Part Eighteen - Vision (Ariel)

9.6K 793 18
                                    

Aku melihat citra-citra aneh ketika aku pingsan. Aku berada ditengah-tengah arena yang sangat besar. Kalau tidak salah bangunannya hampir sama dengan Colloseum yang berada di Roma. Bangunan itu terbuat batu pualam berbentuk lingkaran. Ditengah-tengah ruangan itu ada sebuah area terbuat dari pasir yang sangat lebar dengan bangku penonton yang mungkin berkapasitas lebih dari lima ratus orang disekelilingnya.

Aku melihat Elizabeth Night duduk dibangku penonton dengan wajah tenang, dengan seorang anak perempuan berumur empat belas tahun tahun. Dibelakangnya ada beberapa pengawal berbaju hitam. Ditengah-tengah arena itu, dua orang perempuan remaja berdiri saling melihat satu dengan yang lain.

Tubuh anak perempuan disamping Liza menggigil hebat dan entah mengapa aku mendengar apa yang dia katakan dalam hatinya: Kak Meredith... Kak Meredith.

 Citra itu mengabur dan aku melihat sebuah adegan lain. Aku berada dirumahku. Bibi Arianne sedang duduk dimeja makan dengan berbagai makanan lezat disana. Sup daging sapi, ikan bakar, dan ayam goreng ditaburi oleh lemon. Makanan-makanan kesukaanku. Apakah Bibi Arianne diterima kerja dan membuatkan makanan ini untuk kami?

“Kemana dia?” Aku mendengar Bibi Arianne bergumam khawatir. Air matanya turun dari kelopak matanya. “Ya ampun. Apakah itu ada hubungannya dengan kata-katanya tadi?” Dia berdiri dari tempat duduknya dan mondar-mandir beberapa kali. Sesekali dia melihat keluar jendela.

Seseorang mengetuk pintu dari luar. Bibi Arianne membuka pintu terburu-buru. Paman Wilbert dan Joe berdiri didepan pintu dengan wajah khawatir. Aku dapat melihat ekspresi kecewa dari matanya.

“Ariel belum pulang, Bi?” tanya Joe.

“Tidak ada kabar,” jawab Bibi Arianne lemas. “Aku sudah menelpon ponselnya beberapa kali tidak ada jawaban. Sepertinya ponselnya dimatikan.”

“Kita harus sabar.” Paman Wilbert berusaha menenangkan Bibi Arianne.

“Seandainya aku tahu kemana dia pergi.” Bibi Arianne sibuk dengan dirinya sendiri, mondar mandir lagi. “Apakah kau benar-benar tidak tahu kemana Ariel pergi, Joe?”

Joe menggelengkan kepalanya. “Aku sudah menelpon orang-orang yang kukenal sebagai teman Ariel walaupun sebenarnya Ariel hampir tidak punya teman di LP.”

“Aku sudah meminta tolong para petugas patroli untuk mencari Ariel. Aku takut sesuatu terjadi padanya. Kondisi tubuhnya juga kurang sehat.”

“Aku bakal membantu mencari Ariel, Bi. Tenang saja. Kita bisa menemukannya.” Aku melihat tekad didalam mata Joe. Tanpa dapat kutahan, aku tersenyum sendiri melihatnya. Ternyata masih ada orang yang khawatir dengan keadaanku ketika aku menghilang.[]

Mataku terbuka lebar ketika sesuatu mengusikku. Aku berada di ruangan gelap dengan suhu yang dingin. Aku mengerjapkan mataku beberapa saat, berusaha menyesuaikan diri dengan kondisi gelap disini. Aku meregangkan tubuhku beberapa saat, lalu berdiri dari tempat tidur empuk itu. Tubuhku terasa segar kembali.

Aku mengingat kejadian terakhir sebelum aku pingsan. Asap hitam pekat itu. Edward yang memiliki kemampuan mengerikan untuk membentuk awan itu. Mulai sekarang aku harus berhati-hati. Sekarang, kemungkinan besar aku masih berada dirumah Liza. Aku melihat jam dinding didekat pintu ruangan itu. Jam lima sore. Aku sudah tidur lebih dari dua puluh empat jam? Efek dari awan itu benar-benar menakutkan.

Seorang hantu, laki-laki tua dengan mata sayu, menembus kamarku. Aku hampir terlonjak kaget, namun aku segera menenangkan diriku dan menghampiri hantu itu. Hantu itu melihatku dengan tatapan kosong. “Tolong lihatkan keadaan diluar sana,” perintahku padanya. Hantu itu menghilang dan muncul kembali beberapa detik kemudian. Dia menggeleng pelan. Aman. Tidak ada siapapun. Aku berterima kasih pada hantu itu dan segera keluar dari ruangan yang tidak dikunci itu.

Luna Wand: The Unknown StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang