja.

Gracia segera mengambil tempat di sebelah Frans.

“Frans.” panggilnya.

“Ya?” Frans menyahut, tapi pandangannya tak lepas dari layar ponsel.

“Lo harusnya istirahat di rumah.”

“Hm? Kenapa? Lo nggak suka ketemu gue?” ah, tak apalah, Frans cukup mendingan karena dia masih menyahut walau tidak menatap lawan bicaranya.

“Lo, ‘kan—emang nggak apa-apa?” Gracia memiringkan kepalanya. Sekelebat ingatan tentang Frans dipukuli kembali terlintas di kepalanya. Kemarin saja dia sakit-sakit lebay, dan sekarang?

“Yoi, tenang aj—Ah! Nabil bego lu! Gue mati anjir!” Frans tiba-tiba berdiri dari duduknya, tapi baru setengah berdiri, dia kembali terduduk karena perutnya terasa nyeri. Untungnya, desisan Frans terendam dengan tawa menggelegar Nabil dari luar kelas.

Gracia jadi ingin memukul Frans. Kenapa pemuda yang satu ini sok banget? Sudah tahu sakit, masih nekat.

Merasa dirinya sudah cukup baikan, Frans menoleh pada Gracia yang menatapnya aneh sedari tadi.

“Omong-omong, lo suka coklatnya?” tanyanya.

“Oh,” Gracia mengeluarkan coklat yang ia dapat tadi dan meletakkannya di atas meja. “Lo batu, ya, Frans. Gue udah bilang, ‘kan, nggak usah dibeliin.”

“Nggak suka?”

“Suka.”

Tolong ingatkan Frans untuk tidak melempar kursinya pada Gracia. Cewek itu ribet, percaya, deh.

Secret Admirer in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang