Dua hari Gracia tidak hadir di sekolah (jika dihitung mulai hari senin), dan Frans menjomblo selama itu. Dia kebanyakan diam, mendadak rajin dan jarang kumpul dengan sesama somplaknya: Nabil, Dyo, dan Mario.
Tiga orang itu juga sering ngerumpi di bangkunya Dyo. Mereka jadi laki-laki penggosip yang terus membicarakan keadaan Frans yang melas. Kehadiran Gracia adalah moodboster bagi-nya. Selama gadis penyuka warna itu ada disekitarnya, Frans menjadi sosok hyperactive yang tujuannya caper ke dia (walau kadang hanya ditatap datar oleh Gracia karena dianggap aneh).
"Anin, lo.. tahu Gracia kemana?" Frans mengubah posisi duduknya menghadap belakang, menatap Anin yang sepertinya melamun.
"Eh? Gracia?" Frans menangguk. "Ck, gatau gue. Kita lagi tengkar. Dia dihubungi juga susah, ye gak, Fen?" jawab Anin sekaligus melemparkannya ke Feni. Gadis itu hanya mengangguk asal, sibuk memainkan handphonenya yang di duga sedang chatingan sama Okta. Anin mendengus.
"Ntar lo mau temenin gue ke rumahnya?" tanya Frans lagi, membuat Anin mengernyit.
"Lah, kok gue?"
"Yaa.. lo 'kan temennya. Masa iya gue kesana sendiri? Ntar kalo dikira mau aneh-aneh 'kan bahaya." Frans menompang dagu, menatap Anin yang tampaknya kurang setuju. Namun, di detik selanjutnya, Frans tersenyum lebar karena Anin mengiyakan (walau dengan syarat Feni harus ikut; dan Feni bilang Okta juga harus ikut).
***
"Frans, ini kemana, sih?"
"Ya ampun, Okta. Aku 'kan udah bilang, kita mau ke rumahnya Gracia."
Anin, yang duduk di jok depan, hanya terkekeh mendengar pertanyaan Okta yang sudah terulang untuk yang ketiga kalinya. Frans hanya tersenyum kecil, membiarkan dua orang di jok tengah itu kembali meributkan tujuan mereka.
"Frans, kita nggak beliin apa gitu buat, Gre? Di surat katanya dia sakit, 'kan?" tanya Anin, karena di pikir-pikir memberi Gracia sesuatu bukanlah ide buruk.
"Iya, Frans. Masa kita kesana nggak bawa apa-apa?" Feni yang jengah akan pertanyaan Okta, ikut menimpali.
"Eh, aku tahu toko buah deket sini!" Okta memekik, mencondongkan tubuhnya ke jok depan lalu menatap Anin, "Itu loh, Nin. Toko yang kita datengin buat beli buah waktu Mpen sakit. Inget gak?"
Anin tampak berfikir. "Oh iya! Frans, mampir aja, ntar kita patungan. Di depan tuh, kanan jalan!"
Frans menepikan mobilnya. Setelah sepakat akan membeli buah, para cewek turun untuk beli setelah mereka patungan. Tak sampai sepuluh menit, Anin dan Feni kembali dengan satu keranjang penuh buah. Mereka kembali melanjutkan perjalanan.
Ternyata toko buah itu memang tidak jauh dari rumah Gracia, buktinya dalam lima menit mereka sudah sampai. Karena kebetulan bertemu Shania yang baru saja membuang sampah di depan, akhirnya Frans memasukkan mobilnya ke halaman, sesuai perintah Shania.
"Eh, tante, Gracia sakit apa?" Feni bertanya setelah cipika-cipiki singkat diantara mereka, sekaligus perkenalan Okta yang belum Shania kenal.
Shania menghela nafas. "Tante nggak tahu, Fen. Dia mogok makan, gamau keluar kamar kalau nggak penting, dan seperti yang kalian tahu, dia belum mau masuk sekolah sampai hari ini. Tante nggak habis pikir, deh."
Anin dan Feni berpandangan sejenak. Perasaan mereka tidak enak. Mendengar cerita dari Shania, mereka merasa bersalah telah menceritakan tentang pertemuannya dengan Hamids dan cewek lain di toko mainan waktu itu. Shh, tapi bagaimana lagi? Sebagai sahabat yang baik, mereka tidak mau temannya dipermainkan. Ini juga demi kebaikan Gracia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer in Love
FanfictionKalau kata Frans, bahagia itu mudah. Bisa lihat Gracia senyum dan tertawa adalah kebahagiaan tersendiri. Omong-omong, Frans suka sama Gracia.